Glubelwubel

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)"

Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Dasar glubelwubel!" Atik bersungut-sungut sambil membanting daun pintu.

Ucapan Atik menggiring pandangan trio kembar ke arah sumber suara. Netra mereka mengekor langkah Atik yang tergesa. Bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menghiasi wajah oval kakak kesayangan mereka.

Angin seakan sudah enggan bersahabat dengan manusia. Alih-alih hadirkan kesejukan, angin itu justru membawa hawa panas pada sekujur badan. AC bersuhu 16°C itu diam membisu tatkala beberapa pasang tangan sibuk menggaruk anggota badan yang gatal.

Hawa panas tanpa kesejukan menyapa alam dan manusia dengan sangat mesra. Lambaian barisan daun kelapa di sepanjang jalan menuju rumah tak mampu menyajikan sepiring kesejukan. Ruang ber-AC sekalipun tak mempan hadirkan hawa dingin dalam ruangan. Wallpaper HP Atik menunjukkan cuaca di angka 36°C. Rasa gerah datang bergelombang tiada henti.

Atik merapikan tasnya. Tangannya melepas kerudung dengan kasar. Kalau masih libur sekolah, dia pasti asik bercengkerama dengan boneka kesayangannya untuk mengarungi pulau kapuk. Tanpa permisi, dia duduk di antara trio kembar yang sedang asik berkipas ria.

"Gerah, ya!" ujar Atik sekenanya.

Tak ada sahutan dari trio kembar. Pernyataan retoris kakaknya itu tak memerlukan jawaban. Suara garukan berparade dengan napas-napas yang kepanasan. Silvana dengan lihai menuangkan jus melon segar ke dalam gelas sang kakak. Hal itu membuat Atik berbinar.

"Bismillah," ucap Atik langsung menandaskan segelas jus melon itu.

"Glubelwubel ini menyusahkan beud, deh!"

Trio kembar kembali mengernyitkan kening. Tanpa dikomando, netra mereka menatap Atik. Tampak wajah bingung penuh tanda tanya menghiasi ruangan itu. Pandangan ketiga gadis kembar itu menuntut jawaban pada sang kakak.

"Kompak beud, sih, kalian tuh, mandangnya gitu amat," ucap Atik sambil memasukkan stik kentang ke mulutnya.

Safina menowel hidung kakaknya, "Kak, coba ulang barusan ngomong apa?"

"Glubelwubel?" ucap Atik dengan ekspresi serius diikuti anggukan kepala trio kembar.

Kepala Atik dengan lincah menggeleng ke kanan dan ke kiri secara berulang. Dia mengelus dada kenapa ketiga adiknya ini gak paham. "Itu lho, fenomena pemanasan global."

Silvana, Safina, Sarina kompak ber-O ria. Suara cekikikan tertahan dengan syahdu di rongga mulut mereka. Tak ada maksud menertawakan sang kakak, tapi istilah "glubelwubel" itu menggelitik otak mereka. Global warming bergeser jauh jadi glubelwubel.

"Udah, ketawa aja kalian kalau merasa lucu. Kagak usah ditahan biar kagak jerawatan. Aku tahu kok, global warming namanya," ucap Atik membuat suasana senyap seketika.

Sinar matahari berhamburan di ruang berukuran 4×5 meter persegi saat gorden disibak oleh tangan mungil Sarina. Meski cahayanya tak membuat silau, tetapi rasa panas menjalar pada tiap pori-pori yang disapanya.

"Sekarang dan beberapa hari ke depan diprediksi akan ada heatwave. Global warming yang dimaksud Kak Atik tadi sudah lama terjadi. Bukan semata karena bumi sudah tua," Sarina menerawang ke jalanan luar yang bermandikan cahaya matahati.

Dia kemudian membacakan sebuah berita di salah satu website terkait fenomena alam ini. Namun, pandangan religiusnya turut menjabarkan kenapa mereka merasakan panas yang amat sangat dan membuat kulit mereka harus ekstra keras beradaptasi dengan panas ekstrem ini.

Menurut Sarina, semua ini juga tak lepas dari ulah tangan manusia. Lisannya fasih membaca surah Ar-Rum ayat 41,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ - ٤١

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

"Tapi, ini udah qada Allah juga, 'kan?" sanggah Atik.

"Kakak tahu? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab gelombang panas terjadi?" ucap Sarina.

"Suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari, namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya. Para pakar iklim menyimpulkan bahwa tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering. Itu diberitakan detik.com, lho, Kak," Silvana menambah penjelasan.

Sarina kembali memaparkan pemanasan global atau global warming itu terjadi karena banyak faktor ulah tangan manusia. Sebut saja tren rumah kaca dan produksi listrik dengan batu bara yang menimbulkan emisi global. Kesalahan dalam tata kelola energi oleh negara juga turut andil dalam proses global warming.

Menurut Sarina, negara harus membuat regulasi yang tepat dalam pengelolaan sumber energi, tidak boleh diserahkan pada swasta, asing ataupun lokal karena energi dihasilkan oleh sumber daya alam yang merupakan harta milik umum.

"Tambah panas, deh, dengerin kalian ngomong," Kak Atik kipas-kipas.

"Kira-kira lebih panas mana, Kak, dengan padang mahsyar?" tanya Safina.

"Duh, kok jadi ke sana urusannya?"

"Di sana glubelwubelnya unlimited Kak," ucap Sarina.

Atik mendengus kesal jika sudah berdebat dengan ketiga adik kembarnya itu. Dipikir-pikir, Atik ketinggalan jauh langkahnya. Ketiga adiknya ini semakin jago kalau berbicara, lebih sopan dan berisi ilmu.

Tanpa ia sadari, ada perubahan pada ketiganya. Bukan sebatas pakaiannya yang berubah, kalau ngobrol dengan mereka, Atik seakan diajak berdansa di atas altar keabadian. Selalu dan selalu, mereka mengajaknya berpikir tentang pembaharuan dan kehidupan yang abadi.

Memorinya berkelana pada tiga hari lalu. Di mana Safina mengajaknya memfungsikan akal dengan optimal. Tiga pertanyaan mendasar yang sederhana berhasil membuatnya pusing. Dari mana berasal, untuk apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah mati belum berani ia uraikan.

Kini, pertanyaan lebih panas mana dengan padang mahsyar tersaji sempurna, melengkapi rasa pusing yang belum reda. Jadi menyesal ia berkata glubelwubel di depan trio kembar. Dia akan lebih hati-hati jika berhadapan dengan trio kembar, tetapi nuraninya meronta butuh siraman dari mereka.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Haruskah Memperpanjang Kontrak dengan Freeport?
Next
Paradigma Pentingnya Pendidikan dan Profesi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram