"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ibarat menacri jarum dalam jerami karena hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah"
Oleh: Azra Syafiya
NarasiPost.Com-Indonesia selalu diklaim sebagai negara hukum. Sebagai konsekuensinya, setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak sesuai hukum yang telah ditetapkan. Kita semua pun tentunya hapal sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Adil sendiri bermakna berpihak pada kebenaran dan tidak sewenang-wenang. Perlakuan adil seharusnya dipraktikkan pada semua aspek kehidupan dan pada seluruh masyarakat tanpa dibeda-bedakan. Salah satunya adalah masalah penegakkan hukum.
Kemudian jika kita berkaca kembali, apakah keadilan sosial benar sudah terwujud di negeri kita? Dari banyak berita belakangan ini semakin menguatkan anggapan bahwa “hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Hukuman berlaku tegas pada rakyat kecil, namun sangat minim menyentuh para pemilik kekuasaan. Miris dan mengiris hati melihatnya.
Dalam beberapa pekan ini, kita pun dibuat geram lagi dengan adanya kasus Jaksa Pinangki. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun. (Kompas, 24/06/2021)
Faktanya Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama, ia menerima suap sebesar US$500 ribu dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Kedua, terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036,00. Ketiga, terlibat permufakatan jahat dengan Djoko Tjandra. (Tempo, 25/06/21)
Menurut dosen hukum pidana Universitas Pharahyangan, Nefa Claudia Meliala, ia menuturkan bahwa seharusnya Pinangki diperberat hukumannya. Berdasarkan ketentuan pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jika seorang pejabat publik terbukti melakukan tindak pidana melalui jabatannya, maka hukumannya dapat ditambah sepertiga. Oleh karena itu, pertimbangan diskon hukuman karena Pinangki seorang ibu yang memiliki balita merupakan pertimbangan yang parsial, tidak memperhitungkan posisi perempuan lain sebagai korban dari tindak korupsi ini. Sangat berbeda dengan penegakkan hukum kasus Baiq Nuril, Angelina Sondakh, dan yang lainnya. Pertimbangan semacam ini bukan lagi soal gender, melainkan berpihak pada siapa yang lebih punya posisi atau jabatan.
Jika penegakkan hukum begitu pilih kasih adanya, maka koruptor mana yang akan jera? Bagaimana para elit penguasa akan takut melakukan pidana toh ujung-ujungnya bisa direkayasa? Dan tidakkah kita geram melihat ketidakadilan yang terus menindas rakyat kecil di Indonesia?
April 2021 lalu, ICW merilis laporan bahwa terdapat 1.218 perkara korupsi baik yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung. Akibat tindak pidana korupsi itu, negara mengalami kerugian hingga mencapai Rp56,7 triliun. Sedangkan total kerugian negara akibat tindak pidana suap mencapai Rp322,2 miliar. (Muslimahnews, 22/06/21)
Cukup jelas bagi kita melihat sistem hukum hari ini sangat lemah, terlalu banyak drama, dan tidak membuat jera. Bagaimana tidak, sistem negara kita membolehkan manusia sebagai pembuat hukum. Padahal manusia sendiri sifatnya serba terbatas, tidak bisa menentukan sendiri standar terpuji-tercela secara adil, ia pasti memiliki penilaian subjektif yang sarat akan kepentingan individu. Sistem hukum hari ini pun tidak dilengkapi dengan segenap upaya preventif yang komplit dan langkah kuratif yang dapat membuat jera para pelakunya. Atas dasar itu, maka tidak ada lagi pilihan lain bagi kita selain kembali pada hukum Allah yakni syar’iat Islam kafah.
Allah Swt berfirman:
وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِهِمۡۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ ٤٩
"Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS Al-Ma’idah ayat 49).[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]