"Butuh pengaturan informasi yang beredar di masyarakat, sehingga masyarakat tidak terjebak dengan berita- berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya dan peran negara sangat vital dalam hal ini."
Oleh. Dyah Rini
(Founder Rumah Qur'an al Ummah)
NarasiPost.Com-Kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan, bahkan cenderung terus bertambah. Program PPKM Darurat terlihat jalan di tempat. Tidak ada kemajuan yang signifikan dalam menyelesaikan permasalahan pandemi. Tidak berbeda dengan program- program sebelumnya. Hanya berganti nama atau istilah saja. Menyedihkan, Indonesia bahkan meraih rekor tertinggi kasus Covid-19. Lebih miris lagi ditambah munculnya konflik horizontal di tengah masyarakat. Kepanikan menyebabkan masyarakat mengambil tindakan tanpa berpikir terlebih dahulu.
Dilansir dari Kompas.com. warga Desa Jati sari Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember melakukan penganiayaan terhadap tim pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Peristiwa terjadi pada Sabtu,17 Juli 2021. Tim pemakaman mendapat permintaan dari camat dan warga untuk mengantar jenazah dari RSUD dr.Soebandi ke Desa Jatisari. Ketika jenazah tiba di rumah duka, sudah banyak warga yang menunggu. Mereka lalu berupaya mengambil paksa jenazah untuk dimandikan kembali. Pemberitahuan dari tim pemakaman bahwa pasien meninggal karena Covid-19, sehingga harus dimakamkan dengan protokol kesehatan tidak dihiraukan oleh warga. Parahnya, warga malah melakukan pelemparan, pemukulan, dan penganiayaan kepada tim pemakaman jenazah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Jember, M. Djamil di tempat terpisah menyayangkan kejadian tersebut. Beliau menegaskan bahwa tim itu tugasnya adalah membantu mencegah penularan Covid-19. "Seharusnya mereka mendapat bantuan, bukan tindakan yang tidak menyenangkan." ujarnya pada Jum'at(23/7/2021)
Lain lagi dengan kisah Salamat Sianipar ( 45). Sebagaimana dilansir Kompas.com, warga Sianipar Bulu Silape Kecamatan Silaen Kabupaten Toba, Sumatera Utara itu gegara positif Covid-19 dan ingin isolasi mandiri di rumah mendapat amuk massa pada hari Kamis(22/7/2021). Menurut pengakuan keponakan korban, Jhosua, bahwa kejadian berawal saat pamannya dinyatakan positif Covid-19 bersama rekan kerjanya. Karena gejalanya ringan, pihak kesehatan meminta melakukan isoman di rumah. Namun aparat desa dan warga tidak terima. Dan meminta korban melakukan isolasi di gubuk dalam hutan. Semula korban mengiyakan tuntutan warga, tetapi karena kondisi tempat isolasi yang tidak layak membuat ia merasa depresi dan tidak betah. Akhirnya korban memutuskan pulang dan melanjutkan isolasi di rumah. Saat itulah amuk massa terjadi. Ibarat "Sudah jatuh, tertimpa tangga" miris sekali nasib yang dialami Salamat, si korban Covid-19 itu.
Minimnya Edukasi Ruhiyah
Dua fakta di atas hanya sebagian kecil saja konflik yang muncul di tengah masyarakat. Masih banyak konflik horizontal yang terjadi antarindividu masyarakat, antara warga dengan nakes, dan antara warga dengan tim pelaksana program Covid-19. Problem bermunculan sebagai dampak kurangnya edukasi yang tepat kepada rakyat. Edukasi yang memiliki ruh. Sehingga rakyat paham dengan fakta yang ada, paham dengan apa yang harus dilakukan terhadap fakta. Pun rakyat bisa berpikir sebelum berbuat. Menyikapi pandemi dengan sabar dan rida dengan qadha Allah. Tidak memandang sebagai aib bagi siapa yang menjadi korban Covid-19.
Butuh pengaturan informasi yang beredar di masyarakat, sehingga masyarakat tidak terjebak dengan berita- berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Peran negara sangat vital dalam hal ini. Begitu juga permasalahan ekonomi yang membelit masyarakat, harus menjadi prioritas utama yang wajib diselesaikan oleh pemerintah. Jika kebutuhan hajat yang mendasar bagi rakyat terpenuhi, ditambah penjagaan psikologis rakyat dengan tuntunan syariat, maka konflik horizontal tidak akan terjadi.
Solusi Islam Meredam Konflik Sosial
Sebagai dien yang sempurna, tidak ada permasalahan yang tidak diselesaikan dalam islam. Jauh hari Islam telah memberi contoh bagaimana menangani kasus wabah agar tidak berlarut- larut dan segera tuntas. Di zaman Rasulullah Saw sudah ada wabah yang bernama tha'un. Penyakit itu dikenal memiliki sifat menular layaknya Covid-19.
Rasulullah menghadapi wabah tha'un dengan terlebih dulu menguatkan ruhiyah umatnya. sabda beliau,"Tha'un itu merupakan azab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah jadikan sebagai rahmat untuk kaum mukmin. Tidaklah seorang hamba saat tha'un terjadi berdiam di rumahnya seraya bersabar dan mengharap rida Allah dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala syahid."(HR al Bukhari dan Ahmad)
Jadi, jelas kekuatan akidah menjadi pondasi yang kuat dalam menghadapi pandemi seraya terus berikhtiar menyelesaikan wabah. Dalam kasus Covid-19 dikenal dengan protokol kesehatan 5M(memakai masker,mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilisasi dan interaksi) dan 3T (Testing,Tracing,Treatment). Rakyat menjalankan 5 M dengan tertib, dan negara menjalankan 3T dengan masif. Tujuan testing agar sedini mungkin diagnosa siapa yang terpapar virus corona, kemudian dilakukan pelacakan siapa saja yang pernah berinteraksi dengan korban untuk menghindari penularan. Sehingga segera dilakukan treatment atau penanganan yang tepat. Yang sudah sakit segera diobati dengan fasilitas kesehatan yang memadahi dan bisa diakses oleh seluruh rakyat dengan biaya murah, bahkan gratis.
Sedangkan yang masih bergejala ringan isolasi mandiri di rumah dengan disuplai kebutuhannya oleh negara lewat aparat yang ada di wilayahnya. Sehingga saat menjalani isolasi mandiri tidak mengalami depresi yang makin memperparah penyakit. Saat dilakukan testing pun tidak ada ketakutan dari hasil tes. Karena semua dikembalikan lagi kepada qadha Allah. Hingga saat semua usaha sudah dilakukan ternyata Allah berkehendak lain, maka ikhlas dan rida sebagai pilihan.
Hanya saja, dalam sistem kapitalisme negara masih memikirkan untung rugi dalam meri'ayah rakyat. Sering dengan alasan keterbatasan dana, rakyat dibiarkan menyelesaikan permasalahannya sendiri. Banyak program yang hanya manis di rencana dan pahit di lapangan. Bahkan sekularisme yang menjadi asasnya telah memisahkan agama dari penyelesaian masalah. Maka, wajar jika muncul konflik horizontal di tengah masyarakat. Sudah saatnya umat mencampakkan sistem yang tidak manusiawi tersebut. Beralih kepada sistem Islam yang terbukti secara empiris dan historis bisa menyelesaikan semua permasalahan umat dengan sahih.
Wallahua'lam bi showab[]