Kemenangan bukan soal berapa banyak harta yang kita miliki hari ini, esok atau nanti. Kemenangan itu adalah ketika kaki-kaki kita menjejak pada surga yang telah Allah janjikan.
Oleh. Ummu Zhafira (Ibu pegiat literasi)
NarasiPost.Com-Selama sekularisme kapitalistik menjadi asas kehidupan manusia, selama itu pula manusia hanya akan berjalan tak tentu arah. Mereka mengejar sesuatu yang semu. Hingga pada akhirnya mereka tersesat dalam lembah kehinaan dan penyesalan.
Baru-baru ini pasangan keluarga sultan, Nia Ramadhani dan Adi Bakrie dibekuk polisi lantaran mengonsumsi narkoba jenis sabu. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu, 7 Juli 2021 lalu. Selain pasangan muda itu, kasus ini juga menyeret sopirnya yakni ZN (41). (Cnnindonesia.com, 08/07/21)
Anak dan menantu salah satu konglomerat di Indonesia itu mengaku bahwa mereka telah menggunakan sabu sejak empat atau lima bulan lalu. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, di Polres Jakpus menyatakan bahwa tekanan pekerjaan di masa pandemi menjadi pemicu mereka mengonsumsi barang haram tersebut. (Liputan6.com, 08/07/2021)
Kehidupan berkecukupan nyatanya tak menjamin lahirnya ketentraman dalam kehidupan. Sebaliknya, kondisi hidup yang mungkin diimpikan oleh sebagian orang itu nyatanya menyimpan sisi gelapnya. Tekanan hidup justru seringkali membuat para jutawan lari ke barang-barang terlarang yang tentu bisa menimbulkan kemudaratan.
Pagar Kenikmatan
Kehidupan ini merupakan nikmat tak terhingga yang Allah karuniakan. Mestinya kita mensyukuri dengan memanfaatkannya sebagai bekal untuk kehidupan akhirat nanti. Namun sayang, kita justru seringkali memagarinya hanya sebatas kesenangan materi. Lantas kita berlari mengejarnya tanpa henti dan lupa bahwa dunia itu fana. Semu dan menipu!
Berbagai macam cara dilakukan hanya demi memerolehnya. Tak lagi peduli halal atau haram. Tak lagi peduli apakah akan menyakiti orang lain atau tidak. Tak lagi peduli apakah akan melahirkan petaka bagi dirinya atau tidak. Yang terpenting hanyalah semua keinginan bisa terpenuhi. Akal tak lagi memimpin karena nafsu yang senantiasa diikuti.
Pun ketika harta sudah dalam genggaman, dia sama sekali tak melahirkan kebahagiaan. Karena sejatinya bukan itu yang mestinya kita cari. Dunia hanya wasilah untuk menggapai rida Sang Ilahi Rabbi.
Jebakan Sekularisme
Kehidupan sekuler? Menerapkan pemisahan agama dari kehidupan. Sistem hidup yang memimpin umat manusia hari ini telah menjebaknya pada jeruji hedonisme.
Ajaran Islam hanya tersisa pada bilik-bilik ritual semata. Aplikasinya kosong tanpa ruh. Boleh jadi kita bersujud dalam salat, tapi hati dan pikiran kita tetap tertaut pada dunia. Pengabdian yang tak sempurna. Nauzubillah.
Inilah pangkal dari segala macam kerusakan. Menjerumuskan manusia pada sifat rakusnya yang melebihi binatang. Tanpa disadari mereka telah menggali lubang kehancuran bagi dirinya sendiri. Menyedihkan.
Memahami Makna Hidup
Kita manusia hanyalah makhluk yang Allah ciptakan dengan segala keterbatasan. Untuk itulah, dengan penuh kasih Allah berikan bekal berupa akal dan seperangkat aturan agar manusia berada pada jalan keselamatan.
Dunia ini mestinya kita maknai sebagai ladang untuk menanam kebaikan. Sebab hakikat penciptaan kita di dunia ini adalah untuk mengabdi pada Sang Ilahi. Seluruh aktivitas kita mesti terikat dengan hukum Allah yang akan melahirkan kebaikan. Tak hanya untuk manusia saja, tapi untuk alam semesta dan seisinya. Karena semua berjalan dalam keteraturan yang hakiki.
Tak ada alasan untuk melakukan kemaksiatan bagi kaum beriman. Bukankah akan ada hari pembalasan yang setiap diri tidak akan pernah mampu berlepas darinya? Itulah hari akhir yang tak berkesudahan.
Sebuah kerugian yang agung ketika kita lebih rida diperbudak duniawi tanpa peduli rida Ilahi yang akan menyelamatkan diri.
Kemenangan bukan soal berapa banyak harta yang kita miliki hari ini, esok atau nanti. Kemenangan itu adalah ketika kaki-kaki kita menjejak pada surga yang telah Allah janjikan.
Kembali pada Fitrah
Fitrahnya kehidupan manusia harus diatur oleh tatanan hidup dari Sang Pencipta. Inilah sistem Islam yang sempurna. Dia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tak hanya mengatur pada tataran kehidupan peribadatan, tapi juga hubungan manusia dengan manusia itu sendiri dan hubungan manusia dengan sesamanya. Allah Swt. berfirman:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maidah: 3]
Akidah sebagai asas setiap aktivitas akan menumbuhkan manusia-manusia yang penuh dengan ketaatan. Aktivitas mereka senantiasa segaris dengan syariah yang Allah tetapkan.
Akan tumbuh budaya saling menasihati dalam masyarakat. Mereka tidak akan membiarkan ada seseorang di antara mereka yang hidupnya terjebak dalam maksiat. Karena kemaksiatan tidak akan membinasakan pelakunya, tapi juga mereka yang membiarkannya. Lebih dari itu, ada peran negara yang akan memastikan setiap umat yang berada di bawah kepemimpinannya hidup sesuai dengan Islam. Sistem pendidikan yang dibangun juga akan melahirkan manusia-manusia berkepribadian Islam.
Inilah kehidupan yang mestinya kita impikan dan kita perjuangkan. Mengaji Islam menjadi sebuah kebutuhan. Mendakwahkan Islam merupakan keharusan. Hingga akhirnya nanti kehidupan penuh berkah tak hanya sebatas mimpi.
Wallahua'lam bishowab.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]