"Penambahan kuantitas sekolah oleh pemerintah bukanlah solusi untuk mengentaskan masalah pendidikan jika tidak dibarengi peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri "
Oleh. Umma Syuhada
NarasiPost.Com-Program pendidikan sembilan tahun yang sudah lama digaungkan di Indonesia ternyata masih jauh dari kenyataan. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak anak di Indonesia yang tak mengecap pendidikan sampai sembilan tahun, apalagi hingga perguruan tinggi. Tak hanya itu, anak yang putus sekolah malah terus meningkat sejak tahun 2019.
Seperti yang dilansir dari www.medcom.id, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkapkan data angka anak putus sekolah sepanjang tahun 2019 sekitar 4,3 juta di berbagai jenjang. Direktur Bappenas, Amich Alhumami, dalam Konferensi Video, Rabu, 15 Juli 2020 menyebut bahwa angka putus sekolah terbesar berada pada rentang usia 15-16 tahun. Usia tersebut merupakan peserta didik yang duduk di bangku SMP.
Senada dengan hal itu, dilansir dari pikiran-rakyat.com, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyatakan bahwa rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bandung baru mencapai 8,7 tahun atau belum sampai kepada pendidikan 9 tahun. Pihaknya mendorong agar pihak swasta ikut berperan dalam menaikkan kuantitas maupun kualitas pendidikan di Kabupaten Bandung. Pemerintah pun berencana akan membuka 16 SMPN baru untuk mendongkrak angka putus sekolah di Kabupaten Bandung.
Menaikkan Kuantitas Bukan Solusi
Tingginya angka putus sekolah di Indonesia merupakan masalah yang besar saat ini. Bagaimana tidak, pendidikan merupakan bekal anak untuk menyongsong masa depannya kelak. Tidak akan maju sebuah bangsa jika pendidikan masih menjadi barang yang mahal.
Banyak anak yang putus sekolah bukan karena tidak memiliki motivasi yang kuat, tapi karena kondisi keluarga yang tak mendukung. Menurut Direktur Bappenas, Amich Alhumami, potensi putus sekolah paling besar dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi keluarga. Tak sedikit anak sekolah yang memutuskan untuk ikut mencari nafkah demi membantu perekonomian keluarga. Apalagi di tengah pandemi yang saat ini membuat perekonomian masyarakat menurun drastis.
Penambahan kuantitas sekolah oleh pemerintah bukanlah solusi untuk mengentaskan masalah ini. Apalagi jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Terkadang untuk mendapatkan kualitas sekolah terbaik, orang tua harus merogoh kocek lebih dalam. Kualitas pendidikan berbanding lurus dengan modal yang dimiliki orang tua. Apalagi bagi orang tua dari kalangan rendah, sudah pasti mendapatkan sekolah dengan kualitas dan fasilitas terbaik adalah sesuatu yang mewah.
Jika bicara soal kualitas, kita ketahui bersama bagaimana output generasi saat ini yang penuh dengan prestasi menyedihkan, seperti tawuran, narkoba, pergaulan bebas, LGBT, sampai ke tindak kriminal di kalangan pelajar, yang sering menghiasi layar kaca televisi ataupun sosial media.
Kurikulum yang sering berganti hampir setiap tahun pun menambah semakin biasnya arah pendidikan saat ini. Masih banyak sekolah yang lebih mementingkan angka/nilai daripada ketercapaian pembelajaran pada siswa. Tak dipungkiri juga, banyak sekolah yang memanipulasi angka agar nilai siswa sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM).
Jika pemerintah ingin secara serius mengentaskan masalah ini, maka harus diselesaikan secara sistemik. Pertama, pemerintah harus memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Masalah lapangan pekerjaan, biaya hidup dan lain-lain agar tidak ada lagi anak sekolah yang turun tangan membantu perekonomian keluarga.
Kedua, menjamin biaya sekolah. Pemerintah secara sistemik betul-betul memberikan jaminan pendidikan yang gratis bagi masyarakat hingga sembilan tahun. Tak hanya biaya sekolah, negara pun perlu untuk membantu pemenuhan kebutuhan siswa seperti alat sekolah, dan lain-lain.
Ketiga, perbaikan kurikulum dan mengutamakan output yang tak hanya berorientasi pada nilai semata, namun juga kepribadian siswa.
Pendidikan Islam: Format Pendidikan Masa Depan
Kebutuhan primer menurut pandangan Islam terbagi dua. Pertama, bagi tiap individu rakyat. Kedua, bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan primer bagi tiap individu adalah sandang, pangan, dan papan. Ketiganya merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap individu. Adapun yang termasuk kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan adalah sandang, pangan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Oleh karena itu, negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pendidikan, baik untuk fakir miskin maupun orang kaya. Kewajiban negara tak hanya menjamin tersedianya sekolah-sekolah, tapi juga menjamin kualitas dari pendidikan itu sendiri.
Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan pada akidah Islam. Melalui sistem pendidikannya, Islam akan melahirkan output generasi yang berkualitas, baik dari sisi kepribadian maupun dari penguasaan ilmu pengetahuan. Dalam sistem Islam, tak hanya pendidikan, sistem kehidupan lain seperti ekonomi pun menggunakan sistem Islam. Ekonomi Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. Dengan sumber daya alam yang ada, negara akan mengalokasikan dana untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, kebutuhan mendasar masyarakat akan terpenuhi dan tak ada lagi anak yang putus sekolah. Mereka akan fokus pada pendidikan dan meraih prestasi terbaik untuk umat.
Dengan demikian, penambahan kuantitas/jumlah sekolah untuk mengentaskan masalah putus sekolah di masyarakat bukanlah solusi. Perlu solusi sistemik untuk mewujudkan pendidikan yang baik secara output maupun kualitas. Hanya Islamlah yang memiliki solusi menyeluruh untuk mengakhiri segala problematika di negeri ini.[]
photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]