Nikmat Terbesar

Iman menjadikan kegelapan sirna dan berganti pada cahaya yang terang menyinari seluruh alam semesta. Iman pula yang memandu dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh ombak dan tipu daya.



Oleh: Deena Noor

NarasiPost.Com-Apa yang paling menyenangkan bagi manusia? Punya banyak harta, jabatan tinggi, gelar berderet atau keluarga yang lengkap dan bahagia? Bisa pelesiran keliling dunia, menikmati makanan enak, rumah mentereng dan kendaraan canggih luar biasa? Bersantai sambil rebahan nonton drakor atau sinetron indonesia yang ajib or ajaib atau mungkin bisa bareng teman-teman di kafe atau mal? Menikmati secangkir kopi tanpa perlu berpikir apapun, rileks, santai kayak di pantai, tapi duit bisa mengalir ke rekening sendiri? Bisa sekolah atau kuliah ke luar negeri di universitas terkenal, seperti artis Maudy Ayunda yang sempat viral beberapa waktu lalu? Sungguhkah itu paling menyenangkan?

Hal tersebut adalah contoh nikmat yang terjadi dalam kehidupan kita. Ada banyak sekali ragam nikmat di dunia. Mulai dari hal yang kecil dan sederhana, hingga yang besar dan kompleks, kenikmatan hidup terpampang begitu banyaknya. Meski seringkali manusia lebih fokus pada hal-hal besar, namun tak menjadikan hal-hal kecil lantas bisa diabaikan begitu saja.

Ada kalanya seseorang sudah cukup puas dan bahagia dengan apa yang ada. Di sisi lain, ada pula manusia yang membutuhkan effort lebih untuk bisa merasakan bahagia dan menganggapnya sebagai nikmat bagi dirinya.

Setiap dari kita punya momen paling nyaman, paling nikmat versi masing-masing. Sesuatu yang dianggap memuaskan hati sangat mungkin berbeda-beda. Apa yang paling membahagiakan bagi seseorang belum tentu sama dengan orang yang lainnya. Sebagaimana kesukaan dan hobi setiap orang pun juga tak sama. Kenyamanan, kebahagiaan, kesenangan dan hobi merupakan sesuatu yang dinikmati oleh rasa.

Bila kita selalu mengukur dengan materi, maka nikmat yang dirasakan tentunya dinilai dari seberapa besar atau seberapa banyak sesuatu itu dirasakan atau diraih. Ada orang yang sudah sangat bersyukur dengan uang sebesar 50 ribu di kantongnya. Dengan uang itu, ia bisa membelanjakannya untuk kebutuhan diri atau keluarganya, meski sebenarnya pas-pasan, bahkan kurang bila kita melihat kondisi ekonomi sekarang.

Di sisi lain, ada pula orang yang meski berlimpah harta, namun ia merasa terus kurang dan tak menikmati apa yang dimiliki. Harta banyak tak menjadikannya bahagia dan menikmati, apalagi mensyukuri. Dalam pemikirannya terus berkecamuk bagaimana caranya untuk mendapatkan lebih, lebih, dan lebih lagi. Banyak harta, tapi hati terasa sempit. Ini amat patut diwaspadai.

Sejatinya, nikmat adalah pemberian dari Sang Kuasa. Setiap yang ada di langit dan bumi adalah karunia-Nya. Yang nampak atau pun yang tak bisa dilihat mata, semua adalah pemberian-Nya. Bumi yang kita pijak, langit yang ada di atas kita, dan seluruh alam semesta beserta isinya, merupakan karunia Allah Swt. Makanan, minuman, harta benda, kedudukan, keluarga hingga udara yang kita hirup, semua Allah yang menjadikannya ada.

Hidup yang kita jalani, hari-hari yang kita lalui, segala apa yang kita miliki, keluarga dan teman-teman di sisi, ilmu dan kedudukan yang dikuasai. Semua berasal dari Sang Illahi. Kita hanya dititipi. Suatu saat akan diambil kembali. Bila kita meyakini, maka hati akan terasa lapang menerima setiap takdir pada diri. Baik atau buruk, semua dari-Nya.

Keyakinan pada Allah Swt dengan pasti atas setiap apa yang terjadi. Percaya dengan pasti bahwa Allah Maha Kuasa atas apa yang ada di langit dan di bumi. Yakin bahwa Allah telah menentukan rizki setiap makhluk-Nya, sehingga diri tak gelisah dan tetap bersyukur berapa pun yang Dia beri.

Inilah iman, nikmat terbesar dari Illahi, nikmat yang sejati dan hakiki. Dengannya, segala jenis kenikmatan bisa benar-benar dinikmati.

Tak ada kenikmatan yang lebih tinggi selain iman yang melekat di jiwa. Nikmat sehat, waktu, masa muda, hidup dan seluruh nikmat yang berhamparan di muka bumi tak mungkin benar-benar dirasakan bila iman tiada.

Dengan iman, kita bisa merasakan nikmatnya makanan dan minuman yang kita perolah dengan cara halal. Tak takut menjadi miskin karena menyedekahkan harta kepada yang membutuhkan sebab yakin rezeki dari Allah.

Segalanya terasa mudah bila iman yang berbicara. Iman kepada-Nya menjadikan diri sekuat batu karang, sekokoh baja. Tak gentar menyampaikan kebenaran, meski berhadapan dengan kezaliman. Tetap teguh, meski ujian dan cobaan datang silih bergantian. Tak gentar meski mendapat kecaman, cacian, fitnahan dan ancaman. Tersebab diri yakin, iman membimbing pada jalan keselamatan.

Seluruh tenaga, waktu, pikiran, harta benda bahkan nyawa rela dikorbankan untuk dakwah lillah. Meski harus kehilangan segalanya, sama sekali tak menjadikan diri surut dari jalan-Nya. Justru semua dinikmati dengan sepenuh hati karena yakin bahwa setiap tetes yang dipersembahkan untuk agama-Nya akan dibalas dengan indah. Dunia boleh saja luput dari genggaman, namun kebaikan akhirat akan didapatkan.

Iman menjadikan kegelapan sirna dan berganti pada cahaya yang terang menyinari seluruh alam semesta. Iman pula yang memandu dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh ombak dan tipu daya.

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus: 58)

Sungguh, harus disyukuri nikmat iman yang luar biasa. Allah telah menganugerahkan iman kepada kita. Menjadikan hidup selamat karenanya. Imanlah yang menguatkan langkah dalam menjalani setiap episode dunia.

Iman adalah tanda cinta-Nya. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta.” (HR. Buhkari dalam Adabul Mufrod 279)

Sungguh celaka bila iman dicabut dari dada. Hidup akan penuh dengan kemaksiatan dan dosa. Hati menjadi mati dan tertutup dari kebenaran-Nya.

Karena itulah, cara terbaik mensyukurinya adalah dengan senantiasa bertakwa pada-Nya. Takwa dengan sebenarnya. Mengikatkan diri senantiasa pada syariat-Nya di sepanjang masa. Dengan bertakwa sejatinya juga untuk menjaga nikmat iman tetap dalam diri kita.
Wallahu a’lam bish-shawwab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Tak Senikmat Merah Jambu
Next
Menguak 'Misteri' di Balik Mega Proyek MNC Lido City
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram