Muslimah, Mengapa Enggan Menutup Aurat?

“Ada dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya, dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup semua auratnya), Mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang) kepala mereka seperti punuk onta yang berpunuk dua. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga itu akan didapati dari sekian dan sekian (perjalanan 500 th)." (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421).


Oleh: Ana Nazahah
(Kontributor Tetap Narasipost.com)

NarasiPost.Com-Dewasa ini geliat hijrah semakin nampak di tengah umat. Ajakan taat semakin menyentuh hati masyarakat. Tak terkecuali tua, maupun muda. Tokoh dan intelektua. Pun rakyat biasa. Fenomena hijrah hampir menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Namun sayangnya, seruan untuk kembali ke fitrah, sebagai hamba yang Allah ciptakan, semata untuk beribadah, tunduk dan patuh hanya kepada Allah, belumlah menyeluruh dirasakan umat Islam. Masih ada saja di kalangan Muslim yang merasa syariat Allah belum dibutuhkan dan dianggap tidak relevan.

Salah satu syariat Allah yang masih saja dipersoalkan adalah memakai pakaian syar'i. Sebagian Muslim masih menganggap hal ini sebagai bentuk ketaatan yang berlebihan.

Ada ayah yang tidak setuju anaknya memakai hijab. Suami yang melarang istri menutup aurat. Atau bahkan lebih sering, penolakan terhadap syariat dalam hal berpakaian ini justru datang dari pribadi muslimah sendiri. Karenanya, mereka masih mempertahankan budaya buka aurat saat keluar rumah.

Jika kita mau jujur, sejatinya tidak ada Muslim yang meragukan kewajiban berpakaian sesuai tuntunan Islam. Semua tahu menutup aurat adalah wajib. Namun, pemikiran "tahu" tersebut telah dipengaruhi budaya liberal yang lahir dari ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).

Budaya sekuler ini telah meracuni pola pikir umat Islam. Menciptakan jarak yang fatal antara Muslim dan syariat agamanya sendiri. Gara-garanya umat jatuh dalam kubangan kejumudan. Terbelenggu dalam taraf berpikir yang rendah. Mengubah makna "tahu" justru berarti tidak mengerti sama sekali.

Paham sekularisme ini dibawa oleh penjajah, sebagaimana yang digaungkan dunia barat. Saat barat menjadi mercusuar peradaban, umat Islam pun ikut latah, mengikuti dan mencontoh gaya hidup yang tidak Islami. Barat dengan paham permisifme telah merubah standar perbuatan Muslim. Dari sebelumnya berstandarkan halal dan haram menjadi "Asal senang, asal suka, maka dilakukan."

Tak ayal, sikap melalaikan kewajiban, mudah kita dapati dilakoni oleh umat Islam saat ini. Dengan alasan yang sangat tidak bertanggungjawab mereka menolak hijab. Ada yang beralasan panas, ada pula yang karena malu. Ada pula alasan yang lebih menyesatkan, yakni menjilbabkan hati dulu. Padahal hati seharusnya dibuka agar mudah menerima kebenaran, bukan malah ditutup.

Apapun alasannya, kita semua menyadari penyebab sebenarnya adalah bahwa pemikiran umat Islam dewasa ini telah terkukung oleh budaya sekularisme. Tak bisa lepas lagi darinya. Beragama hanya sekadar cangkang. Yang pada akhirnya syariat Allah pun ditolak dan didustai terang-terangan.

Andai setiap muslimah paham betapa tingginya makna hijab yang Allah perintahkan. Berpakaian syari adalah tanda pengenal, sekaligus pembeda bahwa dia wanita muslimah atau bukan. Menutup aurat secara sempurna bahkan merupakan syarat bagi Muslimah memasuki surga yang dicita-citakan.

Ya, perintah hijab adalah seruan langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al- Ahzab ayat ke 59. Yang artinya, "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”

Karena perintah berhijab adalah seruan langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka melanggarnya merupakan tindakan mendustakan ayat-ayat-Nya. Sekaligus telah berlaku sombong karena menentang perintah Allah Azza Wa Jalla.

Allah memberikan peringatan keras terhadap orang-orang yang menentang ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman-nya,

وَالَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَآ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya." (Al-A'raf : 36).

Nauzubillahi mindzalik, bukan sembarang ancaman yang Allah berikan bagi mereka yang menolak mematuhi ayat-ayat Allah, bagi siapa yang menolak kebenarannya, setelah datang kepadanya pengetahuan. Ancamannya adalah berada di neraka sebagai tempat kembali yang abadi lagi kekal.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun menegaskan hal serupa. Bahwa orang-orang yang enggan menutup aurat, mereka terancam tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga bisa tercium dalam jarak 500 tahun perjalanan.

“Ada dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya, dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup semua auratnya), Mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang) kepala mereka seperti punuk onta yang berpunuk dua. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga itu akan didapati dari sekian dan sekian (perjalanan 500 th)." (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421).

Jika benar-benar paham, mana mungkin kita akan memilih menentang Allah. Mengikhlaskan diri menjadi penghuni neraka yang kekal. Terlepas dari dangkalnya pemahaman agama yang kita punya. Semua pastinya tak ingin hidupnya sia-sia. Melakukan sesuatu yang bodoh yang bisa membawanya pada Jahanam yang tak disuka.

Karena tak salah pada hati kecil, sering-seringlah kita bertanya. Tentang berhijab syar'i yang belum kita kerjakan, apa kendalanya? Apa alasannya menunda berhijab, atau bahkan menolaknya? Apakah ancaman Allah dengan diberi balasan neraka yang kekal tidak cukup menyadarkan kita?

Wallahua'lam[]

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Pentingnya Muhasabah di Tengah Pandemi
Next
Pendidikan Seks Dini, Racun Manis Berbalut Edukasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram