"Mega proyek MNC Lido City merupakan praktik nyata korporatokrasi, yang merujuk pada perusahaan besar. Mendominasi bahkan mengendalikan pemerintahan."
Oleh. Ummul Asminingrum, S.Pd.
NarasiPost.Com-Siapa yang tak kenal perusahaan multinasional MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo? Salah satu proyek garapan yang kini tengah menjadi sorotan publik adalah pembangunan MNC Lido City. Proyek ini digarap oleh anak usaha MNC yaitu PT MNC Land Tbk (KPIG). Dikembangkan di atas lahan seluas 3.000 hektare yang terletak di Kabupaten Bogor hingga Sukabumi, Jawa Barat.
Proyek Megah Fasilitas Wah
Status MNC Lido City kini telah resmi sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata. Keberadaannya sebagai KEK telah diteken presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 69 tahun 2021 pada tanggal 16 Juni lalu. (cnnindonesia.com, 18/06/2021)
Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, maka MNC Lido City akan mendapatkan berbagai fasilitas dan kemudahan dari pemerintah. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan para investor dan pelaku usaha. Sebab, secara praktis mereka yang berada di dalam KEK MNC Lido City dapat menikmati insentif yang melekat padanya.
Keuntungan yang akan didapatkan dari terbitnya PP tentang KEK, yaitu insentif pajak (pembebasan pajak) dari pemerintah. Berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBm), PPh Badan, Cukai, dan Bea masuk impor, serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, dan/atau fasilitas serta kemudahan lainnya.
Kawasan proyek mewah dengan fasilitas 'wah' ini rencananya akan dikembangkan menjadi kawasan hunian, komersial, destinasi wisata dan resor. Pada tahap awal pengembangan akan dibangun MNC Park Lido. Menampilkan 6 zona bertema, 18 wahana, 15 pertunjukan dan atraksi, 18 gerai food and beverage, 21 gerai ritel dan sebagainya. Selanjutnya ada Lido World Garden yang akan menjadi eco-tourism dan family recreation berstandar internasional yang terinspirasi dari Dubai Miracle Garden. Lapangan golf dan Country Club berstandar PGA, dengan fasilitas terlengkap. Lido Music and Art Center, yang digadang menjadi tempat live music terbesar di Indonesia. Movie Land, yang akan menjadi kompleks produksi film terintegrasi dengan melibatkan MNC Studio Internasional. Selain itu juga akan dibangun vila dan kondominium dan lain-lain.
Untuk Kemaslahatan Rakyat atau Konglomerat?
Menurut Tim ahli Menko Perekonomian, sekaligus Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, Sonny Iskandar, melalui pembangunan Kawasan Ekonomi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan nasional, menggerakkan sektor rill, dalam hal ini pariwisata, serta mmberikan percepatan ekonomi daerah dan penyerapan tenaga kerja.
Sungguh ironis dan mengiris hati rakyat memang. Di saat pemerintah berwacana akan memberlakukan PPN bahan pangan, biaya melahirkan, dan pendidikan. Di sisi lainnya, pemerintah justru memberikan banyak kemudahan bagi para pengusaha berupa insentif (pembebasan) pajak. Apalagi bukan sembarang pengusaha, namun pengusaha raksasa kelas dunia. Beginilah realitas hidup di bawah sistem kapitalisme, menjadikan pajak tajam ke bawah tumpul ke atas.
Lantas benarkah bahwa mega proyek MNC Lido City ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ? Sepertinya kita tidak boleh gegabah, perlu dicermati lebih dalam lagi. Kepala LPPM IPB, Ernan Rustiadi, menilai KEK MNC Lido City harus memerhatikan lingkungan sekitar. Sebab kawasan proyek Lido merupakan kawasan yang langsung bersinggungan dengan hutan.
Fakta menunjukkan bahwa mega proyek ini tidak berkorelasi dengan peningkatan ekonomi warga. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu hilangnya mata pencarian warga yang didominasi sebagai petani. Tanah garapan hilang, kesuburan tanah berkurang karena krisis air tanah. Bahkan bisa lebih parah pada musim kemarau, akan terjadi kekeringan. Alih-alih membawa kesejahteraan, yang ada malah kesengsaraan.
Harapan bahwa KEK Lido akan menyerap banyak tenaga kerja dari Indonesia, realitasnya juga jauh dari kenyataan. Karena bisnis wisata kelas dunia semacam MNC Lido City yang didapuk sebagai Disney Land nya Indonesia ini, tentu membutuhkan tenaga kerja ahli. Kualitas SDM yang tinggi dan bahasa Inggris yang mumpuni. Sementara untuk rakyat negeri ini, paling hanya kebagian buruh kasarnya saja.
Paradigma Pembangunan Kapitalisme VS Islam
Melihat dan mencermati fakta yang ada, menunjukkan kepada kita bahwa paradigma pembangunan dalam kapitalisme bukan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan untuk konglomerat.
Mega proyek MNC Lido City merupakan praktik nyata korporatokrasi, yang merujuk pada perusahaan besar. Mendominasi bahkan mengendalikan pemerintahan. Hubungan saling menguntungkan antara kekuatan bisnis dengan kekuatan politik transaksi, sehingga pemerintah menjalankan negara dibawah kepetingan oligarki. Bahkan oligarki mampu menekan pemerintah untuk membuatkan aturan yang mempermudah bisnis mereka.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan pemerintah harusnya lebih adil untuk menyeleksi proyek yang harus diprioritaskan. Ia menduga ada kongkalikong dalam penunjukkan MNC Lido City. Serta ada persekongkolan yang tujuannya memberikan hak istimewa (previlege) tersendiri. Karena pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, adalah seorang pengusaha, politisi dan juga menteri. Sementara anaknya, Angela Tanoesoedibjo adalah Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Bandingkan dengan paradigma pembangunan dalam Islam. Pemimpin negara dalam Islam berperan sebagai ra'in atau pemeliharaan urusan rakyatnya. Dimana ketika negara melakukan pembangunan dan pengelolaan suatu kawasan berdasarkan prinsip pelayanan. Ditujukan semata untuk kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan mereka, bukan menjadikannya aset yang dibisniskan.
Pembangunan dalam Islam berkaitan erat dengan sistem ekonomi. Ekonomi Islam juga mengatur tentang konsep kepemilikan, pengelolaan kekayaan dan distribusi kekayaan. Tidak lupa negara juga memastikan berjalannya politik ekonomi Islam. Pembangunan dalam Islam juga akan memperhatikan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), misalnya tidak boleh mengalihkan fungsi lahan pertanian untuk membangun tempat perbelanjaan atau wahana permainan dan lain-lain. Tidak boleh daerah resapan air dijadikan kawasan pemukiman penduduk atau gedung lainnya.
Mengenai pembiayaan, Islam tidak akan mengandalkan utang luar negeri. Sebab negara mempunyai kas keuangan yang kuat yaitu Baitul mal yang berasal dari berbagi pos-pos pemasukan. Sejarah Islam telah membuktikan bagaimana kehebatan Daulah Islam dalam hal pembangunan, mulai dari Khulafa' Rasyidin, Abbasiyah, Ummayyah, hingga Utsmaniyah.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]
Terima kasih atas informasinya sangat menarik Dan sukses selalu Salam sehat