PPKM Darurat : Siapa yang Diselamatkan?

"Pandemi Covid-19 membutuhkan penanganan yang bersifat sistemik dan integral. Pandemi ini tidak akan kunjung berakhir, kecuali dilakukan sebuah upaya serius untuk memutus mata rantai persebaran virus."


Oleh. Ummu Hanan
( Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Pendemi masih belum berlalu dari negeri ini. Bahkan sejak awal kasus kemunculan virus Covid-19 di Indonesia hingga saat ini telah terjadi lonjakan persebaran cukup signifikan. Hingga saat ini, berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada Twitter @KemenkesRI total terkonfirmasi positif menjadi 2.178.272 kasus. (tribunnews.com,30/06/2021)

Peningkatan jumlah kasus tampak sangat fantastis jika dikaitkan dengan awal kemunculannya pada kisaran Maret 2020,yakni hanya sejumlah 2 kasus positif Covid-19. Indonesia menempati peringkat teratas untuk kasus Corona di wilayah Asia Tenggara, urutan ke 4 di Asia serta ke 19 di dunia. (kontan.co.id,17/01/2021)

Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan sebagai upaya mengatasi pandemi. Kebijakan dibuat dalam rangka membatasi ruang gerak masyarakat, sehingga diharapkan dapat menekan laju pertambahan kasus. Di antara program yang telah berlangsung dan masih berjalan hingga saat ini adalah kampanye massal 3M, larangan mudik, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), new normal dan vaksinasi nasional. Adapun kebijakan teranyar yang sedang diaruskan sebagai respon atas tingginya kasus positif Covid-19 adalah PPKM darurat atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.

Kebijakan PPKM darurat sesungguhnya bukanlah sebuah terobosan baru. Konsep ini hakikatnya adalah “nama lain” dari kebijakan yang telah ada sebelumnya, yakni PSBB. Pasca pemberlakukan PSBB, kemudian digulirkan konsep new normal. Melalui new normal pula masyarakat diimbau untuk kembali melakukan aktivitas di luar rumah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Setelah itu lahirlah program PPKM skala mikro karena dianggap dapat menjaga keberlangsungan aktivitas ekonomi meski secara terbatas. (merdeka.com, 01/07/2021)

Program PPKM mikro kemudian berganti menjadi PPKM darurat dengan pertimbangan makin melonjaknya persebaran virus Covid-19 di negeri ini. Namun demikian, beberapa kalangan menilai kebijakan baru ini tidak akan memberikan pengaruh pada kasus Covid yang ada sekarang. Menurut anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, perlu ada definisi yang jelas terkait kebijakan PPKM darurat. Menurutnya, jika program ini hanya bentuk pengulangan dari program sebelumnya maka tidak akan ada perubahan signifikan. Karena program yang telah dijalankan sebelumnya seperti PPKM mikro dinilai tidak berhasil menanggulangi wabah. (merdeka.com,01/07/2021)

PPKM darurat dilandasi oleh semangat pemulihan ekonomi di tengah hantaman pandemi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh anggota DPR RI Komisi XI, Ahmad Yohan, dengan menyebut bahwa otoritas ekonomi baik fiskal dan moneter terus bekerja keras melakukan pemulihan ekonomi dengan berbagai kolaborasi. (viva.co.id, 04/07/2021)

Namun Yohan menyayangkan mengapa justru potensi persebaran virus dibuka lebar melalui akses masuknya warga negara asing (WNA) ke Indonesia. Karenanya efektivitas program PPKM darurat kembali dipertanyakan. PPKM darurat rencananya akan diterapkan di wilayah Jawa-Bali mulai tanggal 3-20 Juli 2021.(bbc.com,01/07/2021)

Menarik untuk dicermati korelasi antara kebijakan dengan capaian yang diraih. Beragam kebijakan telah diselenggarakan, dikampanyekan secara masif serta melibatkan banyak pihak. Namun realitas di lapangan menunjukkan angka pertambahan kasus positif semakin meningkat. Sekiranya kebijakan yang digagas telah menyentuh akar persoalan, tentu pengaruhnya juga akan tampak pada menurunnya persebaran wabah. Pada poin ini akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa ada ketidaktepatan antara rumusan masalah dengan temuan formula solusi terbaik. Pembahasan seputar permasalahan ini bergantung pada cara pandang apa yang digunakan dalam memetakan sebuah keadaan.

Pandemi Covid-19 membutuhkan penanganan yang bersifat sistemik dan integral. Pandemi ini tidak akan kunjung berakhir, kecuali dilakukan sebuah upaya serius untuk memutus mata rantai persebaran virus.

Di dalam sejarah penerapan syariat Islam oleh Khilafah, keberadaan wabah bukanlah sesuatu yang baru. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, sekitar tahun 18 Hijriyah pernah terjadi wabah Tha’un di wilayah Damaskus. Khalifah Umar bin Khattab pada waktu itu memutuskan untuk tidak memasuki wilayah yang terjangkit wabah sebagai upaya memutus persebarannya. Tindakan Umar ini sejalan dengan tuntunan Nabi Saw dalam menghadapi wabah.

Beberapa di antara tuntutan syariat Islam terkait menghadapi wabah akan mengantarkan pada pemulihan kondisi masyarakat. Islam mensyariatkan, melalui sabda Nabi Saw, “Jika kamu mendengar tentang wabah penyakit di suatu negeri, janganlah engkau masuk ke dalamnya, dan jika wabah merebak di suatu tempat saat Anda berada di dalamya maka jangan tinggalkan tempat itu." (Shahih Bukhari).

Inilah konsep masterpiece Islam tentang urgensitas karantina atau lockdown saat wabah tengah merebak. Tentunya penerapan ini akan sangat ampuh memutus persebaran virus. Sangat jauh berbeda dengan cara pandang kapitalisme dalam menuntaskan pandemi. Ideologi ini telah mengantarkan para pembuat kebijakan untuk menjadikan faktor pemulihan ekonomi sebagai pertimbangan terbesar sembari mencoba menyelamatkan jiwa manusia. Pemulihan ekonomi menjadi pendorong utama lahirnya kebijakan penanganan wabah yang besifat tambal sulam, jauh dari solusi mendasar.

Kapitalisme mengedepankan sikap kompromistis dengan kepentingan para korporasi atas keberlangsungan bisnis mereka. Alhasil keselamatan jiwa rakyat menjadi taruhannya. Sudah saatnya masyarakat menyadari pentingnya kita menemukan solusi mendasar atas persoalan negeri ini. Kapitalisme terbukti telah gagal mewujudkan kesejahteraan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia. Kapitalisme hanya tegak di atas kepentingan para korporat dengan jalan mengeksploitasi kepemilikan umum. Inilah saatnya masyarakat dan kita semua mengambil solusi tuntas bagi negeri dengan menjadikan aturan yang tegak di tengah manusia hanya bersumber dari yang Maha Mengetahui hakikat kebenaran, Allah Swt, itulah syariat Islam.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Bila Bintang Itu Padam
Next
Panic Buying Mencuat (lagi), Dimanakah Peran Negara?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram