"Ide kesetaraan gender yang menyusup dalam rumah tangga tidak lain ingin membentuk keluarga moderat dengan kesetaraan dalam segala hal. Ide ini jelas berbahaya bagi keluarga muslim karena menghilangkan keterikatan pada syariat"
Oleh. Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
Narasipost.Com-Apa yang terbayang di benak Anda tentang kata "perkosaan" ? Dan siapa itu "pemerkosa" ? Sumpah serapah mungkin terlontar untuk si pemerkosa. Jahat, sadis, kurang ajar, tak beradab, dan sederet ungkapan lainnya. Jika dia muncul di hadapan Anda, mungkin Anda ingin memukulnya sampai mati.
Namun, kini sosok itu seakan didekatkan dengan kehidupan kita, yakni dalam kehidupan rumah tangga. Karena suami yang memaksakan untuk berhubungan badan dengan istrinya terkategori sebagai perkosaan, dan diancam dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Perkosaan dalam rumah tangga ini dikenal dengan istilah marital rape. Sungguh, betapa mengerikannya kehidupan seorang istri jika terstigma bahwa suami berpotensi menjadi pemerkosa. Bukankah setiap hari dia hidup bersamanya? Tidakkah malam-malamnya diliputi kegelisahan? Jangan-jangan dia menganggap suaminya adalah harimau yang siap menerkam.
Masalah yang satu ini sebenarnya sudah termaktub dalam UU PKDRT dan diperkuat kembali pada RKUHP. Dan menurut data k
Komnas Perempuan ada 192 kasus aduan istri yang mengaku diperkosa suami pada 2019 dan 100 aduan pada 2020. Mereka sangat meyakini adanya marital rape ini, dan angka aduan itu membuat mereka bangga karena para istri lebih berani untuk mengadukan nasib mereka. (DetikNews.15/06/21)
Ketika istri mengadukan suaminya sebagai pemerkosa, adakah biduk rumah tangga mereka dapat terus berlayar? Rasanya tak mungkin, yang ada justru pecah dan karam. Daftar janda dan duda pun bertambah. Single parent, sayap-sayap patah berserakan. Inikah yang kita inginkan?
Mewaspadai Liberalisasi Keluarga
Dunia terus digiring menuju titik liberal. Perjuangan kaum feminis tak pernah lelah untuk dapatkan kesetaraan. Melawan patriarki yakni dominasi laki-laki atas perempuan. Tak peduli apa pun, perempuan harus setara. Upah kerja, akses pekerjaan, tentang ini dan itu bahkan sampai urusan ranjang.
Konsep kesetaraan meniscayakan semua hal ditanggung bersama, mulai dari mencari uang, mengurus rumah, mengurus anak, semua dilakukan bersama, dan saling bertanggung jawab. Tidak ada pembagian peran antara suami dan istri.
Suami pemimpin dalam rumah tangga dianggap basi. Karena suami dan istri itu setara. Sama-sama kerja cari uang, kadang istri lebih kaya, apakah tetap harus menurut di bawah ketiak suami? jelas tidak adil kata mereka. Semua harus dilakukan bersama dan atas kesepakatan bersama.
Secara managerial apakah mungkin ada dua pemimpin dalam sebuah institusi? Anggaplah dalam sebuah perusahaan, tentu tidak mungkin ada dua direktur. Atau dua presiden dalam satu negara. Bisa dipastikan akan runyam jadinya. Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat, pun memerlukan seorang pemimpin untuk mengarungi bahtera rumah tangga yang panjang.
Kepemimpinan Suami dalam Keluarga
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin, suami pemimpin dalam rumah tangganya, istri pemimpin atas rumah suami dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya”. (HR.Bukhari)
Dari hadis tersebut menjadi jelas, bahwa pemimpin dalam rumah tangga adalah suami. Namun demikian, hubungan antar suami istri bukan laksana atasan dan bawahan, yang ada adalah hubungan persahabatan yang dibalut kasih sayang.
Konsep marital rape meniscayakan istri untuk menolak melayani suami dalam hubungan seksual. Hal demikian tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Istri harus ikhlas dan Allah Swt. akan berikan ganjaran pahala. Di sisi lain suami pun harus memperlakukan istrinya dengan lembut dan cinta kasih, jauh dari adegan kekerasan. Sehingga jika rumah tangga dibangun dengan benar tidak pernah ada yang namanya marital rape.
Konsep yang dianggap sebagai perlindungan terhadap perempuan ini, justru berpotensi untuk memunculkan pembangkangan dari istri yang berakibat hilangnya keharmonisan keluarga. Ide kesetaraan gender yang menyusup dalam rumah tangga tidak lain ingin membentuk keluarga moderat dengan kesetaraan dalam segala hal. Ide ini jelas berbahaya bagi keluarga muslim karena menghilangkan keterikatan pada syariat, akankah sakinah? justru yang terjadi istri bebas merdeka sementara suami meringkuk dalam penjara.
Wallahu'alam[]