Saksi Bisu

Saksi bisu

Dengan patung wajah itulah si pelaku bisa ditangkap, tapi dibebaskan lagi karena saksi bisu kami lemah. Si pelaku dari keluarga terpandang.

Oleh. Andrea Aussie
(Pemred NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebuah ketukan di daun pintu rumahku mampu menghentikan tanganku yang sedang melipat sajadahku. Seorang laki-laki paruh baya berpenampilan sangat sederhana memperkenalkan diri sebagai Pak Kumar.

Maafkan saya jika kedatangan saya mengganggu Pak Ilham. Saya mendapat info dari seorang  yang mengatakan bahwa Pak Ilham sering membantu orang-orang seperti saya. Beliau memberikan alamat Bapak kepada saya.“ kata Pak Kumar hati-hati.

Siapa orang itu?” tanyaku bingung.

Pak Hans dari kepolisian!”

“Oh Hans ya? Ya saya mengenalnya dengan baik, bahkan kawan karib. Apa yang bisa saya bantu pak Kumar?”

Bantu saya mencari keadilan untuk putri saya!”

“Maksudnya? Bolehkah menceritakan masalahnya dengan jelas?”

Setahun yang lalu putriku diperkosa oleh seorang pemuda, anak pejabat terkemuka di kota kami. Kami bertetangga dan rumah kami hanya di apit dua rumah.Saat itu saya dan istri pergi ke desa tetangga karena saudara ipar saya meninggal. Menurut putriku, ketika dia sedang tidur tiba-tiba ada yang membekap mulutnya. Putriku berusaha melawan sekuat tenaga saat orang itu mau memperkosanya. Putriku sempat meraba wajah orang itu dan mencakar lengan kirinya. Namun, pihak kepolisian membebaskan si pelaku karena kami tak punya bukti kuat dan hanya memiliki saksi bisu!” kata Pak Kumar sambil menahan tangis.

Saksi bisu? Maksud Pak Kumar?”

Karena bukti dan saksi kami hanya patung wajah si pelaku! Dan luka di pergelangan si pelaku sudah tiada.”

Patung wajah? Saya semakin tidak mengerti. Coba jelaskan semuanya !”

Putriku buta. Dia hanya bisa meraba dan mendengar. Kami melaporkan kasus ini ke kepolisian dan yang menangani Pak Hans. Awalnya keluarga pelaku mencoba menutup mulut kami dengan imbalan uang yang sangat banyak tapi kami menolaknya. Si pelaku pernah mendatangi putri saya dua kali. Yang pertama saat terjadinya perkosaan dan yang kedua saat dia mengancam putri saya untuk mencabut laporannya. Dari dua pertemuan itulah putri saya merekam wajah si pelaku dan mengukirnya dalam sebuah patung menyerupai wajah si pelaku. Dengan patung wajah itulah si pelaku bisa ditangkap, tapi dibebaskan lagi karena saksi bisu kami lemah. Apalagi keluarga si pelaku menggunakan jasa pengacara terkenal di negeri ini.

“Siapa pengacara mereka?”

Pengacara Togu dan Faisal!”

“Wah, mereka terkenal sebagai pengacara licik dan sering bermain kotor!” jawabku geram. ”Pak Kumar, insyaallah saya akan menolong putri Bapak. Tapi saya perlu bertemu dengan putri Bapak dan harus mengumpulkan banyak bukti untuk dibawa ke pengadilan lagi. Kita akan mencoba mengajukan peninjauan ulang kasus ini, semoga saja kasusnya belum SP3!" kataku mantap

SP3 itu apa ya Pak?”

“SP3 itu merupakan surat perintah penghentian penyidikan yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian untuk memberitahu pihak penuntut umum bahwa perkaranya dihentikan. SP3 ini berdasarkan keputusan Jaksa Agung no.518/A/J.A/11/2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana." kataku lembut.

Wah saya kurang paham hal tentang itu. Saya serahkan saja kasus putri saya kepada Bapak Ilham. Saya pamit dulu dan tolong bantu kami mencari keadilan.“ kata Pak Kumar seraya bangkit dari duduknya.

Aku tersenyum dan mengantar Pak Kumar keluar dari rumahku.

***

Di hadapanku duduk seorang gadis yang tersedu-sedu menceritakan kisah kelamnya. Matanya yang buta tidak mengurangi kecantikan parasnya. Gadis yang bernama Arum dan masih berusia 16 tahun merasakan dunianya hancur setelah kehormatannya direnggut paksa oleh pemuda yang tidak dikenalinya. Dia ingin si pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal akan perbuatannya.

Dari wawancaraku dengan Arum dan keluarganya aku mencatat banyak hal yang bisa kuungkap kembali untuk bahan persidangan. Hatiku sempat kaget dan kagum saat menyaksikan satu ruangan rumahnya yang penuh dengan patung-patung karya Arum. Karya seni luar biasa yang dimiliki gadis bertalenta.

Selain sibuk mencari tambahan bukti, akupun sibuk mempelajari lebih teliti berkas-berkas kasus Arum yang diserahkan pihak kepolisian. Masih kuingat percakapanku dengan sahabatku Hans di kantor kepolisian.

“Kau tahu Ilham, aku yakin kalau dialah pelaku pemerkosaan terhadap Arum.“ kata Hans saat itu.

Tetapi kenapa kamu dan pihak kepolisian tidak menangkapnya?” tanyaku menatap tajam.

“Bukti dan saksi dari pihak korban kurang cukup untuk diajukan ke pengadilan. Pihak kejaksaan menolak berkasnya jadi untuk sementara kasus ini ditunda tetapi belum SP3. Semoga saja kau bisa membantu mereka.”

“Aku sangat kecewa dan geram saat hukum dipermainkan oleh segelintir orang. Hukum yang tumpul ke atas namun sangat tajam ke bawah. Seperti kasus Arum yang buta ini !” jawabku ketus.

Waktu terus berjalan. Seolah mengejarku untuk segera menyelesaikan kasus Arum ini. Hingga akhirnya berkas dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan ke pengadilan tinggi.

Di pengadilan seorang pemuda berusia 24 tahun duduk di kursi terdakwa. Pemuda bernama Randy berpenampilan layaknya anak orang kaya yang tak mengenal etika. Wajah dan rambutnya persis sama dengan patung wajah karya Arum.

Kulirik Togu dan Faisal sebagai pengacara Randy yang dengan pongah mengatakan bahwa kasus ini tidak semestinya diperkarakan mengingat tidak ada bukti dan saksi yang kuat. Apalagi hanya mengandalkan patung wajah yang merupakan saksi bisu! Menurut mereka Randy tidak selayaknya jadi tersangka.

Sidang terus berjalan sengit. Togu dan Faisal terus menyerang orang tua Arum dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan kasus ini. Bahkan, mengungkit masa lalu ibunya Arum yang pernah menikah 2 kali dan menuduh bisa saja pelakunya adalah mantan suami ibunya.

Togu juga gencar menyerang Arum saat dia tampil dipersidangan. Togu sengaja memberikan pertanyaan-pertanyaan pahit agar mental Arum jatuh, sehingga keterangannya bisa dianggap bohong oleh Hakim. Bahkan, dengan tega menuduh Arum sengaja memanggil Randy melakukan persetubuhan itu atas suka sama suka. Beruntung aku sudah melatih Arum agar tetap kokoh pada pendiriannya dan tidak terpengaruh oleh ucapan apa pun dari pengacara Randy. Apalagi pengacara Togu yang terkenal licik dalam menangani berbagai kasus.

Sidang terus bergulir sengit. Banyak saksi yang dihadirkan pihak Randy rata-rata melindungi Randy. Bahkan pihak Randy mampu menghadirkan sebuah video tentang keberadaan Randy saat peristiwa perkosaan terhadap Arum terjadi. Sebuah video yang berisi Randy dan dua temannya sedang main biliar. Video itu seolah menepis bahwa Randy tak ada di tempat Arum.

Aku tidak mau menyerah dengan kasus Arum ini. Berkali-kali kutonton video itu di kantorku. Aku merasakan ada sesuatu kejanggalan bahwa video itu hasil editan. Aku juga memiliki kecurigaan kepada petugas biliar dan teman Randy yang sengaja melindungi Randy.

Aku terus membandingkan video itu dengan foto ruangan biliar yang sempat kudatangi. Tiba-tiba mataku tertuju pada objek chalk dan meja minuman yang hilang di video. Padahal, di setiap meja bar kehadiran chalk sangat penting. Chalk merupakan perlengkapan yang digunakan untuk melapisi bagian atas dari stik biliar agar tidak terjadi slip pada persinggungan antara tip dan cue ball.

Segera kutelpon Hans dan kuceritakan penemuanku tentang keganjilan video itu. Akhirnya kami mendatangi tempat biliar lagi dan memeriksa langsung ruang CCTV dan meminta hasil rekaman CCTV pada tanggal terjadinya kasus pemerkosaan terhadap Arum. Hasilnya membuat kami bernapas lega saat petugas CCTV itu mengaku bahwa pengacara Randy sengaja menyogoknya dengan sejumlah uang untuk mengedit dan merekayasa Randy main biliar. CCTV yang asli menunjukan bahwa Randy tidak ada di tempat billiar yang ada hanyalah 2 temannya yang jadi saksi.

“Tuan Hakim yang terhormat. Kami dari tim pembela korban sudah berusaha memberikan kesaksian dan bukti-bukti untuk mengungkap fakta kasus pemerkosaan terhadap korban oleh terdakwa Randy. Kami juga sudah berusaha menjawab bukti dan kesaksian dari pihak terdakwa yang terindikasi banyak kebohongan. Memang benar bahwa pihak kami hanya memiliki saksi dan bukti berupa patung wajah si pelaku dan si korban. Untuk itu kami memohon nurani para hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada pihak terdakwa Randy.” kataku dalam sesi kesimpulan sidang.

Tuan Hakim yang terhormat. Pengadilan sudah semestinya menolak gugatan Nona Arum terhadap klien kami bernama Randy. Bukti dan saksi yang dihadirkan pihak penggugat sangat lemah. Apalagi dengan bukti dan kesaksian bisu sebuah patung wajah. Benar-benar tidak masuk akal. Bisa saja patung wajah itu dibuat oleh orang lain. Rasanya mustahil jika nona Arum yang buta bisa membuat patung wajah itu hanya dengan dua kali meraba wajah si pelaku saat menerima kekerasan dari si pelaku.. Rasanya mustahil. Jadi Tuan Hakim, mohon pengadilan membebaskan klien kami Randy dari tuduhan kasus nona Arum dan membebani biaya pengadilan ke pihak nona Arum!” kata Togu dalam eksepsinya.

"Jika benar para hakim dan pengacara terdakwa meragukan keahlian nona Arum dalam melukis patung wajah, maka tak ada salahnya jika kita memanggil lagi nona Arum untuk menunjukan keahliannya. Mungkin Tuan Hakim bisa memutuskan siapa yang layak untuk dibuatkan patung wajah oleh si korban?” jawabku sambil tersenyum simpul. Aku yakin pengacara Randy akan masuk perangkapku.

Hatiku bersorak saat para hakim mengabulkan permohonanku untuk menghadirkan Arum membuat patung seseorang. Hakim memutuskan Arum akan melukis wajah salah seorang dari hakim wanita dihadapan semua hakim dengan waktu yang ditentukan. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Patung wajah itu hampir 99% sama dengan wajah hakim yang ditunjuk. Arum membuktikan diri walaupun dia buta matanya, namun mata batinnya mampu melukis wajah seseorang hanya berbekal satu kali rabaan wajah orang yang mau dilukisnya.

Enam bulan kemudian hakim memberikan keputusan atas kasus Arum ini. Hakim menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun kepada Randy. Randi didakwa dengan pasal 297 KUHP tentang perkosaan kepada korban di bawah umur dan kekerasan serta ancaman.

Sinar bahagia terpancar di wajah keluarga tua Arum. Terlebih Arum yang selama dipersidangan selalu bercadar tampak bola matanya keluar tetesan bening kebahagiaan.

"Pak Ilham, terima kasih sudah memperjuangkan keadilan untuk saya dan keluarga.” kata Arum terbata-bata seraya membuka cadarnya. “Saya hanya mengenal suara Pak Ilham dan meraba-raba sosok pak ilham dengan imajinasi yang saya buat yang belum tentu ada benarnya. Jika Pak Ilham mengizinkan, bolehkah mengizinkan saya meraba wajahmu agar saya bisa melukisnya sebagai rasa terima kasih saya kepadamu?”

Tolong maafkan saya Arum. Rasanya tidak etis jika aku mengabulkan permintaanmu meraba wajahku. Kita bukan muhrim dan haram hukumnya menurut agama kita. Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda dalam hadis Riwayat Ar-Ruyani,Ath-Thabrani dan Baihaqi yang berbunyi: ”Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”

Selama ini kita dekat hanya sebatas pengacara dan klien. Akupun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga interaksi kita sesuai syariat Islam.

Namun Arum, aku berjanji akan menunggumu!”

“Menunggu saya? Maksud pak Ilham apa?”

Arum, sebenarnya usiaku baru 27 tahun. Aku belum menikah. Aku berniat mempersuntingmu jadi istriku. Tapi mengingat usimu belum genap 19 tahun untuk menikah maka aku harus menunggumu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan hanya diizinkan negara jika pria dan wanita berusia minimal 19 tahun. Jadi untuk saat ini biarlah kamu mengenalku dengan suaraku dan aku akan meminangmu jika sudah waktunya tiba“ jawabku lembut.

Kabut mendung mulai menyisiri ke tempat peraduannya. Membiarkan semburat cahaya keemasan seolah memberi harapan baru untuk Arum akan masa depannya yang cerah.
Dan janjiku akan menunggu tanpa batas waktu agar suatu saat bisa melangkah bersama mengukir dawai kehidupan.

***
Double Bay, 21 April 2024

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Andrea Aussie (Pemred NarasiPost.Com
Andrea Aussie Pemred NarasiPost.Com
Previous
Rupiah Kembali Melemah, Islam Solusinya!
Next
Keluargaku, Surgaku
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
angesti widadi
6 months ago

Mahal sekali idenya mommyy

Deena
Deena
6 months ago

Coba kalau ini dibikin filmnya pasti seru nih!
Barakallah Bu Andrea.. keren

Sartinah
Sartinah
6 months ago

Masyaallah, keren Mom.

Saya membayangkan sulitnya mencari keadilan di negeri di mana uang adalah segalanya. Sering kali hukum diputuskan bukan atas benar dan salah tetapi untuk siapa yang punya banyak uang.

Firda Umayah
Firda Umayah
6 months ago

MasyaAllah, keren banget ceritanya. Barakallah untuk Mom Andrea

Yuli Juharini
Yuli Juharini
6 months ago

MasyaAllah, keren Mom, barakallah.
Tulisan Mom ini, jika dibuat sebuah film, pasti hasilnya bagus. Bravo Mom Andrea! ☺️

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
6 months ago

Amazing lengkap pasal hukum, cerpen ini berkarakter kuat I Like ...sukses always Mommy Andrea barakallah

novianti
novianti
6 months ago

Cerpen dengan kemasan unik. Nampaknya Mom suka dengan tulisan-tulisan detektif ya. Buat saya ga kebayang nulis dengan alur seperti ini. Barokallohu fiik.

Arum indah
Arum indah
6 months ago

Naskahnya always mantul, Mom.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram