Lagi dan lagi kebijakan pemerintah yang abai terhadap nyawa rakyatnya. Mementingkan laptop dibanding perut dan nyawa rakyat yang berontak.Prioritas yang tertukar ini menunjukkan kebijakan penguasa lebih banyak berpihak pada korporasi demi urusan ekonomi, daripada urusan darurat rakyat
Oleh: Eni Imami, S.Si
(Pendidik dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Di masa wabah pemerintah akan menggelontorkan dana sebesar Rp17,42 triliun. Tetapi, bukan untuk penanggulangan wabah, melainkan untuk belanja produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada bidang pendidikan sepanjang 2021 hingga 2024. Urgenkah pembelanjaan ini? Wabah kian menggila, kenapa pemerintah tidak mengalihkan anggarannya untuk kebutuhan mendesak seperti bansos dan kebutuhan kesehatan?
Dilansir dari Tribunnews.com (23/7/2021), Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marinvest), Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan salah satu persoalan utama belanja pemerintah dalam pendidikan masih rendahnya belanja produk TIK lokal dibandingkan produk impor. Oleh karena itu, pemerintah tengah mempercepat penggunaan produk dalam negeri (PDN). Di antaranya penggunaan laptop buatan dalam negeri. Pemerintah telah membentuk konsorsium dan menjalin kerja sama yang melibatkan Perguruan Tinggi seperti ITB, ITS, dan UGM dengan industri TIK dalam negeri untuk memproduksi laptop 'Merah Putih'. Dikabarkan ada enam korporasi yang siap memenuhi pengadaan laptop pemerintah, baik di level pusat maupun pemda. Dalam tahun ini, 781.100 unit ditargetkan berhasil diproduksi.
Prioritas yang Tertukar
Di masa wabah, di saat masyarakat menjerit karena kesusahan hidup yang melilit. Tak sedikit rakyat yang sekarat bahkan meregang nyawa, baik di rumah sakit maupun saat isoman di rumah. Kebutuhan medis langka. Rumah sakit banyak yang hampir kolaps karena minim sarana dan tenaga kerja. Tentu kondisi ini lebih urgen daripada urusan laptop produk lokal.
Pengadaan produk dalam negeri agar tidak ketergantungan pada impor memang benar, apalagi di tengah kemajuan teknologi dan persaingan produk antarnegara yang begitu masif. Namun, tidaklah tepat jika buru-buru diimplementasikan di tengah masyarakat dalam gempuran wabah. Kebutuhan laptop tidaklah mendesak dan masih bisa ditunda. Sedangkan penyelamatan nyawa tak bisa ditunda. Kesalahan prioritas urusan dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
Pengadaan fasilitas pendidikan dengan menggandeng korporasi juga patut dikritisi. Pasalnya, korporasi berorientasi mencari keuntungan. Gelontoran dana besar tentu menjadi angin segar bagi korporasi untuk memproduksi barang kemudian dikomersilkan. Kabarnya harga satu unit laptop bisa mencapai 10 juta. Hal ini menuai sorotan masyarakat, karena dinilai terlalu mahal. Anggota DPR RI, Fadli Zon memberikan kritikan melalui cuitan di akun Twitternya @fadlizon pada Sabtu, 31 Juli 2021. "Laptop pelajar 10 jt itu kemahalan. Jgn keterlaluan cari untung di tengah kesulitan pandemi covid ini," (Galamedia.com, 31/7/2021)
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga memberikan tanggapan. Menurutnya, pengadaan laptop dengan anggaran sebesar Rp17 triliun tersebut masih belum terlalu dibutuhkan. Harusnya pemerintah lebih tepat sasaran pada dua hal karena ada PPKM yang diperpanjang, yaitu kepada belanja sosial kemudian kepada sektor kesehatan. (idxchannel.com, 27/7/2021)
Prioritas yang tertukar ini menunjukkan kebijakan penguasa lebih banyak berpihak pada korporasi demi urusan ekonomi, daripada urusan darurat rakyat. Pengadaan hajat rakyat dengan menggandeng korporasi jauh dari karakter pelayanan penguasa terhadap rakyat. Karena penguasa hadir bukan sebagai pelayan, tetapi sekadar sebagai regulator. Begitu mudah memberikan pelayanan kepada korporasi dengan orientasi mendapatkan keuntungan, sedangkan urusan rakyat kerap diabaikan.
Inilah wujud penguasa yang lahir dari sistem Sekularisme-Kapitalistik. Sistem yang menjadikan penguasa berorientasi mendapatkan keuntungan materi, tak takut dimintai pertanggungjawaban atas amanahnya sebagai pemimpin rakyat karena memisahkan urusan agama dengan kehidupan.
Nyawa Rakyat Prioritas
Dalam Islam, skala prioritas antara urusan nyawa manusia dengan urusan lain tentu nyawa lebih utama. Hilangnya sumber daya manusia sangat berarti daripada hilangnya materi. Sebagaimana sabda Nabi Saw, "Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa hak." (HR. An-Nasa'i dan At-Tirmidzi)
Urusan nyawa rakyat menjadi tanggung jawab pemimpin negara. Karena seorang pemimpin dalam sistem Islam adalah raa'in (pengurus) bagi rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Dalam pengeluaran anggaran, sistem Islam sangat cermat memberikan rincian antara kebutuhan mendesak dengan kebutuhan yang masih bisa ditunda. Dalam kitab Nidham al-Iqtishadi fil Islam, dijelaskan ada enam kaidah pengeluaran anggaran Baitul Mal (lembaga keuangan) sistem Islam. Salah satunya pengeluaran anggaran untuk kondisi mendesak atau terpaksa, seperti terjadi peristiwa bencana alam, paceklik, serangan musuh, dan termasuk terjadi wabah. Negara wajib mengeluarkan anggaran, baik ada maupun tidak ada dana dalam Baitul Mal. Jika ada, langsung dikeluarkan untuk menanggulangi wabah. Jika tidak ada, maka negara akan menempuh berbagai cara demi terpenuhinya anggaran yang dibutuhkan. Negara dibolehkan meminjam pada rakyat yang kaya, bahkan menarik pajak dari mereka. Semua ini demi mengurusi urusan rakyat karena adanya wabah.
Sedangkan, anggaran seperti pengeluaran untuk kemaslahatan rakyat, namun rakyat tidak sampai tertimpa penderitaan ketika tidak terpenuhi saat itu juga, maka anggaran pengeluaran masih bisa ditunda jika dananya tidak tersedia. Apalagi jika dalam waktu bersamaan ada yang lebih urgen membutuhkan, maka anggaran akan dialokasi pada urusan yang urgen tersebut. Aturan ini demi berjalannya kemaslahatan rakyat dengan skala prioritas yang jelas.
Dengan sudut pandang Islam, anggaran dana Rp17,42 triliun untuk pengadaan laptop di masa wabah seperti saat ini bukanlah kebutuhan urgen. Penanganan wabah dan keselamatan nyawa rakyat adalah prioritas utama. Anggaran tersebut harusnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan jaminan kesehatan.
Sungguh kepemimpinan dalam sistem Islam sangat bertanggung jawab atas urusan rakyat. Maka, tidakkah kita merindukan hidup dalam sistem Islam? Sudah saatnya kita harus berjuang bersama agar sistem Islam menjadi sistem kepemimpinan dunia. Sistem Islam rahmat bagi seluruh alam. Allahu a'lam bishowab.[]