"Hai anak Adam, apakah yang menghalangi-Ku dari berbuat terhadap kamu, padahal Aku telah menciptakan kamu dari suatu (air) yang hina dengan air seperti (air mani)?"
(QS. surah Yasin melalui hadis Bisyar bin Jahsy)
Oleh: Miladiah al-Qibthiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dewasa ini, begitu banyak manusia yang telah mencapai puncaknya. Pencapaian-pencapaian yang mereka peroleh membuatnya menjadi manusia yang dihormati. Mereka bangga dengan keberhasilan yang diraih. Namun, tak sedikit dari manusia akhirnya lupa diri. Mereka lupa bahwa keberhasilan yang diraih sebab ada campur tangan Sang Pencipta di sana. Mereka menjadi manusia serakah, menjadi sombong dengan segala pencapaian duniawi.
Mereka lupa bahwa jantung yang berdetak, mata yang melihat, telinga yang mendengar, tangan yang lihai bekerja, serta kaki yang kuat melangkah adalah sebuah pencapaian luar biasa sebab Allah Swt. belum mengangkat khasiatnya dari tubuh manusia. Kebanyakan manusia tidak merenungi bahwa semua itu terjadi sebab Sang Pencipta yang Maha Pemurah. Sangat mudah bagi-Nya menanggalkan prestasi, jabatan, kedudukan, kebahagiaan bahkan menghentikan jantung manusia berdetak.
Lantas, apakah yang patut disombongkan oleh manusia jika kehebatannya, kecerdasannya, kekayaannya, kerupawanannya dan lain sebagainya tak lebih sekadar pinjaman dari Allah Swt?
Mari kita renungkan proses penciptaan manusia dalam Al-Qur'an surah Al-Mursalat ayat 22-23 yang artinya: "Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina. Lalu Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan. Lalu Kami menentukan (bentuknya). Karena itu Kamilah sebaik-baik Penentu. Kecelakaan yang amat besar bagi orang-orang yang mendustakan pada hari itu."
Di dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa air tersebut hina dan lemah dibandingkan dengan Mahakuasa Allah Azza wa Jalla sebagai Sang Pencipta segala sesuatu makhluk-Nya. Hal serupa telah disebutkan Allah dalam surah Yasin melalui hadis Bisyar bin Jahsy yang menyebutkan: "Hai anak Adam, apakah yang menghalangi-Ku dari berbuat terhadap kamu, padahal Aku telah menciptakan kamu dari suatu (air) yang hina dengan air seperti (air mani)?"
Merenungi Proses Penciptaan Manusia
Jika kita perhatikan penjelasan beberapa ayat sebelumnya, maka hal itu erat kaitannya dengan asal-usul manusia. Ayat ini berupa reminder bahwa manusia ada di dunia ini bukan tercipta dengan sendirinya. Mereka ada sebab ada yang menciptakannya. Siapakah Sang Pencipta itu? Dialah Allah 'Azza wa Jalla. Allah telah menciptakan manusia dari setetes air yang hina lalu disempurnakan bentuknya menjadi sebaik-baik manusia.
Menjadi sebaik-baik manusia merupakan kenikmatan terbesar yang patut disyukuri oleh manusia. Tidak ada satu pun kenikmatan lain yang dapat dirasakan selain kenikmatan sebagai seorang manusia yang diberi kesempurnan akal. Semestinya pula manusia ketika diciptakan ke dunia, mereka melakukan ibadah dan ketaatan yang maksimal kepada Allah Swt. Hal itu sesuai dengan perintah-Nya dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya: "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali beribadah kepadaku."
Proses penciptaan manusia juga sebagai reminder bahwasanya manusia adalah makhluk dengan segala kelemahan. Sebab manusia diciptakan oleh-Nya, maka terdapat sisi kelemahan yang dimiliki oleh manusia yang membuat manusia butuh kepada Zat yang Mahakuat. Demikian panjang proses penciptaan manusia hingga akhirnya lahir ke dunia. Begitu lahir pun lantas tidak serta merta bisa berjalan dan berlari. Bahkan untuk sekadar makan dan minum saja, manusia membutuhkan bantuan pihak lain. Itu semua menunjukkan betapa lemahnya manusia di hadapan Sang Pencipta. Manusia tidak memiliki daya tanpa mendapatkan pertolongan Allah Swt.
Lalu, mengapa manusia berani bersikap lancang kepada Allah Swt? Atas dasar apa mereka berani memusuhi Allah Swt. dan agama-Nya (Islam) yang dibawa oleh kekasih-Nya, Rasulullah Saw?
Sungguh Allah sediakan hukuman yang layak bagi manusia yang ingkar dan berdusta. Mereka yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada atas izin Allah Swt. Bahkan mereka diciptakan menjadi sebaik-baik manusia dilengkapi dengan akal sehat, tiba-tiba berani mendustakan Penciptanya. Mereka menjadi manusia-manusia pembangkang dan enggan tunduk kepada syariah-Nya. Padahal syariah yang diturunkan Allah Swt. tidak lain kecuali sebagai way of life manusia. Oleh karena itu, tidak ada balasan yang layak bagi mereka kecuali hukuman yang keras.
Ancaman Keras bagi Pendusta
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia ketika diberi kemewahan, kebahagiaan, umur yang panjang serta rezeki berlimpah, kebanyakan mereka lupa diri, mereka berani mencampakkan Allah Swt. dengan mendustakan ayat-ayat Allah. Maka Allah memperingatkan mereka dengan azab yang amat pedih. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Lail ayat 12-16 yang artinya: "Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk dan sesungguhnya kepunyaan Kami pula akhirat dan dunia. Karena itu, Kami beri peringatan kepada kalian dengan neraka yang menyala-nyala; tidak masuk ke dalam neraka itu kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).”
Adalah hak Allah Swt. memberikan petunjuk agar manusia mampu membedakan antara hak dan batil, halal dan haram, dan jalan menuju surga dan neraka. Allahlah pemilik alam semesta beserta isinya. Allah pula pemilik alam akhirat. Oleh karena itu, manusia yang mendustakan dan mencampakkan petunjuk-Nya, maka telah diberi peringatan yang amat dahsyat oleh Allah, bahwa kelak akan masuk ke dalam neraka dengan api yang menyala-nyala. Na'dzubillah.
Sebuah kewajiban bagi umat manusia menjadikan petunjuk Allah Swt. sebagai way of life mereka. Manusia tidak berhak bahkan lancang meninggalkan, mendustakan, mengabaikan dan mencampakkan syariat-Nya. Sebab manusia adalah makhluk yang lemah dan hina. Manusia pasti membutuhkan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Manusia tidak berhak mencari petunjuk selain petunjuk Sang Pencipta, sebab Allah menciptakan manusia berikut dengan seperangkat aturan yang menjadi hudan linnas di antara mereka. Allah yang menciptakan manusia, maka Allah pula yang Mahatahu yang terbaik untuk manusia di dunia. Manusia tempatnya salah dan khilaf, maka Allah bantu manusia dengan petunjuk-Nya agar mereka tidak tersesat. Islamlah sebagai penuntun terbaik kehidupan manusia. Sehingga manusia tidak lagi berhak mencari petunjuk selain petunjuk Allah Swt. melalui syariat-Nya.
Dunia beserta isinya telah berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Allah Swt. berkuasa memberikan kemudahan hidup bagi manusia yang taat pada Allah dan syariat-Nya. Allah pula memberikan kesulitan hidup bagi mereka yang membangkang terhadap syariat Allah. Tiada satu orang pun yang mampu menolak kehendak dan kekuasaan-Nya.
Allah Swt. tidak akan main-main dengan ancaman-Nya berupa siksa yang amat dahsyat bagi orang yang mencampakkan syariat-Nya. Maka, manusia patut berhati-hati bila menerapkan sistem hukum produk buatan manusia yang bersumber dari hawa nafsu mereka. Bahkan, di akhirat kelak, Allah Swt. mengadili manusia berdasarkan hukum yang telah Allah Swt. tetapkan. Bukan hukum buatan manusia semasa di dunia. Allah akan berikan balasan setimpal bagi seluruh umat manusia. Jika mereka taat pada Allah Swt. dan syariat-Nya dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka mereka mendapat pahala yang berbalas surga. Sebaliknya, jika manusia berani menentang Allah dan Rasul-Nya, berpaling dari syariat-Nya, maka pelakunya akan pantas mendapatkan dosa dan siksa. Mereka akan diganjar dengan azab yang pedih lagi mengerikan, yakni neraka yang apinya menyala-nyala.
Sungguh tidak ada yang patut disombongkan oleh manusia di dunia. Mereka bahkan tidak berhak mengingkari dan menolak syariat-Nya. Sebagai manusia ciptaan Allah, semestinya manusia tunduk dan patuh hanya pada Allah dan syariat-Nya. Jika mereka ingkar dan menolak syariat Allah, hanya kesengsaraan yang akan mereka dapatkan. Baik di dunia maupun di akhirat. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]