"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 245)
Oleh. Asri Mulya
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Suatu ketika, ada salah satu teman dekatku main ke rumah. Awalnya kita cerita-cerita tentang perkembangan anak masing-masing dalam sekolahnya. Dasar namanya emak-emak, kalau sudah cerita ngalor ngidul sampai masalah gaji dan pengeluaran bulanan pun ikut dibicarakan. Karena hal tersebut adalah sesuatu yang sudah biasa dan juga asyik dibicarakan, seolah sebagai salah satu cara mengeluarkan unek-unek akan hal yang terjadi di lapangan tersebab harga-harga kebutuhan semakin hari semakin naik.
Seperti harga bahan makanan dan kebutuhan bumbu masakan yang naik drastis, juga kebutuhan anak seperti susu, popok, dan sebagainya. Karena tugas ibu rumah tangga sangat kompleks, termasuk menjadi seorang manajer dalam rumah tangganya. Banyak cerita keluh kesah, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini. Rasa-rasanya, pendapatan yang diperoleh harus lebih diatur sedemikian rupa agar tidak sampai besar pasak daripada tiang alias pengeluaran lebih banyak daripada pendapatan.
"Mbak, aku ini heran. Setiap gajian tuh rasanya uang selalu tak ada sisa, habis-habis terus," keluh seorang teman yang biasa dipanggil Mbak Wiwin.
"Iya, Mbak. Pasti ada aja hal yang tidak terduga," sahutku.
"Iya, boro-boro bisa nabung, tiap bulan kok ya ada aja hal yang ngeluarin uang. Kata suamiku juga aneh. Punya cicilan habis, gak ada cicilan ya habis juga, mending punya cicilan." Mbak Wiwin bercerita sambil tertawa.
"Hmm … maaf nih, Mbak, tiap bulan ada gak disisihkan buat sedekah atau zakat? 'Kan suami dan Mbak sendiri sama-sama bekerja." Aku mencoba mulai menyelidik.
"Hehee iya, Mbak. Mungkin karena aku kurang begitu paham dengan agama, jadi tidak sampai memikirkan hal seperti itu," sahut Mba Wiwin.
"Ya, ini sih aku sharing aja … Kalau sebenarnya aku pribadi alhamdulillah setiap gajian pasti selalu menyisihkan uang buat zakat, itu di luar sedekah, ya. Ini bukan bermaksud sombong yah, Mbak. Tapi aku rasakan ada keberkahan di dalamnya. Selalu dikasih cukup, tidak kekurangan. Ada aja rezeki yang tidak terduga dari Allah," jelasku.
Mbak Wiwin mendengarkan ceritaku dengan seksama.
"Terus gimana caranya kalau misal ternyata kebutuhan hidup lebih banyak dan masih punya tanggungan, Mbak?" tanya Mbak Wiwin.
"Zakat yang dikeluarkan itu kecil sebenarnya, Mbak. Hanya diambil 2,5% dari total pendapatan yang diperoleh."
Temanku mulai antusias ingin mendengarkan ceritaku, sambil coba menghitung dari contoh pendapatan yang dia peroleh dengan gaji suaminya.
"Terus, tiap bulan harus ngeluarin gitu, Mbak?" tanya Mbak Wiwin.
"Ya. Untuk teknisnya, bisa dikeluarkan mau nunggu sampai satu tahun dulu juga gak apa-apa, Mbak. Tapi kan nanti malah berat … karena nanti tetap kita akumulasikan hasil yang 2,5% dari pendapatan dikalikan 12 bulan. Kalau aku pilih yang tiap bulan aja, biar lebih ringan." Aku tersenyum.
"Kalau satu bulan, misal gaji yang diterima kurang lebih bersihnya Rp 6,5 juta, bisa zakat sekitar Rp 1,6 jutaan gitu? Besar amat, gimana kebutuhan lainnya?" tanya Mbak Wiwin bingung
"Lho, kok banyak amat sampe Rp 1,6 juta? Kita zakatnya hanya mengeluarkan 2,5% aja, Mbak. Paling sekitar kurang dari dua ratus ribu," jelasku.
"Oh, hanya 2,5% … aku pikir keluarin sebesar 25% dari total pendapatan. Kok besar amat hihihi …." Mbak Wiwin tertawa.
"Gak, Mbak, zakatnya hanya 2,5% aja!" Aku tersenyum, ternyata Mbak Wiwin salah memahamk penjelasan yang aku berikan.
"Oh gitu, pantesan," ujar Mbak Wiwin
"Iya, Mbak, zakat itu 'kan buat membersihkan harta kita, memberikan sesuatu yang memang bukan hak kita ke orang lain yang membutuhkan." Kembali aku mencoba menjelaskan ilmu yang pernah didapat dari kajian tausiah seorang ustaz saat masih di Batam.
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." Aku membacakan surah At-Taubah ayat 103
"Ya, nanti deh coba aku bicarakan dengan suami, Mbak," timpal Mbak Wiwin.
"Iya, Mbak. Ini hanya saran saja, semua keputusan dikembalikan kepada Mbak dan suami. Tapi kalau dari saya pribadi memiliki keyakinan, bahwa kita tidak akan miskin dengan mengeluarkan sebagian harta untuk orang yang membutuhkan, baik dari zakat atau sedekah. Malah akan semakin luas rezekinya. Seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 245." Aku membacakan surah tersebut.
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 245)[]
Photo :Pinterest