The Subtle Art of Not Giving a Fuck

Value yang tidak tepat akan menghasilkan stres. Atau lebih tepatnya, dalam Islam ada kendali akidah untuk mengontrol mafahim, maqayis dan qonaat. Dengan ghoyatul ghoyah tetap pada rida Allah, maka value hakiki sudah bisa diraih oleh seorang Muslim.

Judul Asli : The Subtle Art of Not Giving a Fuck
Judul Terjemahan: Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Judul Asli : The Subtle Art of Not Giving a Fuck
Tahun Terbit : 2018
Penulis : Mark Manson
Penerbit : Grasindo
Tebal : 247 Halaman
Peresensi : Lulu Nugroho

NarasiPost.com - Ada banyak seni yang berkelindan dalam kehidupan manusia, salah satunya seni yang satu ini, yakni bersikap bodo amat. Tokoh inspiratif yang ditampilkan Mark Manson di bab awal bernama Charles Bukowski. 'He was a loser," kata Manson. Jika kita membaca latar belakang kehidupannya, nyaris tidak ada yang bisa kita tiru dari pribadinya.

Ia seorang pemabuk dan penjudi. Bahkan di awal ia pun membuat bangunan pemikiran kita porak poranda sebab Manson justru menjadikannya sebagai tokoh inspiratif. Tapi di balik itu, ia populer sebab berhasil menjual puisi dan novel hingga 2 juta kopi.
Walau dianggap mewakili mimpi warga Amerika yang sukses setelah menempuh halangan, rintangan dan hambatan.

Tapi Bukowski malah mengatakan 'Dont Try'. Tertulis di nisan, sebagaimana judul bab pertama di buku karya Manson ini. Try too much terhadap hal yang tidak penting, maka akan semakin membuat stres. Yang terjadi adalah 'Feed back loop from hell', demikian ditulis Manson.

Banyak hal membuat kita stres. Kita terintimidasi oleh TV, iklan, agar memiliki kehidupan yang baik, 'better life is more, more, more'. Menjadikan manusia terobsesi pada hal baru setiap waktu. Inilah persoalannya. Maka segalanya perlu diurai. Happines bukan karena tanpa masalah, justru di setiap kondisi, masalah selalu menyertai.

'Happiness comes from solving problems', kata Mark Manson. Dari sini mulailah bangun pemikiran terangkai kembali. Kuncinya ada pada akidah yang batil. Sekularisme dengan hedonisme dan berbagai kerusakannya, menjadikan ekspektasi tidak realistis. Fokus kita hanya pada hal-hal bodoh, sia-sia dan tidak berguna, karenanya manusia menjadi stres.

So, dont try, atau ojo ngoyo kata orang Jawa. Belajar untuk merelakan dan melepaskan. Kata Manson, 'Let lose and let go' . Bagi seorang Muslim sangat mudah, susun kaidah aulawiyat, niatkan lillah, optimalkan ikhtiar, kemudian tawakal.

Bab berikut terdapat mantra paradoks 'You are not special'. Kita dihadapkan pada cermin yang memperlihatkan betapa 'biasa saja' nya diri kita ini. Maka jangan berhenti berproses. Sebab begitu kita yakini bahwa kita ini tidak sempurna, average, rata-rata saja, standart banget, maka memotivasi untuk berkarya dan berproses.

Beberapa kisah mahakarya justru lahir dari pekerja keras. Mozart seumur hidupnya menghasilkan 600 karya musik klasik, hanya 6 yang dimainkan di London Philharmonic Orchestra. Bethoven juga tak kalah lelahnya, 650 karya, hanya 5 yang dipilih Philharmonic. Sementara Bach 1000, tapi hanya 3 yang diterima. Luar biasa.

Karenanya Manson menyampaikan agar kita jangan fokus pada hasil, tapi berikan perhatian pada proses. Jika tidak, maka akan stres seperti halnya Hiroo Onoda yang berjuang untuk memperlambat Pasukan Amerika, hingga bertahan selama 30 tahun di hutan dan tak menyadari ketika perang telah berakhir.

Begitu pula dengan Dave Mustaine, didepak dari Metallica, membuatnya semakin jatuh dan terperosok. Namun Pete Best sebaliknya, malah berhasil mengubah nilai yang dia pegang dan mengukur kembali hidupnya secara berbeda. Apa yang membuatnya berbeda? Menurut Manson, ada pada value.

Value yang tidak tepat akan menghasilkan stres. Atau lebih tepatnya, dalam Islam ada kendali akidah untuk mengontrol mafahim, maqayis dan qonaat. Dengan ghoyatul ghoyah tetap pada rida Allah, maka value hakiki sudah bisa diraih oleh seorang Muslim.

Buku The Subtle Art of Not Giving a Fuck ini, tidak mengajarkan bagaimana caranya untuk menggapai atau mencapai sesuatu. Juga tidak mengajak kita bersikap acuh tak acuh menghadapi masalah. Namun lebih pada upaya berlapang dada dan membiarkan sesuatu yang tidak penting untuk pergi. Bagi seorang Muslim caranya mudah, yaitu menjadikan Islam sebagai qaidah fikriyah.

Kata Manson, 'When you give better fucks, you get better problems. When you get better problems, you get a better lifes'. Masalah-masalah, membuat kita jadi pintar, mendewasakan kita. Maka tidak perlu menjadikan kita terperosok dan terjerembab. This is the value for suffering. Value yang tidak tepat akan menghasilkan stres.

Dalam Islam, akidah mengontrol mafahim, maqayis dan qonaat. Dengan ghoyatul ghoyah tetap mengharap rida Allah, maka value hakiki sudah bisa diraih. Islam agama yang syamil lagi kamil, menuntun seorang Muslim memiliki sikap positif dalam menghadapi hidup. Selamat menikmati hidup dan teruslah menjadi arsitek perubahan.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Lulu Nugroho Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pemuda, Kembalilah, dan Jangan Terperdaya!
Next
Mulianya Perempuan Dengan Islam Kaffah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram