Mentari di Kala Senja

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar," suara takbir dilantunkan Rohmat. Lelaki dengan tinggi 170 cm dan sudah tampak beruban itu langsung sujud syukur di samping kursi yang ia duduki."

Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Beli ini aja, Dek?" kata kasir sebuah mini market.

Seorang anak perempuan berseragam merah putih dengan kerudung sepinggang itu pun mengangguk.

Tak lama, perempuan paruh baya bergamis hitam dan berkerudung cokelat menghampiri.

"Sudah belinya? Tidak ada yang ketinggalan?" kata perempuan itu dengan suara parau.

Anak perempuan itu menggelengkan kepalanya.

"Oh, ke sini sama nenek ya?" ucap kasir sambil menyerahkan belanjaan.

Tanpa menjawab, anak itu memegang tangan perempuan yang ada di sampingnya sembari berjalan keluar mini market.

……….

"Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah," begitulah zikir terakhir Asiah yang dilanjutkan dengan memanjatkan doa.

Salat Subuh kali ini, suami Asiah yang bernama Rohmat, tetap menjadi imam salatnya. Asiah dan Rohmat telah menikah 20 tahun lamanya.

Pasangan suami istri itu memanjatkan doa dengan khusyuk berharap Allah mengabulkan doa-doa mereka. Asiah menitikkan air mata saat salah satu doa dipanjatkan oleh suaminya.

"Dek, mas nyapu halaman depan dulu, ya?" kata Rohmat sambil menyalami istrinya.

Asiah mengangguk dan kembali memanjatkan doa. Usia Asiah sudah 43 tahun dan suaminya 48 tahun. Asiah merindukan suara tangis anak kecil di dalam rumahnya.

Meski setiap bulan suara anak-anak kecil pasti mendatangi rumahnya, namun ia ingin suara itu ada setiap hari di rumahnya. Tak ingin larut dalam doa, Asiah segera merapikan mukena dan pergi ke dapur menyiapkan sarapan untuk suaminya.

.……

"Dek, Mas berangkat dulu ya? Bajunya sudah Mas cuci. Minta tolong dijemurin, ya?" ucap Rohmat sebelum berangkat mengajar ke sekolah.

"Mas enggak perlu nyuciin baju kita tiap hari. Sudah dibantu nyapu dan rapi-rapi rumah aja, Adek sudah cukup," jawab Asiah.

"Sudah, Adek jangan capek-capek, ya?" jawab Rohmat yang segera menyalakan sepeda motornya.

Asiah hanya tersenyum. Ia tahu maksud dari perkataan suaminya. Dalam hatinya, ada rasa lelah yang menggelayut. Ada rasa letih dalam sebuah penantian.

Tapi, ia tak boleh pesimis. Sebab muslim tak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Ia lantas teringat akan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Az-Zumar ayat 53.

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

"Katakanlah, Wahai hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Selain itu, Ia harus menaati suaminya selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Meskipun, dalam hati kecil, ia bertanya-tanya, sampai kapankah ia harus berharap?

Setelah Salat Duha, Asiah membuka mushaf Al-Qur'an yang cukup usang di rak buku rumahnya. Ia membaca setiap ayat dengan tartil dan meresapi terjemah Al-Qur'an dengan saksama. Hingga sampai pada surah Al-Anbiya' ayat 89-90.

Air mata Asiah kembali menetes. Ia beristigfar memohon ampun atas prasangka yang ia lakukan beberapa hari belakangan.

……

Motor matic hitam Rohmat telah terparkir dengan rapi. Seperti biasa, ia menyapa para rekan guru sambil menyiapkan bahan mengajar. Seorang guru lalu bersuara cukup lantang. Membuat seisi ruang kantor memandang Rohmat.

"Bagaimana, Pak Rohmat? Enggak pengen pake bayi tabung aja? Sebentar lagi pensiun, lho," kata guru di sekolah menengah atas tersebut.

"Saya yakin saja sama Allah, Pak Eko. Allah pasti kasih saya keturunan. Kalau enggak di dunia ya di akhirat," jawab Rohmat sambil tersenyum.

Rohmat lalu berjalan menuju kelas meski suara sumbang tetap terdengar di telinganya.

.………

"Bu Asiah kenapa sih enggak nyoba adopsi anak aja? Teman saya habis adopsi enggak lama bisa hamil, lho," kata Bu Tejo kepada Asiah saat tengah membeli kebutuhan dapur di warung Bu Lastri.

"Iya, Bu. Nanti keburu tua, lho? Atau coba minta doa sama orang pinter? Nanti biasanya diberi air untuk di minum," kata Bu Jum ikut bersuara.

"Mohon doanya saja, ya, ibu-ibu. Saya masih berikhtiar dengan jalan yang baik. Jadi, maaf ya, Bu Jum. Saya enggak bakal ngikutin sarannya Bu Jum. Takut dosa saya," jawab Asiah sambil tersenyum.

Tak lama, Asiah pamit pulang meski beberapa pasang mata masih menatap dirinya. Mereka menatap gamis hitam dan kerudung merah hati yang mengulur hingga ke lutut Asiah.

Asiah pulang dengan hati tak nyaman. Meski ucapan Bu Tejo dan Bu Jum bukanlah pendapat yang pertama kali ia dengar, namun ia berusaha menerima semua pendapat itu.

Sebab, Asiah mengingat pesan suaminya, bahwa apa pun yang dikatakan orang, harus dihadapi dengan tenang dan senyuman. Meski pahit untuk ditelan.

Rohmat memang tak ingin mengadopsi anak. Sebab, ia paham segala konsekuensi dan hukum yang berlaku atasnya di kemudian hari. Ia memahami, dalam Islam hukum mengadopsi anak itu boleh dengan ketentuan tertentu. Namun, keyakinan dalam dirinya membuat ia optimis Allah akan mengabulkan doanya suatu hari nanti.

…….

Hari berlalu seperti biasa. Usia Asiah kini telah 45 tahun. Sedangkan suaminya berusia 50 tahun. Asiah sudah tiga bulan tidak menstruasi. Ia berpikir, mungkin inilah waktunya ia mengalami masa menopause.

Ia termenung di ruang dapur, sembari menghadap ke halaman belakang rumah, tempat ia menjemur pakaian. Angin kencang Kota Angin menggoyangkan jemuran dan pepohonan rumahnya. Seakan menggoyangkan pula keyakinan pada dirinya.

"Dek, Adek ngelamun?" tiba-tiba Rohmat ada di depan Asiah.

"Mas, kok sudah pulang?" kata Asiah terkejut.

"Iya, ini 'kan sudah jam dua siang. Adek sejak kapan duduk termenung di sini? Ada yang dipikirkan, ya? Ayo, cerita sama mas," kata Rohmat.

Asiah menggelengkan kepalanya. Ia lalu berdiri dan menyiapkan makan siang suaminya. Setelah itu, ia mengangkat jemuran di halaman belakang. Rupanya langit telah mendung, pertanda hujan akan turun. Hati Asiah menjadi sedih, sepertinya alam turut mengetahui kegelisahan hatinya.

…….

Hari berlalu, Asiah kini lebih banyak diam. Ia mudah sedih karena hal-hal sepele. Seperti masakan yang kegosongan, lupa mengambil jemuran, dan lain-lain. Tubuhnya sering lemas dan pusing. Ia pun tak nafsu makan. Ia juga sering mengalami keram dan nyeri perut.

Rohmat menawarkan Asiah untuk berobat, karena ia sering memiliki hemoglobin yang rendah. Namun Asiah menolak, mungkin inilah rasanya jika orang mengalami masa menopause.
Rohmat tak mau tinggal diam. Ia pun mengajak Asiah untuk memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit. Meski harus berbohong dengan mengajak Asiah keluar untuk pergi ke taman di alun-alun kota.

Benar saja. Dari serangkaian hasil pemeriksaan yang dilakukan, di rahim Asiah, ada kista yang membuat ia mengalami beberapa keluhan. Asiah menangis di ruang dokter. Rohmat pun memeluk dan meneguhkan hatinya.

Dokter Maryam menatap tenang pasangan paruh baya tersebut. Lisannya berusaha menenangkan Asiah dan berharap tangisnya segera reda.

"Bu Asiah, mohon tenang. Saya ada satu kabar penting lagi yang harus ibu ketahui," kata dokter yang berusia lebih muda dari Asiah dan Rohmat.

"Sudahlah, Dek. Tenang dulu. Ini semua qada Allah. Enggak boleh kita menolak qada. Semua pasti ada jalan keluarnya," kata Rohmat menenangkan. Kemeja batiknya basah dengan tangisan Asiah yang berada di atas dadanya.

Setelah Asiah cukup tenang, dokter Maryam tersenyum menatap Asiah. Dokter memegang kedua tangan Asiah, sembari berkata,

"Ibu, meskipun ada kista di dalam rahim Ibu, tapi juga ada janin yang tumbuh di dalamnya," ucap dokter Maryam penuh keyakinan.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar," suara takbir dilantunkan Rohmat. Lelaki dengan tinggi 170 cm dan sudah tampak beruban itu langsung sujud syukur di samping kursi yang ia duduki.

Asiah pun mengikuti langkah suaminya. Ia bersujud di belakang suaminya sembari mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan hauqalah berulang kali.

Asiah kembali menangis. Diikuti dengan Rohmat. Namun kali ini, bukan tangis kesedihan. Tetapi tangis bahagia. Dokter Maryam lalu mengarahkan apa saja yang harus dilakukan selama masa kehamilan dengan kondisi kista yang ada di dalamnya.

Asiah dan Rohmat memperhatikan dengan saksama dan berusaha akan menjaga kandungan Asiah hingga bayi mereka lahir nanti.

.……..

"Ibu, itu Ayah sudah jemput. Ayo pulang," kata anak perempuan berseragam merah putih itu.

Perempuan paruh baya itu tersenyum. Keduanya lalu menghampiri laki-laki beruban yang telah menunggu bersama sepeda motor matic hitamnya.

"Tari tadi beli apa saja?" kata laki-laki beruban itu.

"Tari tadi beli susu dan roti, Ayah," jawab anak perempuan itu.

"Tari, terima kasih ya, sudah mau jadi anak salihah untuk Ibu dan Ayah. Terima kasih juga sudah menjadi mentari di usia kami yang semakin senja" kata ibu paruh baya bergamis hitam dan berkerudung cokelat itu.

"Ya, Ibu. Tari bersyukur punya orang tua seperti Ibu dan Ayah. Ibu Asiah yang penyayang dan Ayah Rohmat yang perhatian. Terima kasih sudah memberikan nama Tari, Mentari Khoiron Nisa. Insyaallah, Tari akan jadi anak salihah" kata anak perempuan itu.

Tak lama ketiganya pun pulang ke rumah. Asiah dan Rohmat sangat bersyukur kepada Allah Swt. Di usia yang semakin senja, Allah menganugerahkan keduanya anak perempuan yang diberi nama Mentari. Meski terkadang Asiah dikira nenek Mentari, namun Asiah dan Mentari tak pernah memikirkan hal itu. Bagi keluarga Asiah, menjalani kehidupan sesuai perintah Allah jauh lebih penting dari pada memikirkan pendapat orang yang tak mengetahui perjuangan hidup kita. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Firda Umayah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com Salah satu Penulis Inti NarasiPost.Com. Seorang pembelajar sejati sehingga menghasilkan banyak naskah-naskahnya dari berbagai rubrik yang disediakan oleh NarasiPost.Com
Previous
Sistem Sanksi Islam, Mencegah Kriminalitas dengan Tuntas
Next
Bariatric Surgery, Potong Lambung demi Sehat?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Reva Lina
Reva Lina
1 year ago

Ya ketika hanya Allah yang kita percayakan semua akan terasa jauh lebih bahagia tanpa mendengar keluhan orang terhadap kita. Dan ketika kita menjalani kehidupan sesuai perintah Allah itu jauh lebih penting dari pada memikirkan pendapat orang yang tak mengetahui perjuangan hidup kita. So jangan dengarkan mereka yang tak tahu apa-apa! Nikmati, Syukuri Libatkan Allah di sepanjang masa pasti bahagia. Barakallah Tulisan yang menjadi pengingat dan sangat bermanfaat ✨

firda umayah
firda umayah
Reply to  Reva Lina
1 year ago

Benar sekali. Barakallahu fiik

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram