Pinangki, Keadilan Hukum Hanya Sebatas Teori

"Penggerusan daya penegakkan hukum melalui undang-undang sudah makin terasa. Drama-drama hukum menjadi hal yang lumrah dan menajamkan mandulnya penegakan hukum di Indonesia yang makin parah"


Oleh. Dia Dwi Arista

NarasiPost.Com-"Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Bahwa terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.” Kalimat tersebut keluar dari Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Muhammad Yusuf pada 14 Juni 2021.

Putusan tersebut sontak membuat publik tersakiti. Bagaimana tidak, seorang mantan jaksa yang sudah menjadi terdakwa dalam kasus suap dan pencucian uang bisa dengan mudah mendapat sunatan hukuman lebih dari yang diputuskan hakim. Sebelumnya, Pinangki Mirna Malasari didakwa bersalah telah menerima suap dari Djoko Tjandra, buronan penggelapan dana perbankan.

Pinangki terbukti menerima suap sebesar 450 ribu dolar AS. Tak hanya suap, Pinangki juga terbukti melakukan pencucian uang. Hakim pengadilan Tipikor Jakarta pun memutuskan hukuman kurung selama 10 tahun penjara. Hukuman ini dikarenakan beratnya kasus kejahatan yang dilakukan Pinangki, ia dinyatakan melanggar UU Nomor 31 Pasal 11 Tahun 1999 tentang Tipikor, ia juga didakwa melakukan pelanggaran Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang. (detik.com, 20/6/2021)

Hukum Pincang Sebelah

Rakyat kembali meradang, lagi-lagi tercederai kepercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia. Tikus berdasi yang harusnya diburu dan dibunuh malah diberi keringanan. Mandulnya penegakan hukum di Indonesia terasa lebih parah pada beberapa tahun belakangan.

Penggerusan daya penegakkan hukum melalui undang-undang sudah makin terasa, suap-menyuap menjadi berita harian yang tak absen tampil dalam berbagai media. Begitupula dengan kasus yang terjadi dengan Pinangki. Terasa ada teka-teki yang melatarbelakangi pengamputasian hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun, apalagi dengan mengemukakan alasan yang tidak adil bagi seluruh terdakwa perempuan.

Rakyat jelas marah dan tidak terima, kasus korupsi dan suap dianggap kejahatan besar di berbagai negara. Apalagi melihat kehidupan rakyat Indonesia yang sebagian besar dalam kubangan kemiskinan, ketika disuguhkan drama pengamputasian hukuman korupsi tentu rakyat marah. Dari korupsi dan suap inilah muncul kesenjangan sosial dalam lapisan masyarakat, meski bukan penyebab utama, namun tetap menjadi persoalan yang menyebabkan rusaknya kesenjangan sosial.

Sudah berkali-kali penegakkan hukum di Indonesia terlihat pincang sebelah, banyak dari terdakwa kasus korupsi yang bisa melenggang bebas dari dakwaan, atau pengurangan hukuman yang signifikan, berbeda kasus ketika rakyat yang menjadi pesakitan di meja hijau. Hukuman menusuk dalam, bahkan jarang menerima pengurangan signifikan. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya mafia hukum yang sering bisa digunakan oleh orang yang punya kekuasaan dan modal.

Potret rusaknya peradilan hanya terjadi dalam sistem buatan manusia. Sistem yang mengandalkan pemikiran manusia dalam mengatur kehidupan. Sistem seperti ini tidak bisa diandalkan dalam memberi keadilan, dikarenakan pembuatnya adalah manusia yang serba terbatas dan lemah. Berakhir dengan banyaknya permainan yang selalu digunakan sesuai kepentingan, tanpa menciptakan keadilan.

Khilafah dan Keadilannya

Berbicara sistem yang adil, Islam mempunyai seperangkat aturan yang bisa membawa keadilan bagi seluruh individu rakyat. Didasarkan pada pencipta aturan adalah zat Yang Maha Adil. Hukum Islam bisa diterapkan dengan sempurna ketika diaplikasikan pada sebuah institusi negara, Khilafah.

Khilafah mempunyai mekanisme dalam menangkal dan menindak korupsi dan suap. Langkah yang diambil Khilafah dalam mencegah tindak korupsi adalah yang pertama, menerapkan pendidikan keimanan dan ketakwaan bagi setiap individu muslim. Dalam pendidikan tersebut akan dimunculkan rasa takut kepada Allah, dan rasa senantiasa diawasi oleh Allah, sehingga membuat individu muslim senantiasa menjaga perilakunya agar sesuai dengan syariat Islam.

Yang kedua adalah menciptakan suasana yang sehat dengan saling ‘amar ma’ruf nahi munkar, karena saling menasihati dapat mengokohkan kebaikan di sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Yang ketiga adalah pemberian gaji yang layak bagi pejabat negara. Ia akan mendapat fasilitas dan tunjangan hingga ia mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat meminimalisasi kecurangan dan penyalahgunaan jabatan.

Rasul Saw pernah bersabda,
“Barangsiapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan untuknya rumah, jika ia belum beristri hendaklah ia menikah, jika tidak mempunyai pembantu, hendaknya ia mengambil pembantu, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan), hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selain dari itu, itulah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).

Yang keempat adalah larangan menerima hadiah di luar gaji yang mereka terima. Karena hadiah ketika menjabat sebagai pemangku kekuasaan bisa diartikan sebagai rasuah (suap). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, “Hadiah yang diberikan kepada pengausa adalah haram, dan suap ang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad)

Yang kelima adalah penghitungan kekayaan sebelum dan sesudah ia menjabat. Jika ditemukan harta yang tidak wajar, maka ia akan diminta membuktikan asal dari harta tersebut.

Sedangkan cara Khilafah dalam menyelesaikan masalah korupsi dan rasuah dengan memberinya hukuman berefek jera, setimpal dengan perbuatannya. Hukuman ini juga sebagai pelajaran bagi masyarakat luas. Sanksi yang diberikan adalah ta’zir. Bisa dilakukan dengan pewartaan kepada seluruh masarakat, bisa juga dengan hukuman cambuk, penyitaan harta, pengasingan, hingga hukuman mati sesuai dengan ijtihad Khalifah. Demikianlah ketika Islam diterapkan, keadilah beserta rahmat akan menghampiri penduduk bumi. Maka, yang perlu dilakukan hanyalah mengganti hukum buatan manusia dengan hukum ciptaan Allah Sang Maha Pencipta. Allahu a’lam bis-showwab.[]


Photo

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Pajak Jadi Pendapatan Utama: Rakyat Membiayai Negara, Bukan Sebaliknya
Next
Sebentar itu Lama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram