Prahara Cinta(part 7: Patah Hati)

"Maryam mencoba setegar itu, padahal hatinya menampung perih yang teramat. Ia lupa, bahwa Allah cemburu saat manusia lebih mencintai hamba."


Oleh : Solehah Suwandi

NarasiPost.Com-Usai membeli kaus kaki, Aleena bergegas pulang ke tempat kost. Sepanjang jalan mengendarai motor, ia tak mampu menahan air mata. Rasanya sakit sekali dan sangat kecewa. Perasaannya kacau tak beraturan.

Sampai di tempat kos, Aleena segera masuk kamar. Ia tutup pintu dan jendela rapat-rapat, lalu menangis tanpa suara. Ia menyayangkan kenapa Hasan sudah menikah?

“Ya, Allah!”

Aleena menarik kerudungnya kasar. Ada rasa menyesal dalam jiwanya telah berubah. Ia mengacak semua peralatan makeup yang berada di atas meja hingga menimbulkan dentingan tak beraturan dan cerminnya pecah.

Di luar kamar, ada Maryam yang mengetuk pintu. Ia bergegas ke kamar Aleena karena mendengar suara kaca pecah.

“Kak, apakah baik-baik saja?” tanya Maryam khawatir. Ia meminta agar Aleena membukakan pintu. Aleena terdiam. Ia tak ingin ditemui siapa pun.

Di luar, Maryam mendapat pesan dari Aleena.

[Maaf Dek, aku ingin menenangkan diri dulu. Biarkan aku menumpahkan segala rasa hari ini. Aku ingin menangis sepuasnya]

Maryam mengernyitkan dahi. Ada apa? Tapi ia memilih diam dan kembali ke kamarnya.
**
Di sebuah rumah minimalis, sepasang kekasih yang sangat serasi, baru saja memasuki rumah. Rasa lelah akibat perjalan membuat keduanya segera merebahkan tubuh di atas kasur lantai yang terletak di ruang tengah.

Dek, ko diam saja sejak pulang dari toko?” tanya Hasan penasaran pada Annisa. Sejak pertemuan dengan Aleena, ia diam sepanjang jalan. Bila Hasan tak memulai pertanyaan, Annisa tak mengatakan apa pun.

Dek.”

Hasan mengubah posisinya menghadap ke arah Annisa. Ditatapnya wajah sang istri dengan penuh cinta. Annisa sesaat menatap Hasan, lalu membalikan badan dan cemberut.

Siapa wanita yang di toko tadi?” tanya Annisa kesal.

“Yang mana, Sayang?

Itu tadi, yang mau nangis saat tahu kakak sudah nikah!” Suara Annisa sedih. Namum, terdengar manja.

Oh … Aleena?”

Annisa diam saja. Hasan segera membalik tubuh istrinya. Ia cubit hidung Annisa.

Istriku cemburu rupanya.” Hasan menggoda.

Siapa yang cemburu! Kakak kelihatan dekat sekali.”

Suara Annisa mulai bergetar. Matanya berkaca-kaca. Wanita cantik berhidung mancung itu memang sangat cemburu. Ia bisa merasakan, kekecewaan Aleena saat mengetahui ia istrinya. Tatapan Aleena pada Hasan pun berbeda. Ia tahu, jika Aleena menyukai suaminya.

Sayang … cinta dan kasihku hanya untukmu seorang. Tak ada wanita lain yang aku cintai setelah ibuku selain engkau. Percayalah!” kata Hasan lembut. Ia mengecup tangan istrinya dan mengusap air mata yang luruh di wajah bening itu. Baru pertama, ia menyaksikan istrinya begitu cemburu.

Maafkan aku, ya, sudah membuatmu menangis,” pinta Hasan menyesal, mengapa harus bertemu Aleena di toko, kalau hanya membuat istrinya menangis.

Sayang, jangan menangis. Aku tak ingin membuatmu sedih.”

“Aku menangis, karena aku bahagia, Kak, memiliki suami sepertimu. Kau begitu mencintaiku. Bimbing aku selalu sayang, jangan pernah meninggalkan aku,” lirih Annisa.
Mereka saling tatap dengan penuh cinta. Dan hilanglah segala rasa yang membuat gundah.
**
Malam kembali menyapa. Begitu waktu berputar, hingga masa yang Allah titahkan berakhir. Setelah setengah hari Aleena menangis. Patah hati yang ia rasakan begitu parah. Baru sekali ia jatuh cinta. Namun, harus berahir terluka.

Setelah salat isya, Ia pergi ke kamar Maryam. Ia merasa harus mengisi keimanannya dengan bercerita pada Maryam. Aleena mengetuk pintu, yang tak lama segera dibuka.

“Mar!” Aleena langsung memeluk Maryam, sampai terisak. Gadis itu membiarkan kakak tingkatnya menumpahkan segala rasa. Setelah Aleena merasa puas, ia melepas pelukannya.

Ada apa Kak? Apakah ada yang menghinamu di kampus?” tanya Maryam lembut. Ia tatap wajah Aleena yang setengah bengkak.

“Mar, aku patah hati,” jawabnya singkat.

“Emh, maksudnya gimana, Kak?

“Mar, aku butuh nasehatmu. Keimananku hampir saja berkurang. Mungkin aku kurang ikhlas dalam berhijrah. Mar, tolong aku.” Aleena terisak.

Maryam menggenggam tangan Aleena. Di benaknya banyak sekali pertanyaan, tapi ia harus sabar.

Coba jelaskan, mengapa Kak Aleen patah hati?”

“Mar, sebenarnya, aku mencintai Hasan,” suaranya tercekat.

Mendengar itu Maryam meneguk ludahnya. Dalam hatinya, ia juga berkata bahwa dirinya juga mencintai Hasan.

“Terus?

“Mar, ternyata Hasan sudah menikah!

Aleena kembali tergugu. Seketika tubuh Maryam menghangat. Ia sama kecewanya mendengar kenyataan itu.
Allah, beginikah saat berharap pada manusia? Kecewa. Batin Maryam pilu. Namun, sekuat tenaga ia mencegah agar air matanya tak mengalir. Bagaimana bisa ia bisa melemah jika orang yang datang padanya minta penguatan? Maryam tampak menarik napas. Sejatinya ia sedang menasihati dirinya juga.

Kak, tak perlu dirisaukan jika memang itu kebenaran Kak Hasan. Banyak lelaki di dunia ini, Kak. Apalagi, jodoh sudah diatur oleh Allah. Kakak tenang, ya. Jangan bersedih. Ingat, nanti Allah marah, bila kita terlalu mencintai mahlukN-ya.

Tapi, Mar, rasa itu sudah terlalu dalam. Aku terlalu berharap padanya.

Ya sudah, kalau begitu, ganti harapan kita hanya kepada Allah, jangan pada manusia.”

Maryam mencoba setegar itu, padahal hatinya menampung perih yang teramat. Ia lupa, bahwa Allah cemburu saat manusia lebih mencintai hamba. Maryam mengucap istigfar berkali-kali.
Ini juga kali pertama Maryam mencintai laki-laki, dan harus segera merasakan patah hati.

Aleena masih belum menerima nasihat Maryam. Pikirannya malah mencari-cari cara agar tetap memiliki Hasan.
Jalan satu-satunya adalah poligami.[]


photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Ketika Generasi Kehilangan Jati Diri
Next
Politik Balas Jasa, Merusak Tatanan Negara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram