"Kedengkian berhasil menyusupkan makhluk tak kasatmata dalam tubuh Cahaya. Saat bekam, ada darah yang tak wajar keluar dari tubuhnya. Sejak itulah dia mulai ikhtiar rukiah untuk mengusir parasit dalam tubuhnya itu. Bait-bait zikir dan ayat suci senantiasa dilangitkan setiap hari."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-"Abi, pergi dari sini!"
Teriakan dan jerit tangis wanita berjilbab maroon itu menggema di kamarnya yang berukuran 4×3 meter persegi. Sang suami hanya bisa menatap istrinya dengan pilu. Tangisan menyayat hati terus membahana memenuhi ruangan itu. Lantunan zikir dan ayat suci Al-Qur'an terus dilakukan sang suami meski istrinya melolong kepanasan.
Pojok ruangan menjadi tempat nyaman bagi Cahaya. Namun, kali ini rasa panas tak karuan menjalar ke setiap aliran darahnya. Rasa terbakar begitu kuat melahap seluruh tubuhnya. Tangannya hendak menanggalkan jilbab dan kerudung, namun hati dan akalnya masih mampu bertahan untuk menutup aurat dengan sempurna. Apalagi dia sadar, kini di kamar itu tak hanya suaminya, ada roqi' (perukiah) laki-laki yang siap membantunya sembuh. Rasa benci pada suami mencengkeram hatinya.
Meski tak sampai kesurupan, namun Cahaya merasa tersiksa dengan hadirnya makhluk ciptaan Allah yang tak kasatmata. Badannya sering merasakan panas dan sakit tanpa sebab. Hal itu begitu menyiksa, apalagi saat ia merasakan badannya tak mampu dikendalikan. Semua itu bermula saat di tempat praktik yang lama. Mereka mendengar semacam suara ledakan kecil. Ternyata itu teluh yang dikirimkan. Jarum, paku, benang, dan telur busuk tercecer tak karuan di depan teras tempat praktiknya. Sejak itu, gangguan-gangguan aneh nonmedis sering menghampirinya.
Cahaya adalah seorang dokter yang cantik, humoris, sederhana, dermawan, dan ideologis. Dakwah menjadi poros hidupnya. Awalnya, ia mengabaikan hal itu. Namun, lama kelamaan dia merasakan tidak nyaman dengan berbagai gangguan ganjil yang menyerangnya. Bukan hanya rakaat salat yang sering terlupa, mimpinya pun mengerikan. Dia kadang bermimpi berjimak dengan makhluk tak kasatmata itu. Hati dan jiwanya kelelahan dengan serangan beruntun sampai dia pindah rumah.
Tempat praktiknya selalu ramai pasien. Cahaya menginsafi kekeliruannya selama ini yang menuruti hawa nafsu. Dengan alasan kemanusiaan, kasihan pada pasien, dia buka praktik hampir tidak kenal waktu. Bahkan waktu salat magrib yang mepet pun hampir terlewat. Cahaya sering salat di akhir waktu demi mendahulukan pasien.
Harta terkadang menjadi batu sandungan dalam menegakkan keimanan. Nuraninya berkata bahwa itu demi misi kemanusiaan. Pasien membutuhkan dirinya. Dedikasi dan kontribusi hadir di sela-sela kesibukan dalam rutinitas praktik yang padat. Cahaya menganggap kesibukannya adalah buah cinta, nyatanya bukan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, kecintaan Cahaya pada praktiknya mengundang hasad para pendengki. Maka, datanglah teluh yang membelenggu diri.
Kala itu, Cahaya dan suaminya memang memiliki rencana membangun rumah dan tempat praktik sendiri. Niat mulia itu diwujudkannya dengan fokus membuka praktik dan bekerja sepanjang hari. Tabungannya kian gendut seiring ramainya pasien dan double income bulanan yang bertandang. Sejauh itu, Cahaya merasa baik-baik saja meski sudah ada tanda teluh sedang mengintai.
Kedengkian berhasil menyusupkan makhluk tak kasatmata dalam tubuh Cahaya. Saat bekam, ada darah yang tak wajar keluar dari tubuhnya. Sejak itulah dia mulai ikhtiar rukiah untuk mengusir parasit dalam tubuhnya itu. Bait-bait zikir dan ayat suci senantiasa dilangitkan setiap hari. Semakin hari, gangguan menari-nari dalam keharmonisan rumah tangga Cahaya. Kerap kali dia baku hantam dengan suami tercinta. Beruntung, Allah masih menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Pasien mereka pun tetap setia meski orang yang dengki dan hasad sering berkirim teluh secara periodik.
Selain rukiah syar'i, Cahaya meningkatkan tadzkiyatun nafs dan taqarub ila Allah. Kini dia menjalani proses pengobatan agar terlepas dari gangguan jin dan teluh kiriman dengan penuh kesabaran. Dengan mengharap kesembuhan dan rida Allah semata, Cahaya rutin berobat, rukiah, gurah, dan bekam. Dia pun tetap istikamah berdakwah, rajin salat malam, dan tadarus Al-Qur'an.
Suatu waktu, dia pernah kabur dari rumah saat subuh. Sampai dia berani mendatangi poli jiwa untuk sembuh, namun dari hasil diagnosis dokter jiwa, tak ada gangguan jiwa dalam dirinya. Begitu pun saat Cahaya merasakan sakit tiada terkira di area perut, dia merasa ditusuk paku atau jarum. Dia akhirnya dirawat di rumah sakit karena didiagnosis apendisitis. Namun, hasil laboratorium menyatakan kondisinya normal. Rasa sakit itu lenyap saat dibacakan ayat rukiah.
Kegigihan dan keistikamahan Cahaya dan suaminya dalam ikhtiar sembuh membuahkan hasil. Hanya jerit tangis yang tersisa. Selebihnya, ketenangan jiwa lebih mendominasi. Bait-bait zikir, ayat suci, dan doa mengangkasa, membuat pasangan nakes itu semakin romantis dan terus mendekat pada Allah Swt. Mereka tak lagi terjebak delusi cinta. Mereka tetap enjoy membuka praktik dengan idrak silah billah. Cahaya semakin optimis menapaki hari untuk terlepas dari segenap ain, teluh, ataupun jin nasab. Dia meyakini, Allah pasti akan membebaskannya dari ujian itu.[]