"Menantikan bangkitnya kembali Sang Junnah pembela umat. Pengayom dan pelindung kaum muslim. Memimpin dunia dalam kejayaan dan kegemilangan. Untuk menerapkan syariat Islam yang sempurna dan menyeluruh. Dialah khilafah Ar-Rasyidah yang dinanti."
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Menerawang jauh mata ini memandang. Menahan rindu setengah mati tak tertahankan. Pada sistem Ilahi yang menyejahterakan. Yang membentang dari Maroko hingga Merauke. Yang menaungi dua pertiga dunia dalam ketentraman. Namun, kembali diri ini tersadar, di depan mata kini negeri ini kian hari kian tak bertaji. Karena diterapkannya hukum warisan kompeni. Kerusakan melanda kian parah, seakan penyakit kanker yang telah menjalar ke seluruh tubuh, tiada memungkinkan diatasi melainkan diamputasi.
Saat Islam masih jaya dengan Khilafahnya, semua urusan begitu mudahnya. Rakyat aman sentosa, rukun, damai, penguasa yang mengayomi rakyatnya. Mengatur semua urusan dengan aturan Sang Pencipta. Rakyat diajarkan dan diajak taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sangat berbeda dengan kondisi sekarang ini. Keterpurukan di semua lini membuat hidup kian sulit. Liberalisme diberikan ruang sebebas-bebasnya, agama sedikit demi sedikit dibabat dan dikebiri. Generasi rusak, ekonomi pailit. Negeriku kian nestapa rakyat pun menjerit.
Ketika Khalifah Umar memimpin kekhilafahan Islam, pernah terjadi pandemi thaun di Syam. Gubernur Syam waktu itu adalah sahabat Abu Ubaidah bin Al Jarrah, setelah mendengarkan tentang hadis Rasulullah terkait wabah, khalifah langsung memerintahkan untuk lockdown untuk menghentikan penyebaran. Yang sudah terpapar tidak boleh keluar, yang belum tidak boleh masuk Syam. Dampaknya luar biasa, pandemi bisa segera diatasi, dan korban jiwa bisa diminimalisir. Pemimpinnya peduli rakyat, mengatur urusan dikembalikan dengan merujuk dalil Al-Qur'an dan as-Sunah. Namun berbeda di negeriku sekarang, seakan belum juga cukup dengan semua kenestapaan ini. Pandemi yang melanda semakin hari semakin menjalar ke semua arah. Korban yang terus berjatuhan sudah tak berjumlah, ekonomi pun ambruk kian parah. Masalahnya rakyat yang disuruh di rumah saja, bukanlah boneka yang tak butuh makan. Kebutuhan hidup yang semua serba mahal menambah kesengsaraan.
Ini semua karena pemerintah seolah tak serius melihat masalah. Ketika pandemi ini masih dicegah para penyelenggara negara malah banyak mengeluarkan kelakar. Seolah-olah mereka memang sengaja mengundang pandemi untuk mengurangi jumlah warga negara. Dari promo wisata, polemik insentif nakes yang mandeg, juga vaksin yang berbayar, pajak sembako, menteri yang tak berempati, ini adalah akibat dari sistem kapitalis yang digunakan untuk mengatur negeri.
Sungguh jika ini diteruskan, kehancuran benar-benar tak akan terelakkan. Suatu saat negeri ini hanya akan tinggal nama, sebagai bekas negara atau mantan negara Indonesia. Tentu ini bukan yang kita inginkan. Negeri ini sungguh butuh perbaikan. Yang tak hanya sebagai pemoles janji lima tahunan. Namun perubahan sistem yang menyeluruh juga mendasar.
Anganku pun kembali menerawang, dulu di zaman Rasulullah, beliau secara langsung mendidik para sahabat dan generasi awal Islam di rumah Arqam bin Abi Arqam. Mereka generasi awal Islam langsung digembleng oleh beliau dengan penanaman akidah Islam agar menjadi agen perubahan dari kemusyrikan menuju cahaya Islam. Bahkan setelah hijrah ke Madinah, beliau juga mendidik para generasi Islam ini di masjid, di kuttab, juga di suffah. Belajar langsung dari sang muta'alim, para generasi awal Islam menjelma menjadi pribadi saleh dan juga mushlih, yang tak pantang menyerah dalam memperjuangkan Islam. Akan tetapi, kini begitu miris dengan generasiku. Pembodohan terstruktur dan sistem pendidikan salah buah dari sistem hidup yang salah, telah membuat generasiku pelan namun pasti semakin terbodohkan. Kebijakan sekolah online di rumah dengan gadget semakin tak efektif. Para orang tua menjerit karena kebutuhan hidup, sekarang ditambah mahal kuota agar HP bisa hidup. Maka banyak anak-anak yang malas mengikuti sekolah online, lebih baik putus sekolah demi sesuap nasi. Sungguh ini sebuah ironi.
Dulu ketika Islam memimpin dunia dengan segala kehebatannya. Kaum muslimah begitu terjaga dan dimuliakan. Pernah ada seorang muslimah yang berbelanja di pasar Yahudi Qainuqa' dan kain hijabnya diikatkan oleh orang Yahudi hingga ketika muslimah ini berdiri tersingkaplah auratnya, kemudian ia menjerit minta tolong, ketika sahabat yang ada di pasar tersebut mengetahui hal itu ia langsung membunuh orang Yahudi tersebut, walaupun akhirnya sahabat tadi dikeroyok oleh Yahudi Qainuqa' dan syahid. Dan sampailah berita itu kepada Rasulullah, maka beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam langsung memerintahkan pengepungan terhadap kampung Yahudi Qainuqa' selama 15 hari, dan mereka pun terusir dari Madinah.
Begitu pun kisah wanita muslimah di Ammuriah yang dilecehkan oleh orang romawi, ia menjerit-jerit meminta tolong memanggil nama khalifah, yang akhirnya Khalifah Al Mu'tashim Billah pun mendengarnya dan murka, sehingga mengutus pasukan Islam yang luar biasa banyaknya untuk memporak-porandakan dan menaklukkan Ammuriah kala itu. Namun kini, hatiku menjerit ketika melihat saudara-saudaraku di Palestina, Syuriah, Irak, Afghanistan, Kashmir, Xinjiang, yang ternodai kehormatannya tanpa penolong. Pasukan kaum muslimin kini hanya terpaku dan membatu, bahkan beku tak mau tahu. Bahkan banyak saudariku muslimah yang dilarang berhijab, atau bahkan disesatkan agar jangan mau berhijab. Sungguh ketika Islam tidak diterapkan muslimah banyak menjadi korban dan dijauhkan dari agamanya.
Betapa rindu ini setengah mati. Merindunya seakan tak ada habisnya. Mendamba berjumpa lagi dengannya. Berharap dapat mengenyam kehebatannya. Dapat merasakan kemuliaan dan kesejahteraannya. Dialah sistem Islam. Sistem agung dari yang Maha Agung. Sistem yang berasal dari pencipta manusia, yang berfungsi mengatur semua urusan manusia. Ia tak hanya memuliakan manusia, namun bumi beserta isinya pun sentosa karenanya. Ia ada untuk mendorong manusia menjadi lebih baik di hadapan Rabbnya.
Sungguh rindu ini tiada terkira. Menantikan bangkitnya kembali Sang Junnah pembela umat. Pengayom dan pelindung kaum muslim. Yakinlah ia akan segera kembali. Memimpin dunia dalam kejayaan dan kegemilangan. Untuk menerapkan syariat Islam yang sempurna dan menyeluruh. Dialah khilafah Ar-Rasyidah yang dinanti.
Wallahu a'lam.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]