"Rakyat Indonesia bisa menilai mana yang benar dan mana yang bohong. Klaim pertumbuhan ekonomi yang diyakini pemerintah telah berhasil dinaikan pun bertolak belakang dengan nalar publik yang tengah berada dalam kesulitan masa pandemi saat ini."
Oleh. Adibah NF
(Komunitas Literasi Islam)
NarasiPost.Com-Hampir dua tahun pandemi melanda dunia. Seluruh aspek kehidupan berbagai negara di dunia mengalami goncangan. Yang paling terasa dan tampak nyata adalah aspek ekonomi sebagai pondasi sistem kehidupan dunia pengemban kapitalis sekuler. Tak ketinggalan bangsa ini pun, yang sama-sama menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, terdampak dari pandemi ini, bahkan lebih buruk dari negara lain.
Tatkala kelesuan ekonomi dirasakan publik, pemerintah mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia naik pada kuartal II (Q2) 2021 mencapai 7,07% dibanding Q2 2020 yang hanya mencapai 5,3%. Pengumuman ini dikritik oleh anggota DPR RI Fraksi PDIP, Darmadi Durianto, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/8/2021).
Pengumuman itu dianggap merupakan klaim sepihak pemerintah, yang sama sekali tidak sejalan dengan kondisi riil di lapangan saat ini. Dan pastinya publik pun akan bertanya-tanya karena kondisi riil jauh dari apa yang diklaim pemerintah, dalam hal ini tim ekonomi Jokowi.
Oleh karena itu, Darmadi mengingatkan agar sektor usaha mampu mencermati di balik klaim pemerintah itu dengan cermat, agar tidak terjebak pada fatamorgana pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020. Selain itu, perusahaan harus berhati-hati menyusun business plan, jangan membuat para pelaku bisnis membuat asumsi yang ambisius terhadap pertumbuhan 7 persen tersebut. (RMOLNETWORK, Sabtu, 7/8/2021)
Terkait pengumuman ini, direspon pula oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang menilai bahwa pertumbuhan ini adalah pertumbuhan ekonomi semu karena menggunakan base rendah di tahun 2020. Seperti diketahui bahwa pemerintah di Q2 2020 melakukan PSBB, sementara di Q2 2021 ada pelonggaran PPKM. Dan dengan tegas mengatakan pertumbuhan ekonomi bangsa ini belum normal.
Adapun tanggapan dari Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira, mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen. Dan berharap pemerintah tidak mengabaikan kestabilan ekonomi yang sangat mengkhawatirkan dengan banyaknya utang pemerintah dan pengangguran. (Bisnis.com, 7/8/2021)
Mencermati klaim pemerintah, selain memunculkan tanda tanya bagi publik juga diduga akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Klaim ini hanyalah merupakan kebohongan publik karena fakta yang diindra masyarakat justru menunjukkan semakin besarnya jumlah pengangguran, penurunan tingkat kesejahteraan, dan lain sebagainya. Sebab, pasca gelombang pandemi Covid-19, banyak sektor ekonomi yang terpukul. PHK massal pun terjadi dan tak dapat dielakkan terus terjadi hingga kini. Ditambah lagi pemberlakuan PPKM darurat yang hanya berlaku untuk rakyat jelata, menambah data pengangguran yang diklaim menurun hanyalah data semu, padahal sejatinya melonjak tinggi.
Para pekerja banyak yang kehilangan pekerjaannya akibat kebijakan yang tidak berpihak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat secara umum. Manipulasi data pun terjadi. Data hanyalah angka-angka yang sebenarnya masih banyak lagi yang tidak masuk dalam data sesungguhnya.
Selain itu, klaim pertumbuhan ekonomi 7 persen, realitasnya masih negatif. Jumlah pengannguran semakin tinggi, dan menjadi problem dalam sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negeri ini, sampai saat ini belum terselesaikan.
Lebih jelasnya, klaim pertumbuhan ekonomi yang diyakini pemerintah telah berhasil dinaikan pun bertolak belakang dengan nalar publik yang tengah berada dalam kesulitan masa pandemi saat ini, meskipun didukung dengan data dan angka-angka yang dinilai akurat oleh pemerintah. Tetap saja masyarakat tidak bisa dibohongi begitu saja, tersebab masyarakat mampu membandingkannya dengan situasi yang terjadi saat ini.
Seharusnya, pemerintah peka terhadap kondisi masyarakat. Penderitaan rakyat tak bisa dihitung dengan jari, karena terlalu banyaknya kebijakan yang menyeretnya ke dalam kesulitan hidup. Terlebih masa pandemi yang tak kunjung usai, rakyat menjerit karena usahanya gulung tikar, waktu mereka mengais rezeki pun dipersempit, sementara kebutuhan sehari-hari tak bisa dihentikan, karena perlu pemenuhan.
Demikianlah cermin dari karakter buruk sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan negeri ini. Klaim pertumbuhan ekonomi 7 persen hanyalah pembohongan publik semata. Kapitalisme gagal mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan gagal menyediakan lapangan kerja yang luas bagi rakyat. Sebab negara memosisikan diri hanya sebagai regulator yang cukup memberikan stimulus-stimulus kepada para pekerja seperti program kartu prakerja. Namun, program ini juga gagal mengatasi pengangguran. Semua dana yang dianggarkan untuk program ini melayang sia-sia. Tak ayal lagi, tak sedikit rakyat semakin terseret pada jurang kemiskinan karena sulitnya mendaptkan pekerjaan.
Mirisnya lagi, ketika rakyat sudah terlilit kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan kesehariannya, saat mereka menjerit akibat terpapar Covid-19, mereka kesulitan untuk memperoleh obat-obatan, oksigen, dan perawatan di rumah sakit, bahkan tidak sedikit anak yang kehilangan orang tuanya, nyawa berjatuhan tanpa ada solusi yang mampu menyelesaikan. Seolah kepekaan pemerintah terhadap kondisi rakyat sirna.
Masalah utang pun menjadi warisan dan belum mampu negeri ini keluar dari lilitan utang. Padahal negeri ini sangat kaya akan sumber daya alam. Gagalnya mengelola hasil bumi yang sejatinya mampu menyejahterakan rakyat, tak bisa diharapkan.
Semestinya, situasi pandemi saat ini menjadi penggerak semua pihak untuk beralih ke sistem ekonomi yang kompeten, yakni sistem yang mampu menangani berbagai krisis. Sistem yang kompeten mengurusi urusan seluruh rakyatnya dan mengelola berbagai kekayaan negerinya dengan sistem yang baik. Yakni sistem Khilafah Islamiyah berdasarkan manhaj Nabiyullah Muhammad Rasulullah Saw.
Insyaa Allah, seluruh permasalahan umat, mulai dari pengangguran dan berbagai kesulitan, baik kesulitan ketika terjadinya wabah maupun ekonomi lainnya, terselesaikan dengan cara yang Rasulullah Saw contohkan. Saatnya kembali kepada sistem Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.[]