"Begitu mudah hukum di Indonesia dipermainkan. Tidak sulit untuk dimandulkan dan sanksi pun mudah diringankan sesuai permintaan.Tajam ke bawah dan tumpul ke atas."
Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Muslimah Peduli Umat)
NarasiPost.Com-Ketidakadilan kembali dipertontonkan di negeri ini. Rakyat kembali marah dan sakit hati. Ungkapan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas terulang kembali. Sebagaimana kita ketahui bersama, berita tentang hukuman yang disunat terhadap Jaksa Pinangki, ramai diberitakan di berbagai media. Dikutip dari detikNews.com (20 -06-2021) bahwa hukuman bagi Jaksa Pinangki Sirna Malasari disunat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dari yang semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun saja. Dia dihukum atas perbuatannya yang menguasai suap USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA. Selain itu, Pinangki juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pemotongan hukuman yang mendapatkan kecaman dari berbagai pihak tersebut diberikan dengan alasan ia telah menyesali perbuatannya. Alasan yang lain karena ia memiliki anak yang masih balita sehingga menurut hakim layak untuk diberikan kesempatan mengasuh di masa pertumbuhan anaknya.
Yang menjadi sorotan juga adalah bahwa kelima hakim yang memvonis Jaksa Pinangki kerap menyunat hukuman kepada para terdakwa korupsi lain. Anehnya, di antara hakim tersebut karirnya justru meningkat.
Peristiwa tersebut tentu menuai kontra dari masyarakat banyak. Petisi online yang diprakarsai Indonesia Corruption Watch (ICW), hingga Minggu pagi tanggal 20 Juni 2021 telah ditandatangani oleh 16.542 orang. Mereka sepakat agar jaksa mengajukan kasasi atas vonis ini. Kemarahan mereka diungkapkan lewat berbagai komentar, di antaranya agar para koruptor diberikan hukuman yang berat dan dimiskinkan. Keadilan harus ditegakan terhadap semua orang dan berikan efek jera terhadap para pelaku KKN. (Change.org)
Ketidakadilan hukum ini wajar terjadi di negeri yang menerapkan sistem demokrasi. Aturan mudah untuk dibuat sesuai pesanan. Hukum tak sulit untuk dimandulkan dan sanksi pun mudah diringankan sesuai permintaan. Lagi-lagi rakyat kembali yang dirugikan. Ke mana lagi tempat untuk mengadu dan mencari keadilan? Jika para penegak hukum saja mudah untuk disuap, mudah untuk tak berlaku adil.
Hal ini diperparah dengan sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dan mendewakan materi. Mereka tidak takut berbuat kejahatan. Tak ada perasaan diawasi oleh Allah ketika menjabat dan bekerja. Semua saling mendukung dan melindungi, sehingga sulit untuk memberantas kejahatan khususnya tindak korupsi.
Tak aneh jika kasus serupa terus berulang, bahkan dengan kejahatan yang lebih besar. Tak takut sanksi karena mudah untuk diringankan bahkan dibebaskan. Semua bisa dilakukan asal ada uang.
Berbeda jika pelaku adalah rakyat kecil atau lemah. Hukum begitu tajam. Hakim pun tak segan untuk menindak tegas dan memberikan hukuman, termasuk jika alasan kejahatannya karena motif ekonomi akibat sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini.
Sungguh kita sudah muak dengan ketidakadilan ini. Sistem yang berkuasa di negeri ini telah nyata menimbulkan kerusakan dan kemudaratan. Rakyat terus menjadi korban dari kejahatan para penguasa, pejabat bahkan penegak hukum. Kita harus segera mengakhiri semua ini. Saatnya uninstall demokrasi, sekularisme dan kapitalisme. Saatnya sistem Islam yang menggantikannya untuk mengulangi kembali kejayaannya, dan keadilan yang terwujud dari penerapan aturannya.
Dalam sistem Islam yang diterapkan oleh institusi Khilafah, negara akan menerapkan hukum dan sanksi sesuai syariat Islam. Pertama, sanksi akan diterapkan secara adil kepada setiap orang, pelaku kemaksiatan atau kejahatan, baik laki-laki maupun perempuan, orang miskin, kaya, rakyat biasa atau pejabat.
Kedua, sanksi yang diberikan bersifat jawabir (penebus dosa) dan jawazir (memberikan efek jera). Untuk tindak pidana korupsi akan diberikan sanksi sesuai dengan besar kejahatannya. Hukumannya adalah adalah ta'zir berupa tasyhir atau pewartaan (diarak keliling kota sehingga masyarakat umum mengetahuinya), penyitaan harta, kurungan, hingga hukuman mati.
Ketiga, perekrutan pejabat atau pegawai berdasarkan ketakwaan dan kemampuan, bukan atas dasar nepotisme. Para pejabat akan diperiksa kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
Keempat, suasana ketakwaan yang terwujud dalam sistem Islam serta pengawasan masyarakat dan negara yang ketat akan mampu mencegah orang melakukan kemaksiatan dan kejahatan. Setiap orang akan merasa diawasi oleh Allah Swt ketika melakukan perbuatan atau aktivitasnya.
Semua ini hanya dapat terlaksana dalam bingkai Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara komprehensif. Insya Allah, janji Allah kepada orang-orang beriman ini tentang kehadirannya akan segera terwujud.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]