"Undang-undang narkotika yang hanya memuat aturan dengan berbagai kepentingan, tidak bersifat komprehensif namun hanya parsial saja menyebabkan sulitnya pemberantasan narkotika di Indonesia."
Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep
(Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Indonesia merupakan salah satu negara yang subur terhadap peredaran narkoba. Hal tersebut terlihat dari tingginya tingkat prevalensi narkoba setiap tahunnya. Tak hanya sampai di situ, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) merilis fakta bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran segitiga emas perdagangan narkoba, khususnya metafetamin, bersama dengan Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Malaysia. Sungguh suatu fakta yang memprihatinkan.
Tertangkapnya artis Nia Ramadhani beserta suami dan juga sopir pribadi mereka, turut menambah daftar panjang kasus narkoba di Indonesia. Namun yang menjadi sorotan adalah belum lagi tuntas penyelesaian perkara melalui sidang pengadilan, tapi kedua tersangka telah mengajukan permohonan rehabilitasi dan hal tersebut akan dikabulkan.
Sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh kuasa hukum keduanya, yakni Wa Ode Nur Zainab. Menurutnya, Nia dan Ardi adalah korban dari penggunaan narkoba. Dan merujuk pada UU Nomor 35 Tahun 2009, maka rehabilitasi wajib diberikan kepada korban penyalahgunaan narkoba. (Kompas.com, 10/07/21)
Sementara itu, Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Hengki Haryadi, ikut menegaskan hal tersebut. Katanya, penyidik tetap akan memproses hukum terhadap Nia Ramadhani dan Ardie. Meski begitu undang-undang pengguna narkotika mewajibkan mereka untuk menjalani rehabilitasi.
“Dalam Pasal 127 sebagaimana yang hasil penyelidikan kami tentang pengguna narkoba diwajibkan untuk rehabilitasi, itu adalah kewajiban undang-undang. Kemudian dengan rehabilitasi bukan perkara tidak lanjutkan, perkara tetap kami lanjutkan, kami bawa ke sidang nanti akan divonis hakim di mana ancaman maksimal adalah 4 tahun, dan kemudian untuk rehabilitasi bukan dilaksanakan oleh penyidik.” Katanya di Mapolres Jakarta Pusat. (Merdeka.com, 10/07/21)
Hukum Semakin Terlihat Timpang
Alih-alih menetapkan hukuman berat sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku penyalahgunaan narkoba, tapi sebaliknya aparat justru terkesan memberi kelonggaran dengan dimuluskannya jalan rehabilitasi. Dalihnya, karena mereka adalah pemakai dan juga korban bukan sebagai pengedar. Sehingga timbulah keraguan dari masyarakat yang menganggap bahwa aparat kepolisian terkesan bertindak tidak sebagaimana mestinya dan juga mengistimewakan sepasang publik figur tersebut. Jika saja kasus yang sama dilakukan oleh kalangan biasa, maka sudah barang tentu penanganannya pun tegas dan berbeda. Tidak ada kompromi, pasti berakhir dalam hotel prodeo.
Meskipun telah dijelaskan pihak kepolisian bahwasanya kasus tetap diproses sesuai hukum yang berlaku, di samping rehabilitasi tetap berjalan, akan tetapi masyarakat semakin ragu akan hal itu. Sebab telah diketahui umum bahwa selama ini sistem peradilan selalu menampakkan ketimpangan yang nyata. Hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Jika berduit maka akan dilakukan kompromi, tapi bagi yang tidak berduit, siap-siap menerima tindak tegas.
Adapun faktor yang melatarbelakangi tingginya kasus narkoba di Indonesia adalah adanya undang-undang yang bermasalah. Di samping itu, UU tersebut memiliki celah yaitu dengan memberi kesempatan rehabilitasi kepada tersangka, baik mereka yang berstatus wajib lapor maupun yang masih berstatus dalam penyidikan.
Seperti itulah produk hukum yang dihasilkan dalam sistem sekuler saat ini. Aturan dibuat dengan berbagai kepentingan, tidak bersifat komprehensif namun hanya parsial saja. Undang-undang pun ditetapkan untuk kemudian dilanggar kembali. Sungguh suatu ketidakkonsistenan yang nyata.
Betapa sekularisme telah menjadi sarana bagi tumbuh suburnya bisnis maupun peredaran narkoba di dunia. Hal ini terbukti dengan adanya temuan jumlah yang sangat banyak hingga berton-ton narkoba masuk ke Indonesia. Sayangnya hal tersebut lagi-lagi luput dari pengawasan aparat. Ada pula fakta tentang tanaman ganja yang kian subur sampai berherktare luasnya, bahkan disertai dengan pabriknya. Tapi selama ini bahkan tidak terdeteksi sama sekali.
Tentu, semuanya menimbulkan pertanyaan tersendiri. Bagaimana mungkin semua itu tidak diketahui aparat? Atau bisa jadi justru aparat-lah yang menjadi kaki tangan atas penyebaran narkoba.
Disamping itu pula adanya faktor liberalisme atau kebebasan dalam segala hal. Paham ini kemudian menyasar para generasi muda, sehingga dalam perilakunya mereka bebas melakukan apa saja. Lalu diperparah dengan kurangnya pemahaman agama, maka hilang sudah kewarasan dalam bertindak. Jika ada masalah atau hanya sekedar menaikan status sosial maupun gaya hidup, maka tidak segan-segan mereka (para pemuda) akan lari pada narkoba.
Kendati kerusakan yang diakibatkan oleh narkoba terus menggerogoti rakyat. Disertai tingginya angka kriminalitas sebagai dampak dari digunakannya zat adiktif tersebut, hingga memicu siapa saja baik individu, maupun masyarakat untuk bertindak di luar batas kemanusiaan. Siapa pun yang telah masuk dalam jaringan narkoba, maka sulit untuk melepaskan diri dari cengkeramannya bahkan bisa masuk dalam sindikat kejahatan kelas kakap. Yang ke semua itu semakin sulit diberantas.
Hukum Islam Kunci Tegaknya Keadilan
Islam menetapkan suatu aturan komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan umat, tidak terkecuali dalam masalah penegakkan hukum. Yan S. Prasetiadi selaku pakar hukum Islam menyebutkan bahwa terdapat empat solusi dalam penanganan narkoba secara tuntas, yaitu:
Pertama, dalam Islam ketakwaan individu menjadi hal penting sebab siapa pun, dia jika bertakwa maka senantiasa akan terpelihara dari kemaksiatan. Termasuk terhindar dari perilaku penyalahgunaan narkoba, baik itu pemakai, pengedar ataupun yang memproduksinya. Jikapun memiliki masalah, maka bukan narkoba yang dijadikan sebagai pelarian melainkan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Yang kedua, Islam dalam penerapannya sebagai suatu negara akan senantiasa menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya, baik itu sandang, pangan, juga papan. Negara pun menjamin ketersediaan pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang memadai. Sehingga masyarakat dapat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa terbebani oleh himpitan ekonomi.
Ketiga, dengan adanya sistem sanksi (uqubat) yang tegas serta menimbulkan efek jera bagi setiap pelakunya, tidak terkecuali dalam hal penyalahgunaan narkoba, baik itu pemakai maupun pengedar, serta produsennya. Adapun dalam proses penetapan sanksi ta’zir, maka diserahkan pada kewenangan Khalifah dan juga qadi (hakim) yang akan menetapkannya berdasarkan ijtihad. Hukuman akan disesuaikan dengan ketentuan syariah berdasarkan tingkat kejahatan yang dilakukan. Apabila pengguna saja dihukum demikian berat, terlebih seorang pengedar atau produsen. Mereka bisa saja ditetapkan dengan hukuman mati sebagaimana putusan Qadhi. Hukum dalam Islam bersifat adil, tegas, dan tidak memandang status sosial apakah dia seorang masyarakat biasa, publik figur, politisi, ataukah pengusaha.
Keempat, penunjukan pada aparat penegak hukum yang bertakwa. Sehingga tidak akan ditemukan kerjasama antara aparat dengan para mafia narkoba. Maka terciptalah keadilan hukum yang didambakan oleh seluruh rakyat. Yang ke semua hal tersebut diatas tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, kecuali dikembalikan pada sistem Islam yang bersumber dari Dzat Pencipta maupun pengatur hidup manusia, yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu'alam bis showab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]