"Pemerintahan Islam adalah yang sesuai dalil syar'i, bebas dari intervensi, restu, kerjasama dan izin dari pihak manapun.Ia berdiri sendiri, dan bisa menjaga keamanan negaranya di atas keamanan kaum muslimin, bukan keamanan orang kafir."
Oleh. Novida Sari, S.Kom
NarasiPost.Com-Mujahidin Afghanistan yang telah berhasil memutus pengaruh Uni Soviet yang telah lama bercokol di Afghanistan, akhirnya keok di tangan Taliban. Taliban yang menggunakan nama Imarah Islamiyah dilaporkan telah menduduki istana Kepresidenan dan menduduki ibukota Kabul.
Dilansir dari arrahmah.id (15/08/2021), para pejabat pemerintah Afghanistan dan Taliban sedang dalam negosiasi untuk transfer kekuasaan secara damai setelah para pejuang mengepung ibu kota Kabul. Dan selama negosiasi, pasukan Taliban berjanji untuk tidak menyerang. Kelompok ini mengatakan bahwa mereka telah menginstruksikan para pejuangnya untuk menahan diri dari kekerasan serta menawarkan jalan yang aman bagi siapa saja yang menginginkan untuk meninggalkan Kabul.
Dan ternyata Ashraf Ghani selaku Presiden Afghanistan, pergi meninggalkan negara itu sehingga membuat banyak orang di Afghanistan marah dan bingung setelah Taliban berusaha merebut kembali kekuasaan seperti 20 tahun lalu, namun kekuasaan ini berakhir dilibas oleh Amerika beserta pasukan koalisinya setelah peristiwa 11/9/2001.
Pasca Invasi Militer Amerika, sang Negara Adidaya
Pada bulan-bulan setelah serangan 11/9/2001 di Amerika, Kelompok Mujahidin Afghanistan yang setia kepada Aliansi Utara Afgan mengadakan kerja sama politik dengan Amerika untuk menggulingkan Taliban. Kelompok ini juga mengumpulkan dukungan untuk pembentukan pemerintahan yang baru.
Kemudian di bawah Kesepakatan Bonn pada tanggal 5 Desember 2001 di Jerman, dibentuk Pemerintahan transisi sementara dan mengangkat Hamid Karzai sebagai pejabat sementara presiden dari pemerintahan transisi Afgan, bersama dengan Karzai, Hedayat Amin Arsala pun ditunjuk menjadi salah satu wakil presiden.
Pada tanggal 9 Oktober 2004, terjadi pemilu di Afghanistan. Karzai termasuk yang mencalonkan diri. Meskipun dianggap tidak memiliki dukungan kuat secara nasional, ia menang di 21 dari 34 provinsi. Karzai pun resmi mengakhiri pemerintahan Taliban, meskipun sebenarnya ia adalah “mantan” Taliban yang akhirnya “memutuskan” hubungan karena alasan ketidakpercayaan yang terkait dengan Pakistan.
Perkongsian yang Pecah Bersatu Kembali
Sejarah telah mengukir tinta akan keberpihakan Taliban kepada Amerika Serikat. Sekutu yang sempat pecah dengan bahasa militer, tampaknya akan terjalin ulang. Hal ini tampaknya memang mulai terealisasi sejak ditandatanganinya kesepakatan untuk mengakhiri konflik antara kedua belah pihak di Doha, Qatar pada awal tahun 2020.
Dan seperti yang dilansir republika.co.id, Abdullah selaku Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Negara Afghanistan mengaku terkejut akan pernyataan Donald Trump bahwa sebelum Natal tahun 2020, Amerika akan menarik pasukan AS dari Afghanistan. Abdullah sudah menduga-duga bahwa akan ada konsekuensi dari pernyataan presiden Amerika ini, sehingga kata Abdullah, mereka akan mengupayakan pembicaraan untuk perdamaian di Doha.
Apa yang disepakati antara Taliban dengan Amerika pada tahun 2020 telah meninggalkan jejak politik bahwa kemungkinan besar Taliban yang berhasil menundukkan Afghanistan hari ini berdasarkan restu sang negara adidaya dengan berbagai persyaratan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pemerintahan Islam ala Taliban
Juru bicara media Internasional Taliban, Suhail Shaheen, sebagaimana yang dilansir dari arrahmah.id mengatakan mengatakan bahwa kelompoknya menginginkan transisi kekuasaan secara damai untuk beberapa hari ke depan. Ia meyakinkan bahwa semua properti dan kehidupan orang-orang, khususnya di kota Kabul akan aman. Ia juga mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan, dan mereka akan memberikan kebijakan untuk perempuan bahwa mereka dapat mengakses pendidikan dan pekerjaan dengan syarat selama mengenakan hijab.
Ketika ditanyakan oleh media BBC perihal penerapan syariat Islam. Juru bicara Taliban ini mengatakan, tentu saja mereka menginginkan pemerintahan Islam.
Khatimah
Meskipun Taliban mengatakan menginginkan pemerintahan Islam, kenyataannya pihak Taliban telah melakukan kesepakatan dengan Amerika. Hal ini bertentangan dengan sistem bilateral Islam yang mengharamkan terjadinya perjanjian, kesepakatan dan kerja sama apa pun dengan negara kafir harbi fi’lan. Hanya ada satu interaksi yang boleh dilakukan dengan mereka, yaitu jihad fii sabilillah tatkala daulah Islam di bawah institusi Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian berdiri.
Amerika sebagai pengusung ideologi Kapitalis, memiliki kepentingan untuk menghadapi komunis, juga ideologi lain (Islam) yang mereka khawatirkan akan kemunculannya. Berbagai upaya akan mereka lakukan termasuk membelokkan arah perjuangan dari pengusung ideologis.
Umat harus sadar, tidak ada kekuatan yang bisa mengalahkan kepentingan-kepentingan para pengusung ideologis ini kecuali kekuatan ideologis Islam. Sebagaimana Uni Soviet dikalahkan mujahidin. Akan tetapi, kekuatan ideologis bisa saja dibelokkan tanpa adanya institusi resmi atasnya, yakni Khilafah, apalagi jika terdapat pengkhianat ataupun penguasa boneka di dalamnya.
Untuk itu, umat harus sadar. Pemerintahan Islam yang dikemukakan oleh Taliban bukanlah pemerintahan Islam yang dituntut oleh dalil syar’i yang terkait dengan pemerintahan dan kepemimpinan. Pemerintahan Islam yang sesungguhnya adalah yang bebas dari intervensi, restu, kerja sama dan izin dari pihak mana pun. Ia berdiri sendiri, dan bisa menjaga keamanan negaranya di atas keamanan kaum muslimin, bukan keamanan orang kafir. Wallahu a’lam[]