“Salah satu naskah Challenge NarasiPost.Com ke-4 dalam rubrik Motivasi"
Oleh: Maman El Hakiem
NarasiPost.Com-Hampir dua tahun kehidupan manusia di dunia ini “dihantui” kehadiran makhluk renik berjenis virus. Bentuknya memang menarik bak “mahkota” (crown), namun penyebarannya menjadi momok yang menakutkan. Virus yang menyerang sistem pernapasan manusia ini adalah jenis severe acute respiratory corona virus atau SARS-Cov2 , menjadi buah bibir dengan sebutan corona virus disease (Covid) 2019 atau Covid 19.
Ditularkan dari hewan kelelawar, virus ini pertama kali menyebar di Wuhan, Cina. Karena sebagian masyarakatnya mengonsumsi hewan tersebut. Jenis hewan yang dalam Islam diharamkan untuk dikonsumsi tersebut telah menyadarkan banyak orang, bahwa apa yang Allah Swt larang sudah pasti memberikan pelajaran kebaikan untuk dihindarinya. Virus tersebut telah bermutasi dan menjadi pandemi karena menyebar ke lebih 223 negara, data korbannya juga mencengangkan terkonfirmasi positif 196.553.009 sedangkan yang meninggal 4.200.412 jiwa. (www.covid19.go.id, 31/7/2021).
Sebuah data atas fakta kehidupan manusia yang akhirnya membuat terpuruknya berbagai bidang kehidupan, menyangkut interaksi makhluk di muka bumi. Manusia menjadi terbatas geraknya, tidak lagi bebas menjelajahi luasnya dunia tanpa protokol kesehatan. Kebiasaan untuk memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan menjadi perkara “wajib” untuk tercegahnya penularan virus tersebut. Meskipun kapitalisme telah menjadikannya ladang bisnis.
Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga imunitas tubuh, baik secara alami melalui asupan nutrisi yang seimbang, aktifitas menjaga kebugaran tubuh, mengonsumsi herbal sampai upaya pengadaan vaksin sebagai upaya penangkalan virus melalui pembentukan antibodi dengan pemanfaatan teknologi sistem vaksinasi. Namun, ada upaya lain yang harusnya menjadi wajib pula dilakukan di saat pandemi, yaitu aktifitas taqarrub kepada Allah Swt.
Upaya ikhtiar manusia yang disebutkan tadi adalah “area kekuasaan” manusia yang mampu dilakukan atau diupayakan. Dalam kasus vaksinasi misalanya, merupakan perkara yang diizinkan secara syariat dalam rangka pengobatan yang hukumnya dibolehkan (mubah). Bagi mereka yang telah berupaya maksimal, namun masih juga terinfeksi positif covid, tulisan ini mencoba memberikan sugesti terhadap mereka yang positif covid untuk meningkatkan derajat kemuliaan sebagai orang yang beriman melalui terapi kesehatan imanitas.
Orang yang beriman akan senantiasa memperbarui nilai keimanannya dengan taqarrub kepada Allah melalui cara berpikir positif atas segala perkara yang terjadi di luar kemampuannya. Inilah sikap terbaik atas hakikat “qada” atau ketetapan yang telah dikehendaki Allah Swt. Nilai baik dan buruknya tidak akan tergapai oleh nalar manusia yang serba terbatas sebagai makhluk-Nya. Segala musibah, jika menyangkut fisik dan naluri manusia yang terbatas kadarnya adalah ujian untuk peningkatan nilai keimanan. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al Ankabut:2)
Ayat kauliyah tersebut memberikan sinyal bahwa keimanan itu baru nampak setelah melewati berbagai ujian, seperti rasa takut akan kematian, kelaparan dan kesedihan lainnya. Henri Nouwen seperti dikutip John C. Maxwell dalam buku “Make Today Count”. Mengatakan bahwa segala kesulitan ataupun kesedihan yang terjadi di luar kekuasaan manusia adalah cara Tuhan untuk meneguhkan keyakinannya, “percakapan mendalam dalam kehidupan untuk mengenali dan mempercayai, bahwa masih banyak kejadian yang tidak diharapkan, namun justru semakin menjadikan imannya terpercaya.” (hal: 133).
Menjauhi prasangka buruk atas kehendak Allah Swt itu penting terlebih dalam ajaran syariat Islam. Rasulullah Saw bersabda: ’Sesungguhnya Allah Swt berkata: "Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku." (HR.Muslim).
Maka, kesehatan mental yang dibangun dengan cara berpikir yang positif tidak lain menjadikan imannya sehat yang dapat memperkuat imunitas. Ada fakta yang menarik saat pasien positif covid lebih banyak waktunya untuk taqarrub kepada Allah, ternyata membantu cepatnya proses penyembuhan. Mereka yang selalu berpikiran positif dan diiringi kesadaran akan kekuasaan Allah Swt menjadi pendorong cepatnya kesembuhan.
Sesungguhnya di dunia ini tidak ada obat yang mujarab selain doa dan kekuatan iman untuk melakukan upaya terbaik menuju ketaatan pada hukum Allah Swt. Semua perkara kehidupan bagi orang yang beriman itu adalah baik jika disikapi dengan sikap sabar dan syukur.
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Segala keadaan yang dialaminya sangat menakjubkan. Setiap takdir yang ditetapkan Allah bagi dirinya merupakan kebaikan. Apabila dia mengalami kebaikan, dia bersyukur, dan hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa keburukan, maka dia bersabar dan hal itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim no.2999).
Inilah urgensi dari cara berpikir positif dalam persepsi kesehatan iman, yaitu menjadikan fakta yang terindera dan teralami sebagai episode yang mambuat manusia berpikir dengan akalnya untuk menemukan kehadiran Allah Swt di setiap ayat-ayatnya yang tersebar di muka bumi. Virus adalah makhluk hidup yang darinya manusia banyak belajar tentang hakikat kehidupan, tentang asal usul makhluk, tentang tugas dan tujuan hidup manusia di dunia, dan tentang tempat kembali saat nanti semua pulang ke hadirat Allah Swt. Mereka yang selalu berpikiran positif atas segala hukum Allah SWT menjadikannya cerdas akan hakikat kematian di saat positif covid.
“Siapa orang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah?' Nabi menjawab, 'Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat'.'' (hadits riwayat Ibnu Majah).
Wallahua'lam bish Shawwab.