"Eksistensi penjajahan Israel atas Palestina dalam sistem global yang sekuler hanya melahirkan penguasa negeri-negeri Islam yang hanya pandai beretorika. Seharusnya mereka sadar bahwa masalah Palestina adalah masalah Islam, maka sepatutnya Islamlah yang digunakan untuk menyelesaikan nasib Palestina."
Oleh: Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Alumni Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI)
NarasiPost.Com-Pergantian rezim dalam sistem demokrasi adalah suatu hal yang lumrah. Mengganti sosok dari satu rezim ke rezim berikutnya merupakan kewajaran, bahkan dalam beberapa kondisi dapat menjadi indikator keberhasilan demokrasi di negara tersebut. Sejak sistem pemerintahan ini diarusutamakan sebagai sistem yang paling tepat untuk diterapkan, entah sudah ada berapa banyak nama yang saling bergilir mengisi tampuk kekuasaan di setiap negeri.
Namun demikian, sebagai umat Muhammad Saw., yang risalahnya meninggalkan seberkas “pusaka” yang membuat kita tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengannya, penting untuk menyorot bagaimana posisi pergiliran kekuasaan itu terhadap kemaslahatan umat Islam di dalamnya. Faktanya, berbagai contoh pergiliran kekuasaan di dunia dalam cengkeraman peradaban Barat, ternyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap isu kaum muslimin. Malah dalam banyak kasus justru merugikan umat Islam dan kepentingannya.
Sebut saja kasus pembatalan kekuasaan FIS (Front Islamique du Salut), partai politik Islam yang ada di Aljazair pada tahun 1990an dulu. Partai yang secara demokratis memenangkan pemilu ini malah digagalkan kemenangannya oleh Barat, karena haluan partai yang nyata tidak begitu memihak Barat. Belum lagi kisah dikudetanya mantan presiden Mesir, Muhammad Mursi, yang partainya juga memenangkan pemilu secara demokratis, harus berujung di bui bahkan hingga akhir hayatnya.
Beberapa kisah pahit dalam pergiliran kekuasaan muslim tersebut menjadi penepis harapan bahwa ada kebaikan di baliknya. Begitu pun dengan apa yang terjadi di Israel baru-baru ini. Dilansir dari Aljazeera, Naftali Bennet yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri Israel menggantikan Benjamin Netanyahu akan menjalankan manuver yang lebih ‘dahsyat’ terkait pendudukan ilegal Israel di Palestina (Aljazeera.com, 17/6/2021). Hal ini bahkan sudah langsung terbukti ketika Israel menyerang kembali Gaza ketika Bennet belum genap sepekan berkuasa.
Bennet yang akhirnya menggeser kekuasaan Netanyahu setelah 12 tahun bercokol di singgasana Israel ini bahkan berkoalisi dengan partai Arab yang ada di Knesset atau parlemen Israel. Tentu saja fakta ini bukanlah hal yang aneh, dimana partai sekuler, bahkan yang nyata menunjukkan permusuhan terhadap umat Islam bisa bergandengan dengan partai Arab yang notabene merupakan etnis mayoritas di Palestina.
Melalui tragedi tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa masalah yang masih hinggap di Palestina bukan sekadar masalah siapa rezim yang berkuasa di Israel. Siapa pun yang memangku kuasa di negara zionis akan tetap menjalankan agenda yang sama terkait nafsu mereka menjajah Palestina. Masalah hakikinya terletak pada sistem politik dunia hari ini yang sekuler, yang membuat umat Islam terlunta-lunta karena penguasanya tak mengatur urusannya dengan ayat-ayat Allah. Sistem sekuler ini pulalah yang akhirnya berhasil membidani lahirnya negara penjajah seperti Israel ke muka bumi berdekade silam.
Eksistensi penjajahan Israel atas Palestina dalam sistem global yang sekuler ini juga akhirnya melahirkan penguasa negeri-negeri Islam yang hanya pandai beretorika. Mereka yang mendorong perundingan dan langkah damai dalam menanggapi isu Palestina-Israel sejatinya tak memahami seperti apa inti masalahnya. Tentu sebuah langkah yang naif ketika mereka yang memegang kuasa ingin menyelesaikan masalah dengan penjajah dengan cara-cara damai, persuasif, dan diplomatis. Tetapi di sisi lain, penjajah ini malah disokong secara massif oleh negara adidaya.
Umat tidak boleh merasa lega dengan pergantian rezim di Israel ini, karena merasa Netanyahu yang nyata memerangi kaum muslimin akhirnya turun takhta. Umat seharusnya lebih kritis dan berusaha untuk memahami kunci masalah pelik ini lebih serius lagi agar tidak terjerembab dalam berbagai solusi semu yang disuarakan. Masalah Palestina adalah masalah Islam, maka sepatutnya Islamlah yang digunakan untuk menyelesaikan nestapa ini.
Paradigma Islam akan menempatkan perlawanan tegas terhadap kaum kafir harbi fi’lan atau kaum kafir yang memusuhi umat, yakni melalui jihad fi sabilillah di bawah komando seorang penguasa yang memimpin dengan kitabullah dan Sunnah. Selama pemimpin yang seperti ini belum mewujud di tengah-tengah umat, maka kaum muslimin harus menyadari bahwa akhir dari kemalangan hamba-hamba Allah di Palestina masih jauh.
Dengan demikian, bukanlah hal yang naif ataupun utopia, bila kaum muslimin menyuarakan berdirinya kembali sistem pengaturan hidup yang akan melahirkan pemimpin bermental pembebas tersebut. Sistem yang bagaimanapun keras dan nyatanya permusuhan dihadapkan kepadanya, namun janji Allah dan kabar gembira Rasulullah kelak akan mampu membebaskan umat dari penjajah kafir. Sistem inilah yang tidak lain dikenal dengan khilafah Islamiyah ‘alaa minhajin nubuwwah. Wallahu a’lam bisshawwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]