Khilafah menolak setiap ancaman bahaya dari asing termasuk di bidang kesehatan dan menjamin layanan kesehatan berkualitas sehingga tidak perlu mencari ke luar negeri. Karena pemerintah atau negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat.
Oleh: Aisyah Badmas (Aktivis BMI)
NarasiPost.com -- Dalam acara Outlook 2021: The Year of Opportunity yang digelar secara virtual, Rabu (21/10/2020). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan ongkos yang dikeluarkan setiap tahun untuk wisata medis yang mencapai US$ 6 miliar hingga US$ 7 miliar. Oleh karena itu, pemerintah berkeinginan untuk mendorong investasi Rumah Sakit (RS) asing di dalam negeri. Sejumlah RS asing akan masuk ke tanah air. Mereka berasal dari Australia hingga Singapura. Ihwal wisata medis ini, membuat Luhut memerintahkan BKPM yang dikepalai oleh Bahlil Lahadalia mendatangkan RS asing ke Indonesia. Permintaan Luhut diiringi dengan rencana pemerintah untuk memperbolehkan dan mengizinkan dokter asing lebih banyak di Indonesia. Menurutnya, lewat wisata medis ini nantinya pemerintah ingin Indonesia melakukan diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan serta devisa kita agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera (cnbcindonesia.com, 21/10).
Masuknya RS dan tenaga medis asing bukan lagi wacana. Pemerintah sudah melangkah jauh dengan meminang RS asing beroperasi di dalam negeri. Beberapa RS yang sudah diajak berinvestasi antara lain Mayo Clinic, John Hopkins Medicine, dan Anderson Hospital (market.bisnis.com. 23/10/2020).
Ya, Saat ini dalam Pelayanan kesehatan (healthcare), seolah tidak cukup dengan perdagangan barang (goods) layanan kesehatan dari negara lain, pemerintah menambah wisata medis bahkan Investasi Rumah sakit asing di Indonesia.
Dalam perdagangan barang, terjadi impor peralatan kesehatan dan perlengkapan diagnostik seperti mesin radiologi, alat bantu nafas, dan beragam peralatan lain diproduksi oleh produsen besar di Jepang, Jerman dan Amerika. Bahkan Negara produsen baru lain bermunculan seperti Cina yang memproduksi alat kedokteran gigi, dan India yang memproduksi alat-alat bedah termasuk obat-obatan, dan sudah menjadi pemahaman umum berpotensi korupsi dalam pengadaannya.
Sementara dalam perdagangan jasa, pada awalnya, dalam layanan jasa antarnegara dilakukan telemedicine, teleradiology dan jasa medical transcription services, dimana penyedia jasa layanan bisa berada pada lokasi yang jauh, berbeda negara atau benua, dari pengguna jasa layanannya. Namun, dengan commercial presence pada wisata medis mengharuskan masuknya tenaga kerja asing serta pun berkembang dengan keberadaan investasi (Rumah Sakit) asing untuk beroperasi, tentu hal ini menambah keuntungan bagi asing yakni dapat mendekatkan langsung produksi dengan konsumen serta juga dapat memanfaatkan perbedaan harga faktor produksi seperti tenaga kerja dan investasi yang umumnya lebih murah jika produksi dilakukan di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. Apatah lagi, kepemilikan saham bagi investor asing untuk usaha jasa rumah sakit (RS) di Indonesia mencapai hingga 67% (pdpersi.co.id).
Maka, logika mendapat untung seperti membuka lapangan kerja dan pengurangan devisa yang keluar ke negara lain adalah penyesatan cara pandang masyarakat. Jika ini diteruskan tentu mengancam layanan kesehatan Indonesia yakni hilangnya kendali negara terhadap kualitas layanan kesehatan. Layanan kesehatan kita dipastikan didominasi perusahaan asing serta tenaga medis yang pro dengan kepentingan asing. Dan tentu hanya kalangan yang mampu membayar lebih yang mendapat layanan dan fasilitas yang dianggap lebih baik.
Kondisi seperti di atas, hanya ada pada layanan kesehatan berbasis sistem kapitalisme yang profit oriented. Sementara di dalam sistem Islam yakni khilafah, kesehatan/pelayanan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah SWT, yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah – olah dunia telah menjadi miliknya”. (HR Bukhari).
Hal tersebut aspek pertama, aspek kedua, pemerintah telah diperintahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah Saw. Yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin.
Dari kedua aspek disebutkan terlihat jelas bahwa kesehatan/pelayanan kesehatan ditetapkan Allah SWT sebagai jasa sosial secara totalitas. Yaitu mulai jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai prinsip etik dalam islami.
Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apapun alasannya. Termasuk tidak diterima alasan, kesehatan harus dikomersialkan agar masyarakat termotivasi untuk hidup sehat.
Khilafah menolak setiap ancaman bahaya dari asing termasuk di bidang kesehatan dan menjamin layanan kesehatan berkualitas sehingga tidak perlu mencari ke luar negeri. Karena pemerintah atau negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya.[]
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]