"Rasulullah saw. pernah bersabda: 'Kecintaanmu pada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli, sisakan sedikit curiga agar cintamu tak buta.' (HR. Abu Dawud dan Ahmad)"
Oleh. Ima Khusi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Ayo taruhan, kalau gue bisa taklukin si Aini. Maka mobil sport kesayangan lo berdua, harus jadi milik gue!" seru Alby menantang kedua temannya Andi dan Anton.
"Yakin lo mau taruhan taklukin Aini? Gue sih setuju aja," sahut Anton yang juga diamini oleh Andi yang tengah asik bermain game.
"Gue juga setuju. Tapi, kalau lo gak bisa taklukin Aini, lo mau ngasih apa ke kita?" ucap Andi kemudian.
"Gue bakal kasih mobil sport gue, sekaligus biayain liburan kalian ke New Zealand," ucap Alby penuh keyakinan.
Alby memang sangat yakin bisa memenangkan taruhan dari kedua temannya. Karena selama ini, pemuda itu selalu berhasil memenangkan setiap taruhan yang diberikan teman-temannya dalam menaklukkan wanita cantik di kampus.
Alby selalu bisa menaklukkan wanita hanya dalam hitungan detik. Mengencani mereka hanya dalam hitungan hari, setelah itu ia tinggalkan di saat si wanita lagi sayang-sayangnya. Pemuda itu sampai-sampai mendapat julukan playboy high class dengan senyum sejuta pesona yang menaklukkan lawan hanya dengan satu kedipan mata.
Kini, Alby merasa tertantang dan perlu membuktikan diri sebagai playboy high class, saat Minggu kemarin Andi mengatakan, kalau Alby selama ini hanya bisa menaklukkan gadis yang memang sudah tertarik sama Alby. Dan tentunya hal itu akan berbeda kalau Alby bisa menaklukkan gadis yang tak pernah bergaul dan yang tak pernah tertarik padanya. Sehingga jatuhlah pilihan itu pada Aini, aktivis lembaga dakwah kampus yang selama ini terkenal dengan kealimannya. Bahkan, gadis itu tak pernah terlihat bareng atau berdekatan dengan laki-laki. Penampilan gadis itu pun sangat berbeda dengan gadis lain, meskipun sama-sama berkerudung. Aini, senantiasa membalut tubuhnya dengan jilbab lebar dan kerudung panjang untuk menutupi lekuk tubuhnya.
"Jadi, kapan lo mau mulai beraksi dan jadiin Aini pacar lo?" tanya Anton.
"Terserah kalian, sekarang juga boleh," jawab Alby tenang. "Tapi kalau boleh tahu, kalian mau ngasih gue waktu berapa lama?" imbuhnya.
"Dua hari," ucap Andi.
"Gila! Aini ini beda dengan yang lain, Bro. Ya gak bisa secepat itu, dong." Alby mendelik ke arah dua temannya itu. Secara gadis yang akan ia dekati kali ini benar-benar belum akrab dengannya, meskipun mereka sekelas.
"Empat belas hari, dan saat itu, status lo sama Aini haruslah sudah pacaran," ucap Andi dengan senyum menyeringai.
"Oke, deal!"
Jadilah sejak saat itu Alby mulai mendekati Aini, dari mulai pura-pura menanyakan tentang pelajaran, hingga pura-pura meminjam buku, atau minta buletin dakwah, karena gadis itu selalu aktif membagi-bagikan buletin.
Namun, akhir-akhir ini Alby merasakan hal yang aneh dalam dirinya, sejak ia secara aktif mendekati Aini dan mengenal lebih dekat tentang gadis itu, ia merasa ada yang berubah dalam dirinya. Ia yang awalnya mendekati Aini karena ingin memenangkan taruhan berubah jadi penasaran. Bahkan kini ia malah jatuh cinta pada gadis itu.
Memang, jatuh cinta bagi Alby adalah hal yang biasa. Namun, kini terasa berbeda. Ia yang dikenal fasih dan fakih fill love pun merasa minder, gagap, dan tak percaya diri, saat ia hendak mengungkapkan perasaan cintanya pada Aini. Pemuda itu selalu tiba-tiba merasa tak pantas dan tak bisa berkata-kata saat hendak menembak Aini. Entah apa yang membedakan Aini dengan dengan para mantan-mantannya. Apakah karena Aini seorang aktivis, berjilbab, dan alim? Entahlah, yang jelas Alby merasa tak cukup percaya diri untuk mendekati Aini. Bahkan, sampai menjelang akhir dari deadline taruhannya pun, Alby masih belum bisa menjalankan misinya pada Aini. Membuat Anton dan Andi jadi merasa aneh dengan perubahan Alby.
"Gimana, Bro? Sejauh mana hasil lo dekatin Aini?" tanya Andi.
"Entahlah, Bro. Lo tahu gak? Makin ke sini gue makin gak percaya diri dekatin doi, gue merasa banyak dosa. Bahkan, gue merasa gue malah jatuh cinta beneran sama tuh cewek."
"Nah. Bagus dong, kalau lo jatuh cinta. Terus kenapa gak langsung lo tembak saja?"
"Masalahnya bibir gue tiba-tiba gak bisa buka, lidah gue jadi kelu, bahkan suara gue jadi tercekat di tenggorokan tiap berhadapan sama dia." Alby meremat kepalanya sendiri, merasa frustasi atas apa yang tengah terjadi padanya.
"Jadi lo mau ngaku kalah, nih, ceritanya?" celetuk Anton.
"Eits, gak gitu juga, Bro. Gue masih punya waktu tiga hari buat selesain taruhan kita," kilah Alby terlihat tak yakin, membuat Andi dan Anton hanya bisa mengelengkan kepala mereka. Tampak sekali pemuda itu benar-benar tak ingin menyerah begitu saja, padahal terlihat jelas ketidakyakinannya.
"Bagaimanapun gue harus cari cara agar bisa menarik perhatian Aini, dan mengatasi kegagapan gue agar bisa nembak doi," pungkas Alby.
Pagi ini Alby tampak berdiri di depan musala kampus. Tempat itu ramai sekali, karena saat ini sedang berlangsung acara pengajian. Kali ini Alby membulatkan tekad akan menjalankan misinya menarik perhatian Aini dengan mengikuti setiap kajian yang gadis itu hadiri. Dengan mantap Alby melangkahkan kakinya memasuki musala.
"Assalamualaikum." Alby mengucap salam sembari melempar senyum sejuta pesonanya agar menarik perhatian.
"Walaikumsalam." Seisi ruangan menjawab salam dari Alby. Namun, wajah mereka menunjukkan rona ketidaksukaan atas kehadiran Alby di tempat itu. Merasa diperhatikan seluruh isi ruangan, Alby merasa aneh dan salting juga. Namun, Alby tak mau ambil peduli yang penting ia bisa menunjukkan pada Aini bahwa ia mengikuti kajian, dan pastinya gadis itu akan menganggapnya cowok baik-baik alias saleh.
Alby menatap lurus ke depan, saat ini Aini sedang melihat ke arahnya, membuat dadanya berdetak keras, apalagi saat ini gadis itu malah melangkah menghampirinya. Sejenak pemuda itu merasa kegeeran, apa mungkin gadis itu senang ia hadir di tempat itu.
"E … ehm, afwan, Akhi. Kajian ini untuk akhwat."
"A–akhwat?"
"Iya, akhwat, perempuan, cewek, muslimah." Aini menyebutkan beberapa sinonim tentang akhwat.
Whaaatt!! Bagai disambar petir, Alby langsung pergi meninggalkan musala tanpa pamit. Malu, begitulah yang ia rasakan.
"Bego banget gue. Meski gue pake anting, gini-gini gue masih pejantan tangguh kali," gumam Alby seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hua ha ha ha, jadi lo salah masuk ke pengajian muslimah?" tanya Anton.
"Iya. Gue benar-benar gak tahu kalau itu pengajian cewek only. Secara di pamfletnya itu tertulis kajian Nisa with Aini. Jadi, gue pikir itu kajian, pembicaranya Nisa sama Aini," ucap Alby polos. "Sumpah gue malu banget. Niat hati mau narik perhatian Aini biar dikata alim sekaligus PDKT, eh malah bikin malu," lanjutnya.
"Makanya, lain kali kalau mau PDKT sama cewek alim, lo kudu belajar bahasa Arab dulu. Biar gak salah artiin. Perempuan, wanita atau cewek bahasa Arabnya itu disebut nisa. Ketahuan banget lo kagak pernah ngaji," seloroh Andi sembari mencebik pada Alby yang tampak frustasi.
"Assalamualaikum." Suara salam sejenak menghentikan rumpian khas cowok di rental komputer siang itu.
"Walaikumsalam," jawab ketiganya seraya menoleh ke arah datangnya suara.
"Oh my god, dia di sini!" batin Alby tampak senang apalagi saat Aini memilih komputer di sebelahnya.
"Ehm," dehem Alby dengan senyum sejuta pesonanya bermaksud menarik perhatian Aini.
"Ai, gue minta maaf soal tadi pagi, ya. Gue beneran gak tahu kalau itu kajian khusus untuk cewek," ucap Alby mulai membuka obrolan.
Namun, Aini hanya membalas dengan senyuman manis, membuat siapa pun yang melihatnya menjadi kegeeran termasuk Alby.
"Ai, jujur saja, ya. Lo merasa gak, selama empat semester ini kita ini selalu sekelas, tapi baru semester ini kita bisa ngobrol begini."
Lagi-lagi Alby berusaha untuk terus mengajak Aini bicara. Namun, respons gadis itu tetap saja hanya dengan tersenyum sembari jari-jari tangannya sibuk menekan keyboard komputer.
"Oiya, Ai. Gue mau ngomong serius sama lo."
Kali ini Aini mulai merespons dengan menghentikan sejenak pekerjaan ngetiknya. Berusaha mendengarkan Alby tanpa memalingkan pandangannya dari layar komputer.
"Gue sebenarnya c … c …." Lagi-lagi suara Alby tercekat. Sementara Aini tampak bingung melihat Alby. Dalam hatinya berkata, sejak kapan ada playboy gagap?
"Ma–maaf, sebenarnya gue c … c … cu … cuma mau tanya kira-kira kajian untuk ikhwan kapan, ya?" Seketika Alby terkesiap kok bisa mulutnya jadi tanya tentang kajian.
"Ooh itu," Aini tersenyum renyah. "Datang saja besok bakda Zuhur di masjid kampus," jawab Aini singkat.
Sementara Alby terlihat kecewa, ia gak menyangka kalau mulutnya jadi gagap di depan Aini dan malah menanyakan perihal kajian.
"Duh, bego banget gue," gerutu Alby dalam hati.
Setibanya di rumah, Alby melempar begitu saja tas ranselnya ke sofa. Kejadian beberapa jam lalu benar-benar membuat ia seperti orang bodoh. Apalagi di depan Aini, pemuda itu benar-benar sungguh merasa aneh, kemana kefasihannya dalam kata-kata selama ini, kenapa saat di depan Aini ia jadi gak bisa berkata-kata. Namun, sudah kepalang tanggung mau tak mau ia harus ikut kajian khusus ikhwan yang dikatakan Aini tadi, sebagai laki-laki ia harus memegang ucapannya, karena pantang bagi Alby menarik kata-kata yang sudah terucap.
Tapi masak ia harus mengubah tampilannya? Apa kata dunia? Akankah gelar playboy insaf ada padanya? Begitulah gulatan pemikiran yang ada di benak Alby. Namun, demi cintanya terhadap Aini, apa pun akan Alby lakukan.
Siang itu Alby bersiap untuk menghadiri kajian di masjid kampus. Pemuda itu kini tampak tengah mematut diri di depan cermin dengan memakai baju koko.
"Ternyata gue ganteng juga pake pakaian begini. Gue yakin setelah ini Aini akan jatuh cinta sama gue," ucap Alby terus memutar-mutar badan melihat panampilannya di cermin.
"Pokoknya habis kajian gue harus tembak Aini dan jadiin dia pacar gue, titik!"
Setelah itu Alby bergegas berangkat menuju masjid kampus. Pemuda itu tak ingin terlambat agar bisa ikut salat berjemaah, karena menurut buletin dakwah yang ia baca, salat berjemaah itu wajib bagi laki-laki, dan ia akan mendapat pahala 25 kali lipat.
“Salat seorang laki-laki dengan berjemaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipatgandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat." Begitu kira-kira isi tulisan dari buletin yang ia dapat dari Aini.
Setelah salat Zuhur para hadirin yang kebanyakan para mahasiswa dan mahasiswi kampus itu tampak duduk rapi menantikan kajian dimulai. Tampak di depan seorang ustaz mulai membuka acara dengan mengucapkan salam yang dijawab dengan serentak oleh para audiens.
Di awal, ustaz mengajak semua yang hadir untuk meluruskan niat, kalau saat menghadiri pengajian harus murni karena Allah bukan karena ada maksud terselubung.
Beliau pun mengatakan, terkadang seseorang hadir di pengajian itu niatnya hanya untuk dapat simpati dari pujaan hati alias AHDC (aku hadir demi cinta).
Sontak hal itu membuat Alby merasa tersindir karena memang niatnya hadir di pengajian ini karena ingin mendapat simpati dari Aini.
Pak ustaz pun kembali menjelaskan kalau sah-sah saja hadir di pengajian karena cinta, asal cinta itu hanya untuk Allah dan Rasul-Nya. Karena kalau cinta pada Allah dan Rasul-Nya, hal itu justru dianjurkan.
"Cinta itu sesuatu yang fitrah, cinta itu anugerah, tapi jangan kau buat cinta itu menjadi musibah karena hawa nafsu. Cinta itu sebuah rahmat oleh karenanya jangan buat ia jadi terlaknat karena penyimpanganmu."
"Rasulullah saw. pernah bersabda: 'Kecintaanmu pada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli, sisakan sedikit curiga agar cintamu tak buta.' (HR. Abu Dawud dan Ahmad)"
Seketika Alby bergetar mendengar ucapan pak ustaz. Kata-kata itu mengingatkannya pada tujuan awal hadir di pengajian ini. Bahkan ia teringat bagaimana selama ini ia menjadikan cinta sebagai sebuah permainan, bergonta-ganti pasangan hanya demi kesenangan. Sungguh ia merasa sangat berdosa.
Alby terus mendengar tausiah pak ustaz dengan saksama, hingga tiba pada sesi tanya jawab.
"Pak ustaz, apa mungkin seorang playboy berjodoh dengan seorang aktivis dakwah?"
Terdengar suara dari bagian akhwat, walau terhalang hijab tapi Alby mengenali pemilik suara lembut itu.
"Pertanyaan yang bagus. Sebenarnya Allah Swt. menciptakan semua berpasang-pasangan. Termasuk bagi seorang aktivis dakwah ataupun seorang playboy. Allah sudah mempersiapkan jodoh bagi mereka.
Hal ini Allah berfirman dalam Al-Quran surah An-Nur : 26, yaitu: 'Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)'."
Alby makin bergetar mendengar jawaban pak ustaz. Dadanya terasa sesak, kini ia menyadari kenapa selama ini ia tak pernah bisa mendekati Aini, bahkan walau hanya untuk mengatakan cinta, mulutnya selalu kelu. Ternyata, laki-laki sepertinya memang tak pantas untuk mendapatkan wanita baik-baik seperti Aini. Ia terlalu kotor, bahkan termasuk keji. Karena selama ini ia sering sekali mempermainkan banyak wanita dengan mengatasnamakan cinta.
"Ya Allah, ampunilah hambamu ini. Berilah hamba kesempatan agar bisa memperbaiki diri. Hamba tidak ingin mendapat jodoh wanita yang keji, Ya Allah," batin Alby, pemuda itu menunduk dan menyadari semua perbuatan dan kesalahannya selama ini.
Dalam hati, Alby bersyukur bisa hadir di kajian ini, meski niat awalnya adalah untuk menaklukkan Aini, tapi ia merasa mendapat petunjuk dan hidayah dari mengikuti majelis ini. Ia tak henti bersyukur telah dipertemukan dengan Aini, karena melalui perantara gadis itu, ia menemukan hidayah dan menyadari kesalahan dari perbuatannya selama ini.
"Terima kasih, Ya Allah, terima kasih Aini, berkat lo, gue menemukan hidayah. Gue janji akan berubah dan gak akan melakukan perbuatan gue yang dulu. Mulai sekarang, gue akan jadi playboy insaf dan benar-benar akan tobat." Begitulah azam di hati Alby.
Tamat. []