"Tidaklah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, kecuali sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan.” (HR. Al-Hakim)
Oleh. Yuli Juharini
NarasiPost.Com-Dengan hati galau, Andini mulai mencuci piring-piring kotor yang menumpuk di dapur. Sesekali tangannya mengibaskan kerudung yang menutup kepalanya itu ke punggungnya. Cukup merepotkan bila mencuci piring dengan berpakaian seperti hendak keluar rumah. Tapi itulah yang terjadi pada Andini, seorang ibu muda dengan satu orang putra yang baru berusia 3 tahun.
Mendiami rumah warisan kedua orang tuanya dengan luas 60 m2, bagi Andini dan suami serta putra mereka sungguh sangat nyaman. Walaupun rumah mereka kecil, namun Andini bersyukur mereka tidak mengontrak rumah. Namun kenyamanan itu sedikit terusik manakala adik dari suaminya datang dari desa untuk mencari pekerjaan dan sementara tinggal di rumah Andini. Adik iparnya itu seorang laki-laki berusia 23 tahun.
Sejak adik iparnya memutuskan untuk mencari pekerjaan dan menetap dengan mereka, sejak itu pula Andini selalu beraktivitas di dalam rumah selayaknya hendak bepergian. Baju gamis lengkap dengan kerudung yang menutup dada, ditambah alas kaki yang menutup kedua kakinya, menjadi pakaian yang wajib dikenakan jika melakukan pekerjaan rumah seperti, menyapu, mengepel, cuci piring, cuci baju, memasak, dan sebagainya.
Andini merasa tidak nyaman di rumah sendiri, gerah, dan panas. Dia, yang biasanya pakai daster pendek ketika beres-beres rumah, kini harus pakai baju yang benar-benar tertutup. Masih segar dalam ingatan Andini, ketika guru ngajinya mengajarkan padanya tentang menutup aurat. Waktu itu membahas tentang aurat yang boleh tampak dan yang tidak boleh tampak di hadapan orang lain.
Guru ngaji Andini mengatakan bahwa dalam surah An-Nur ayat 31 Allah Swt. berfirman yang artinya, "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Dan hendaklah mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita Islam, budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak punya keinginan terhadap wanita, atau laki-laki yang belum mengerti tentang aurat wanita.”
Dari ayat ini berarti adik ipar itu bukan mahram dan wajib hukumnya menutup aurat di hadapannya.
Bisa saja Andini pakai baju panjang dan celana panjang longgar untuk membalut tubuhnya namun dia tidak punya itu. Yang ada baju rumah Andini kebanyakan berupa daster-daster pendek. Alhasil, hanya jilbab dan kerudung juga alas kaki yang setia menemaninya kala beraktivitas di dalam rumah.
Rumah yang ditempatinya juga tidak begitu luas, hingga dia merasa tidak nyaman dengan adanya penghuni baru yang notabene bukan mahram itu. Beruntung bagi Andini, karena ibunya juga tinggal bersamanya. Karena jika suaminya berangkat kerja, ada yang menemaninya di rumah. Tidak hanya sekadar berdua dengan adik iparnya, sementara anaknya masih berusia 3 tahun, belum tamyiz (belum bisa membedakan mana yang baik, mana yang tidak).
Andini juga ingat, guru ngajinya pernah mengajarkan padanya tentang sebuah hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmizi dan Al-Hakim. Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Tidaklah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, kecuali sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan.”
Andini tersentak, seketika lamunannya buyar kala mendengar ada yang memberi salam dari depan rumah. Rupanya suaminya sudah pulang kerja.
"Assalamualaikum".
"Wa'alaikumussalam", jawab Andini sambil mengeringkan tangan dengan serbet setelah selesai mencuci piring sambil melamun tadi. Andini menyambut suaminya sambil tersenyum.
"Sudah pulang, Bi?"
"Iya Mi, Umi lagi apa?”
"Baru saja selesai cuci piring"
Andini dan suami berbincang-bincang sebentar untuk selanjutnya mereka melakukan tugas masing-masing yang selalu rutin dilakukan setiap sore. Seperti memandikan si kecil, menyiram tanaman, dan sebagainya. Suami Andini selalu membantu pekerjaan rumah setelah pulang kerja. Andini menyiapkan makan malam untuk mereka berempat. Sementara adik iparnya tengah berkutat dengan gadgetnya di kamar, edangkan Ibu Andini tengah merapihkan baju yang sudah selesai disetrikanya.
Setelah selasai makan malam dan salat isya, Andini membereskan meja makan. Ibu dan adik iparnya sudah di kamar masing-masing. Tidak berapa lama kemudian, Andini dan suami pun bergegas ke kamar untuk beristirahat, setelah terlebih dulu menidurkan si kecil.
Tepat pukul 02.00 dini hari, Andini bangun. Dan sudah menjadi kebiasaan bagi Andini dan suami untuk selalu melaksanakan salat tahajud. Selesai salat, Andini melihat suaminya sudah tidur pulas kembali, sementara dirinya belum bisa untuk sekadar memicingkan mata. Angannya jauh melambung, memikirkan keadaan yang terjadi di negeri ini.
Andini pernah membaca sebuah berita di media cetak. Dan dia tidak akan pernah lupa dengan berita itu, karena ada korelasinya dengan adik ipar yang sekarang tengah mencari kerja. Berita yang dibaca Andini adalah, di bawah kepemimpinan Bapak Joko Widodo selaku presiden Republik Indonesia, banyak dibangun proyek infrastruktur. Begitu banyak proyek infrastruktur yang didanai oleh negara Cina, hingga tenaga kerja pun berasal dari negara Tirai Bambu tersebut. Bukan hanya tenaga ahli, bahkan sekadar tukang las, buruh kasar, juga didatangkan dari Cina. Padahal semua itu bisa dilakukan oleh anak negeri sendiri. Kemungkinan itulah salah satu sebab mengapa sulit untuk mencari pekerjaan. Pengangguran semakin meningkat. Apalagi di tengah pandemi yang entah kapan akan berakhir.
Angan Andini semakin jauh melambung, membandingan keadaan sekarang dengan jaman di mana ketika negara menerapkan syariat Islam. Dalam negara Islam, sang Khalifah sebagai kepala negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi setiap warga negaranya. Khususnya bagi rakyat yang wajib bekerja terutama laki-laki demi menafkahi keluarganya. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah dalam sebuah hadis riwayat Muslim yang artinya, "Cukuplah seorang muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.”
Sayup-sayup terdengar azan subuh dari musala yang membuyarkan angan-angan Andini.
"Ah, sudah subuh rupanya", gumam Andini. Segera membangunkan suaminya untuk segera melaksanakan salat subuh. Suaminya salat subuh di musala dekat rumahnya sementara Andini salat berjamaah di rumah dengan ibunya. Selesai melaksanakan salat, tidak lupa Andini selalu berdoa agar syariat Islam bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar salat, puasa, zakat, ataupun haji. Melainkan semuanya tanpa terkecuali, termasuk dalam hal kenegaraan. Agar keadilan dan kesejahteraan umat dapat merata. Doa yang selalu diulang-ulang namun dia tidak pernah bosan untuk melakukannya.
Bukan hanya Andini yang berdoa seperti itu, namun ada begitu banyak muslim di luar sana yang melakukannya. Berdoa sambil berusaha, berjuang tanpa kenal lelah demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Kembali pada kehidupan Islam yang diridai Allah Swt.