Solitude

Dengan sekuat tenaga, dakwah dijadikannya poros hidup. Solitude masa lalu yang membingkai jiwanya, kini telah hangus karena cahaya Islam.


Oleh. Afiyah Rasyad
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Amboi, indah nian horizon senja. Gemuruh ombak memecah bebatuan, mengantar lisan tuk bertasbih pada Sang Pencipta lautan. Ini baru Selat Madura yang tampak dalam pandangan, belum samudera luas yang terhampar. Kawanan burung bangau berformasi membentuk huruf V, menyisakan bias putih yang melambai semakin tinggi dan jauh.

Semilir angin mengikat atma yang sedang meradang. Hatinya tak hendak karam meski bully itu terus berdendang. Bukan inginnya betah melajang. Upaya pencarian jodoh sejak usia sembilan belas tahun sudah terkembang. Apalah daya jika status jomlo tetap disandang?

Sepasang netra sayu menatap buih yang terombang-ambing di atas ombak Selat Madura. Kaki telanjangnya merasakan air mulai menyapa. Air pasang mulai datang menyambut para nelayan yang siap bekerja. Kayyis segera beranjak menuju langgar di bibir pantai itu karena azan telah memanggilnya.

Tiga rakaat ditunaikan dengan khusyuk. Senyum ramah para jamaah memoles atmanya yang terus merana. Di dusun itu, pikirannya bisa tenang. Penduduk di sana sangat bersahabat. Selain itu, akalnya menemukan satu hal yang berbeda yang tak pernah dijumpainya sejak kecil. Angannya menerobos ruang dan waktu, membawanya pada perjumpaan dengan Ustaz Tian setahun yang lalu.

"Sehat anak muda?" sapa imam salat itu.

"Alhamdulillah sehat, Ustaz!" jawabnya singkat sambil mencium tangan beliau takzim.

"Kau sering datang ke mari, tetapi, kami tak satu pun tahu namamu. Siapa namamu, Nak? Dari mana asalmu?"

"Saya Kayyis, saya dari kampung sebelah, Ustaz."

"Nama yang indah, Kayyis. Namaku Seftian. Di sini dipanggil Tian. Apa yang sedang kaucari, Nak? Kulihat kau seperti sedang mencari sesuatu?"

Tembok tebal kalbu Kayyis masih berdiri kokoh. Ia tak ingin bercerita banyak tentang dirinya pada Ustaz Tian yang baru dijumpainya. Rasa takut bully yang menimpanya itu terus menggelora. Namun, entah kenapa lisannya lancar menderetkan kata demi kata pada sang ustaz. Fasih sekali dia berbicara. Artikulasinya jelas.

"Saya dikucilkan di keluarga. Saya dianggap anak pembawa sial. Akhirnya saya pun tumbuh dengan hinaan dan ejekan yang berjubel di hadapan. Namun, almarhum Mamak selalu mendidik saya menjadi anak yang kuat, bisa memaafkan, dan tunduk pada Sang Pencipta alam. Sejak usia dua belas tahun, Mamak meninggal. Saya sebatang kara di kampung sebelah, di kampung asal Mamak."

Wajah Kayyis terangkat memandang bintang gemintang yang berkelip indah. Dia berusaha menahan genangan air mata agar tidak tumpah ruah.

"Saya ini sangat lemah Ustaz. Teman sebaya saya sudah menikah semua. Namun, hingga saat ini saya belum menikah karena terus dikucilkan keluarga dan warga. Saya ke sini mencari sedikit rezeki untuk menyambung hidup. Di sini, saya bisa leluasa mengais nikmat Allah. Ah, Ustaz … baru kali ini saya bicara lancar. Seharusnya saya tidak mengeluh pada Ustaz. Maafkan kelancangan saya."

Tangan Ustaz Tian lembut menepuk pundak Kayyis. Hal itu memberi energi positif bagi jiwa Kayyis yang selama ini gersang. Rinai hujan mengiringi desiran hangat di tiap pori-pori Kayyis, mengantar milyaran harapan yang tak pernah terpikirkan.

"Dengar, Nak! Tak usah kaurisau tersebab jodoh yang belum datang. Percayalah pada Allah dengan keyakinan tashdiqul jazm, yakni keyakinan sepenuh hati, seratus persen, tidak boleh kurang sedikit pun. Kalau kurang, nanti hasilnya bisa jadi nol."

Kayyis mengernyitkan dahi. Satu alisnya melengkung ke atas tanda tak mengerti. Senyum Ustaz Tian sungguh menyejukkan. Sebelumnya Kayyis tak pernah melihat orang seindah itu senyumnya.

"Kayyis, kamu tahu, apa akibatnya saat berwudu tidak sempurna membasuh kaki, hanya bagian membasuh kaki saja tidak sampai mata kaki?"

"Tidak sah wudunya, Ustaz. Maka salatnya pun tak sah."

"Jika demikian, apakah akan diterima oleh Allah salatnya? Tentu tidak. Itulah kesia-siaan amal karena tidak seratus persen melaksanakannya. Begitupun dengan iman kita. Yakinlah pada Allah sepenuhnya. Kita boleh menuliskan jutaan rencana, tetapi biarkan Allah yang jadi penentunya, Nak, berapa usiamu sekarang?" Ustaz Tian bertanya hati-hati.

"Dua puluh enam tahun, Ustaz."

"Maukah kau kubantu?"

Kayyis terperangah. Begitu ringannya Ustaz Tian. Padahal, mereka baru kenal. Namun, Ustaz Tian sudah menawarkan bantuan. Tak ada intonasi hinaan yang ditangkap pendengarannya. Wajah Ustaz Tian juga tenang, tak ada tatapan mengejek.

"Bagaimana? Mau, tidak? Tapi ada syaratnya, mengkaji Islam secara kafah atau sempurna, Nak!"

Tentu saja hati Kayyis berbunga. Siapa yang tidak mau mengaji? Sedari kecil dia mengaji pada almarhum mamaknya. Pengetahuan tentang adab, sejarah Islam, dan hukum-hukum Islam dia peroleh dari mamaknya. Tidak ada satu pun madrasah yang mau menerimanya karena dianggap speech delay. Akhirnya, Mamak mendidiknya sendiri tanpa sekolah formal maupun nonformal. Bahkan, urusan kebutuhan hidup, Mamak telah mengajarinya.

"Mau, Ustaz."

Jawaban itu yang membuat Kayyis tegar dengan segala bully yang menimpa di kampungnya. Bahkan, ia sudah melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Dengan sekuat tenaga, dakwah dijadikannya poros hidup. Solitude masa lalu yang membingkai jiwanya, kini telah hangus karena cahaya Islam. Dia berkomitmen tinggi untuk berjuang melanjutkan kembali kehidupan Islam, dimana syariat Islam akan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan oleh institusi negara.

"Apa yang sedang kaupikir, Nak?"

Kesadaran Kayyis kembali di langgar yang menjadi tempatnya bersujud lima belas menit lalu. Ustaz Tian sudah ada di hadapannya. Dia sesaat lagi akan melamar salah seorang putri kerabat Ustaz Tian. Seserahan dan hantaran sudah disiapkan Ustazah Qonita, istri Ustaz Tian. Rasa haru menyeruak di hati Kayyis.

Kehadiran mereka disambut hangat keluarga Anindya. Jantung Kayyis berderap lebih kencang saat Ustaz Tian mengutarakan maksud kehadiran mereka. Jeda waktu membuat solitude itu terbayang dalam kalbu  Kayyis. Harap-harap cemas sempat menguasainya. Namun, pandangan lembut Ustaz Tian memberi sinyal agar tenang dan mengembalikan semua urusan pada Allah.

Solitude itu benar-benar sirna tatkala lamarannya diterima. Bahkan tak kalah mengejutkan, Abah Anindya meminta saat itu juga mereka menikah. Masyaallah. Derai air mata Kayyis sungguh tiada terhenti. Dia hanya kenal Anindya dari Ustazah Qonita. Dia percaya seratus persen pada Ustaz Tian dan istrinya. Ijab qobul berjalan lancar dan khidmat, disaksikan keluarga inti Anindya, Ustaz Tian, dan Ustazah Qonita. Maharnya adalah kalung emas peninggalan almarhumah Mamak.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Beginilah Cara Islam Mengatur Pelaksanaan Ibadah Haji
Next
Indahnya Berjamaah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram