Pertumbuhan Angka, Sesuaikah dengan Realita?

"Pertumbuhan ekonomi yang di klaim pemerintah hanyalah deretan angka di atas kertas yang semu. Nyatanya, pertumbuhan angka tak berkorelasi dengan kesejahteraan manusia, terutama rakyat jelata, melainkan hanya memakmurkan para korporat saja."

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)

NarasiPost.Com-Sistem ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan terwujud, jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital (modal). Mereka lalu menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan lembaga perbankan. Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”. (Dwi Condro Triono, Ph. D, Pengamat Ekonomi)

Klaim pertumbuhan ekonomi di balik angka yang sering digaungkan oleh pengemban ekonomi kapitalisme, sering dikorelasikan dengan kemajuan ekonomi suatu negara. Seperti yang terjadi di Indonesia, dilansir dari CNBC Indonesia (7/8/21), tercatat pertumbuhan ekonomi 7,07 % pada kuartal II (Q2) 2021. Hal ini dinilai memuaskan dibanding kuartal II (Q2) 2022 5,3% di tengah pandemi dan krisis yang belum berakhir.

Namun, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan ini adalah "pertumbuhan ekonomi semu". Karena menggunakan base rendah di tahun 2020.

Selain itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira, mengatakan pemerintah diharapkan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi yang cukup mengkhawatirkan, yaitu utang pemerintah yang semakin tinggi dan angka pengangguran yang meningkat. (m.bisnis.com, 7/8/21)

Pertumbuhan Ekonomi ala Kapitalisme tidak Berkorelasi dengan Kesejahteraan

Jika fakta berbicara utang banyak dan pengangguran meningkat, maka untuk apa angka pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan. Sudah menjadi konsekuensi, apabila pengangguran meningkat maka manusia tak ada pemasukan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, kelaparan bisa terjadi bahkan berdampak pada kriminalitas yang semakin meningkat karena orang bisa menjadi nekat dalam kondisi perut 'kosong' tak bersahabat.

Dalam kondisi seperti ini, siapa yang akan bertanggung jawab sementara hidup di era kapitalisme manusia dituntut agar bisa bertahan hidup sendiri. Mirip 'hukum rimba' yang ada di hutan, siapa yang kuat dia bisa bertahan. Bagi yang tak kuat, maka dia akan kalah.

Pertumbuhan ekonomi sering diartikan sebagai meningkatnya produksi barang dan jasa. Kemudian, dengan meningkatnya konsumsi barang dan jasa akan membawa pada kenaikan pendapatan negara. Pada level ini, sebuah negara dikatakan memiliki pertumbuhan ekonomi tanpa memerhatikan siapa pelaku atau konsumen tersebut, apakah merata semua kalangan bisa menikmati barang dan jasa tersebut atau hanya pihak tertentu yang memiliki modal saja?

Pertumbuhan ekonomi dalam sistem Kapitalisme, hanya melihat secara umum (average/rata-rata) data di suatu daerah, bukan melihat per kepala terpenuhi kebutuhan pokoknya. Maka, hal yang wajar jika saat ini ada klaim data pertumbuhan ekonomi 7,07 %, tapi di sisi lain rakyat yang kekurangan bahkan kelaparan masih ada.

Dalam sebuah laporan tahunan tentang Status Gizi dan Ketahanan Pangan, yang dilaksanakan lima badan PBB, terdapat temuan yang sangat mencolok, yaitu hampir satu dari tiga orang di seluruh dunia, 2,37 miliar orang tidak punya akses makanan yang cukup di tahun 2020, sebuah lonjakan hampir 320 juta orang dalam satu tahun. Normalisasi angka kelaparan kronis yang sangat tinggi tersebut memakan waktu puluhan tahun.

Jadi, di balik pertumbuhan angka yang dibanggakan menyimpan realita yang memilukan. Nyatanya, pertumbuhan angka tak berkorelasi dengan kesejahteraan manusia, terutama rakyat jelata, melainkan hanya memakmurkan para korporat saja. Beginilah wajah buruk kapitalisme sebenarnya.

Islam Sistem Paripurna yang Menjamin Kesejahteraan

Ada yang keliru dalam teori ekonomi kapitalisme, dimana produksi barang dan jasa menjadi faktor utama tanpa melihat apakah distribusi barang dan jasa merata atau tidak. Maka tak heran, jika harta hanya berputar di kalangan si kaya saja yaitu para pemilik modal atau korporat. Sehingga kesenjangan si kaya dan si miskin dalam sistem kapitalisme semakin menganga.

Jauh berbeda dalam sistem Islam, dimana distribusi barang dan jasa menjadi faktor utama. Sehingga barang dan jasa bisa merata dimiliki dan dirasakan oleh semua kalangan serta tidak beredar di kalangan orang kaya saja. (QS. Al Hasyr: 7)

Kebutuhan pokok dan kolektif (pendidikan, kesehatan, keamanan) per kepala dijamin oleh negara, sehingga kesejahteraan bisa dirasakan oleh rakyat seluruhnya. Kesejahteraan di dalam Islam jelas bukan dilihat dari angka dan data yang nyatanya tak sesuai realita. Kesejahteraan dalam Islam adalah hak, dan menjadi kewajiban negara untuk merealisasikannya sebagai perintah syariah. Dorongan realisasi tersebut hanya keimanan dan takwa saja kepada Allah. Karena segala amanah seorang pemimpin negara terhadap rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Cara mewujudkan kesejahteraan di dalam Islam, selain dengan konsep distribusi yang merata, ditopang juga oleh kas negara yang dikenal dengan nama Baitul Mal. Di dalam Baitul Mal sangat jelas pos pemasukan dan pengeluaran negara. Karena syariah telah menjelaskan mekanisme Baitul Mal dengan rinci.

Kapitalisme tidak memiliki konsep yang paripurna serta solusi yang komprehensif. Karena kapitalisme memang cacat sejak lahir, yaitu tak bersandar pada aturan Ilahi, melainkan hanya mengandalkan kecerdasan manusia yang serba lemah dan terbatas. Sementara manusia jika tak diatur dengan sistem yang benar akan terus berada di jalur yang rusak dan sesat.

Manusia memiliki sifat salah dan khilaf, ketika khilaf akan terjebak pada jiwa rakus dan lubang kehancuran. Seperti yang terjadi pada korporat di bawah naungan sistem Kapitalisme, mereka terus menambah dan menumpuk harta tanpa rasa lelah, bahkan tak peduli jika harus merampok atau mengambil harta yang bukan hak mereka. Keimanan yang seharusnya menjadi self kontrol setiap manusia, tidak pernah ada dalam kapitalisme. Karena dalam kapitalisme, agama hanya di ranah privat masing-masing individu. Agama tak perlu dibawa ke area publik apalagi pemerintahan, karena sekularisme yang menjadi asas kapitalisme telah mengakar kuat. Hanya Islam, satu-satunya sistem yang bisa menjamin kesejahteraan manusia.

Firman Allah Swt: "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (TQS. Ali Imran: 50).[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Kepemimpinan dalam Islam
Next
Malu Aku Teriak Merdeka
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram