"Tidak perlu menjadi mentari yang bisa menyinari hidup banyak orang tetapi berusahalah menjadi lilin yang bisa memberi jalan penerang bagi setiap orang."
Oleh : Andrea Ausie
NarasiPost.Com-Jika aku ditanya apakah ingin menjadi orang terkenal katakanlah publik figur atau menjadi orang biasa maka akan kupilih menjadi orang biasa dimata manusia tetapi menjadi manusia yang luar biasa di mata Allah swt.
Aku ingin bisa berbagi rizki yang kumiliki untuk mereka yang membutuhkannya. Berbagi ilmu yang kumiliki untuk mengajak dalam kebaikan dan mempergunakan umurku dalam beristiqomah di jalan_Nya. Impianku tidak muluk cuma ingin berkumpul bersama orang-orang yang kucintai di janah_Nya kelak.
Teringat pesan Rosulullah SAW :
“Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya umurnya digunakan untuk apa, bagaimana ilmunya diamalkan, hartanya yang didapat darimana dan digunakan untuk apa, serta tubuhnya digunakan untuk apa”
(HR.At Tirmidzi no 2416,At Thabrani no 9772)
Menjadi seorang publik figur harus memiliki mental yang sangat kuat, Nak !
Pro kontra akan terus bergaung mewarnai hidupmu. Baik fans maupun hatter tanpa disadarinya menuntutmu menjelma menjadi sosok yang sangat sempurna sesuai imajinasi mereka sendiri. Mereka lupa bahwa publik figurpun hanyalah manusia biasa yang tiada luput dari kesalahan.
Kebebasan dan privasi seolah terbelenggu dengan ego mereka yang tiada segan menguliti sampai sedetil mungkin. Mereka tidak peduli bahwa ada luka dan tangis yang terpaksa harus tersamarkan dengan senyum tawanmu. Terkadang aku sangat miris dengan fans yang terlalu sangat fanatik ke idolanya maupun mereka yang membenci dengan kadar urat yang menjalar.
Dulu aku pernah merasakan saat banyak orang datang bergelayut mesra karena hartaku. Sangat sulit membedakan antara senyum mereka yang ikhlas atau yang palsu. Aku selalu berusaha menjadi penerang untuk mereka walau beribu pertanyaan selalu bergelayut di otakku. Hingga kejenuhan menyapaku atas kepura-puraan hidup. Lambat laun aku menghilang dari pusaran itu karena kurasakan begitu banyak kebebasan dan privasiku yang terbelenggu. Terlebih letihnya hidup bersandiwara .
Apa yang kualami dulu seolah menampar lagi dalam kehidupanmu, Nak. Hanya berbeda dimensi ruang kehidupan. Kehidupanmu bertaburkan gemerlap selebriti dengan racun-racun kepalsuan. Bagaikan boneka yang harus tampil menawan demi industri hiburan.
Aku sangat paham saat dirimu meneteskan airmata untuk memilih antara nurani dan logika. Antara kenyataan dan panggung sandiwara. Antara senyum dan jerit pilu hatimu.
Dalam gamangnya hati engkau tetap melenggok dan merekahkan senyum demi mempertahankan sosok “Bintang” yang kemilau. Mendamba gemuruh tepuk tangan dalam pusaran hujatan dan kebencian kepadamu. Berdamai hati demi tuntutan kariermu sambil mengepak sayap-sayap kebaikanmu.
Kini aku merasakan kedamaian dalam hidupku. Berusaha mencurahkan apa yang kumiliku demi jalan dakwah .Disini juga aku makin belajar menghargai arti ragam kehidupan. Belajar empati pada lambaian yang berhak kutolong.
Duhai diri..
Kembalilah kepada fitrahnya sebagai khalifah bumi yang Allah swt perintahkan untuk mengajak dalam kebaikan. Terkadang kebaikan kita tidak banyak dihargai orang lain namun tetaplah berbuat baik. Biarlah nilai kebaikan hanya antara kita dengan Allah swt.
Ingatlah saat kita berusaha menebar kebaikan akan banyak bunyi kegeraman, guncingan sampai tetes air mata namun jangan berhenti karena Allah swt sedang bekerja menyayangi kita.
Dan pahamilah..
Tidak perlu menjadi mentari yang bisa menyinari hidup banyak orang tetapi berusahalah menjadi lilin yang bisa memberi jalan penerang bagi setiap orang.
“Jika kamu berbuat baik( berarti ) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat maka (kerugian kejahatan ) itu untukmu sendiri…”
( QS. Al-Israa ayat 7 )[]