Kebijakan PPKM Darurat di Tengah Mengganasnya Pandemi, Solutifkah?

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi Narasipost.com)

NarasiPost.Com-Akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan mulai 3 Juli sampai 20 Juli 2020 khusus wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan ini muncul berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Adapun perbedaan antara PPKM Darurat dan PPKM Mikro yang telah diterapkan sebelumnya adalah PPKM darurat diwacanakan akan lebih ketat dalam membatasi kegiatan masyarakat, misalnya menutup total tempat wisata, mall, tempat ibadah, dan restoran hanya boleh pesan antar. Semua kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring, perkantoran pun ditutup dan dianjurkan WFH 100 persen.

Sebetulnya, pengetatan ini sudah sejak Mei silam diusulkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, namun ditolak oleh pemerintahan pusat. Kini, kebijakan PPKM Darurat diambil oleh pemerintah pasca adanya hantaman gelombang kedua Covid-19 di negeri ini pada dua pekan terakhir. Dilaporkan bahwa angka kasus positif Covid- 19 kian meningkat tajam. Bahkan angka kematian pun kian bertambah secara signifikan. Hingga tanggal 5 Juli 2021, angka positif Covid-19 di negeri ini telah mencapai 2.313.829 kasus, sementara yang meninggal dunia mencapai 61.140 kasus. Adapun kasus baru tertinggi diraih oleh lima provinsi di Indonesia, di antaranya DKI Jakarta 10.903 kasus baru, Jawa Barat 6.971 kasus baru, Jawa Tengah 3.447 kasus baru, Jawa Timur 1.543 kasus baru, dan Yogyakarta 1.465 kasus baru. (Kompas.com/05-07-2021)

Kebijakan Setengah Hati Bikin Sakit Hati

Namun faktanya pemerintah kembali memperlihatkan ketidakseriusannya memutus rantai penularan wabah. Betapa tidak, di tengah pemberlakuan PPKM Darurat, pemerintah malah membuka akses masuk para TKA ke negeri ini.

Sebagaimana dilansir oleh CNNIndonesia.com (5/7/2021), bahwa puluhan TKA Cina mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan pada hari Sabtu (3/7). Mereka jauh-jauh datang dari Cina ke Indonesia karena harus bekerja kontrak di PT. Smelter.

Dengan adanya fakta tersebut, berbagai pihak pun memberi tanggapan. Salah satunya pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan bahwa kedatangan 20 TKA asal Cina tersebut patut dikritisi lantaran kontraproduktif dengan aturan PPKM Darurat.

Selain itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, pun menyarankan kepada pemerintah untuk menutup pintu rapat-rapat bagi seluruh warga asing demi mencegah potensi penularan varian baru virus corona dari negara lain.

Sejak awal, Indonesia memang seolah tidak berani menutup pintu bagi pekerja asing. Tentu belum terlupa, saat April 2021 lalu, otoritas Indonesia, dalam hal ini Dirjen Imigrasi dan Dirjen Perhubungan Udara-Kemenhub, tidak melarang flight carteran yang memuat ratusan WNA India ke Indonesia dengan masa karantina hanya lima hari. Padahal saat itu, India tengah kolaps oleh wabah varian baru Covid-19.

Sungguh memprihatinkan! Rakyat harus selalu dipertontonkan dengan ketidakadilan kebijakan yang menyayat hati. Bagaimana mungkin rakyat mau percaya pada pemerintah, jika pemerintah saja kerap kali mengkhianati kepercayaan rakyat?

Wajar saja jika akhirnya implementasi PPKM Darurat tidak sesuai dengan harapan. Sebagaimana yang terungkap di lapangan, bahwa di hari ke tiga pemberlakukan PPKM Darurat, jalan-jalan masih macet, terutama di kota Jakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa mobilitas masyarakat masih cukup tinggi. Perkantoran pun banyak yang masih aktif alias tidak meliburkan karyawannya.

Tak hanya itu, di hari ke tiga penerapan PPKM Darurat, Satgas Covid-19 menjaring sebanyak 1.706 pelanggar. Pelanggaran tertinggi terjadi di pedagang kaki lima (PKL), area publik hingga pertokoan. (Viva.co.id/6-7-2021). Hal tersebut menunjukkan kebijakan PPKM Darurat tidak efektif dalam menekan laju penularan Covid-19.

Kembali pada Syariah, Raih Hidup Berkah

Karut-marut kebijakan yang kita saksikan ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme liberal. Negara sejak awal telah salah langkah dalam mengatasi hantaman pandemi. Pun negara telah salah menentukan skala prioritas penyelamatan, bukannya nyawa rakyat melainkan malah ekonomi. Walhasil, aneka kebijakan yang digelontorkan yang katanya demi memutus penularan Covid 19 nyatanya tak sejalan dengan kebijakan lainnya dalam rangka pemulihan ekonomi.

Di satu sisi, kegiatan masyarakat dibatasi, namun di sisi lain promosi destinasi wisata begitu gencar dilakukan. Imbauan prokes begitu galak disuarakan, namun akses keluar masuk TKA tak dibatasi sama sekali. Bukankah akhirnya semua itu menjadi seperti dagelan yang sama sekali tidak lucu?

Jika saja sejak awal pandemi, pemerintah mengambil kebijakan lockdown syar'i sebagaimana Islam mengajarkannya, tentu saja kondisinya takkan sampai separah hari ini. Lockdown syar'i adalah penguncian wilayah di tempat pertama munculnya wabah. Tidak boleh ada akses keluar masuk ke wilayah tersebut. Itulah kebijakan yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika terjadi wabah Tha'un di Syam. Umar memilih kembali ke Madinah dan tidak jadi memasuki Syam. Penguncian wilayah dilakukan. Begitu pun penduduk Syam, dilarang keluar dari wilayahnya.

Rasulullah Saw bersabda:
"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Namun di sistem kapitalis liberal hari ini, pemerintah malah tetap menggelar karpet merah bagi pekerja asing asal Cina, padahal dari Wuhan- Cina lah wabah ini pertama kali muncul. Beginilah jika negara berasaskan pada kepentingan untung rugi belaka, tak menakar segala sesuatunya dengan adil. Wajar, jika kerusakan demi kerusakan akhirnya menyelimuti negeri ini.

Adapun selama lockdown berlangsung, pemerintah dalam sistem Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga rakyatnya akan tenang meski tidak keluar dari rumahnya. Berbeda dengan hari ini, rakyat bingung ketika disuruh lockdown karena tidak ada yang menjamin kebutuhan mereka tercukupi selama di rumah saja. Lebih-lebih para pedagang keliling dan penguasa kecil, jika tak keluar rumah untuk mencari nafkah, maka mereka akan mati kelaparan di dalam rumahnya.

Padahal jika mau, pemerintah bisa saja menerapkan lockdown syar'i dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat selama lockdown berlangsung, sebab sejatinya Indonesia adalah negeri yang berlimpah sumber daya alam. Namun sayang, jauh panggang dari api, negara tak berdaulat di negerinya sendiri. Sumber daya alam yang melimpah ruah tak lagi dikuasai negara, melainkan berada dalam dekapan swasta, baik lokal maupun asing. Di sisi lain, negeri ini tersandera utang luar negeri. Lantas, bagaimana mungkin mau membiayai rakyatnya sedangkan negeri ini saja sedang sekarat?

Dengan demikian, tidak ada solusi lain untuk mengakhiri segala karut-marut ini selain kembali kepada fitrah. Ya, fitrah manusia adalah hidup di bawah naungan sistem Islam yang agung. Karena Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Penerapannya secara totalitas dalam kehidupan sudah pasti akan mampu menciptakan baldatun toyibatun wa robbun ghofuur. Tidaklah kita tergerak untuk bersegera mewujudkannya?[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Pendidikan Seks ala Barat : Ancaman bagi Keluarga
Next
Pandemi Corona: Alarm Penghambaan Total pada Sang Maha Kuasa
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram