Balada Negeri Pajak, Rakyat (pun) Kena Palak

"Sistem kapitalis meniscayakan kebijakan ekonomi liberal dan pajak merupakan kebijakan fiskal. Kebijakan ini dianggap dapat membantu negara dalam mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis. Karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dari pendapatan yang diterima dari pajak."


Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)

NarasiPost.Com-Kementerian keuangan memastikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sekolah dan sembako yang ramai dibicarakan publik tidak akan dikenakan pada tahun ini, terkait dengan belum adanya pembahasan antara kementerian keuangan dengan DPR mengenai revisi undang-undang No.16 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan. Di dalam draf revisi undang-undang tersebut terdaftar sembako yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai antara lain: beras, daging, jagung, sagu, kedelai, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, gula konsumsi, dan garam.

Sebelumnya barang-barang tersebut tidak dikenakan pajak, karena menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti diatur dalam menteri keuangan No. 16/PMK 010/2017. Dalam cuitannya di twitter, staf ahli keuangan Yustinus Pranowo, memberikan penjelasan mengenai PPN, menurutnya aturan ini masih sebatas rancangan yang dipersiapkan di masa pandemi.

Adapun sektor usaha yang akan dikenai pajak pertambahan nilai di dalam pasal 4 ayat 3, disebutkan bahwa pemerintah akan menghapus 11 jenis beban PPN, artinya dalam beberapa sektor usaha yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, setelah dihapusnya 11 jenis PPN ini, maka pungutan pajak pertambahan nilainya akan dibebankan pada masyarakat, yakni dalam sektor usaha angkutan umum, pengiriman email melalui wesel pos, pendidikan, sektor pelayanan kesehatan medis, dan lain-lain.

Dari banyaknya rencana penarikan pajak oleh pemerintah tersebut, tentu membuat masyarakat resah, karena pada saat yang sama ada relaksasi pajak yang justru dikenakan untuk barang-barang mewah, sedangkan alasan yang disampaikan oleh pemerintah adalah relaksasi atau pengurangan pajak diberikan untuk barang-barang mewah dalam rangka menstimulus kalangan menengah atas agar mereka menaikkan tingkat konsumsinya terhadap barang-barang mewah.

Selain itu, hal lain yang juga mengundang keresahan masyarakat dalam situasi pandemi hari ini adalah alokasi income atau pendapatan masyarakat, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang incomenya tetap atau berkurang, atau bahkan mereka tidak memiliki income sama sekali karena jika mereka memiliki pendapatan pasti akan dialokasikan pada kebutuhan utamanya yaitu pangan. Adapun dalam situasi pandemi seperti saat ini, jika sembako dikenakan pungutan pajak, tentu akan sangat memberatkan masyarakat dan menambah penderitaannya.

Inilah karakteristik sistem kapitalis, yang dalam urusan negaranya bertumpu pada utang dan pajak. Sebab, sistem kapitalis meniscayakan kebijakan ekonomi liberal dan pajak merupakan kebijakan fiskal. Kebijakan ini dianggap dapat membantu negara dalam mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis. Karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dari pendapatan yang diterima dari pajak.

Selain itu, pajak juga digunakan untuk menutupi defisit anggaran negara, serta membantu melunasi utang yang membengkak. Namun, realita manis ini justru menjadikan rakyat sebagai sapi perah bagi negara yang seharusnya meri'ayah dan mengurusi mereka. Padahal, kekayaan negeri ini begitu melimpah dan tentu sangat mampu untuk mencukupi kebutuhan negara. Sayangnya, kapitalisme membuat SDA berpusat di tangan para korporat. Oleh karena itu, sepanjang kapitalisme masih eksis untuk mengatur sebuah negara dapat dipastikan tidak akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraan. Yang terjadi justru negara semakin tergadai dan kehilangan fungsi asasinya sebagai pengurus dan penjaga rakyat.

Aturan zalim seperti ini tidak akan ditemukan dan dirasakan oleh rakyat jika mereka diurus dengan sistem Islam yang disebut khilafah. Dalam sistem Islam, pajak bukan untuk menekan pertumbuhan, bukan pula untuk menghalangi orang kaya atau menambah pendapatan negara. Pajak diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang ditetapkan syariat dan hal ini pun bersifat temporal. Maka dalam khilafah tidak akan ada pajak secara tidak langsung, seperti pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, dan berbagai jenis pajak lainnya. Sebab hal ini merupakan perbuatan batil yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman:

"Wahai orang-orang beriman janganlah kalian memakan harta sesamamu dengan cara yang batil. "
(QS. An-Nisaa: 29)

Sedangkan Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya para penarik atau pemungut pajak di azab di neraka." (HR. Ahmad 4/14, Abu Dawud 2930)

Khilafah tidak akan menetapkan biaya apa pun dalam pelayanan publik seperti biaya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Layanan tersebut disediakan gratis dengan pelayanan terbaik, sebab semua itu merupakan bentuk ri'ayah dari negara kepada rakyatnya. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw:

" Imam atau khalifah adalah raa'in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas kepengurusannya." (HR. Al-Bukhari)

Adapun sumber pendapatan tetap bagi negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, dalam makro ekonomi syariah bertumpu pada sektor penerimaan, yaitu Baitul Mal yang memiliki tiga sektor penerimaan.

Pertama, berasal dari pengelolaan zakat dan shadaqah, yaitu harta zakat kaum muslimin baik zakat fitrah maupun zakat mal.

Kedua, berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum, berupa hasil tambang, laut, kekayaan hutan, dan sebagainya.

Ketiga, pengelolaan kepemilikan negara, yaitu pengelolaan harta fai yakni anfal, ghanimah, dan khumus, jizyah, kharaj, ushur, hima atau harta milik umum yang dimiliki negara, harta haram pejabat, dan harta pegawai negara, khumus, rikaz, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan harta orang murtad.

Ini adalah skema jalur pendapatan bagi negara yang ditetapkan syariat. Jadi, pajak tidak menjadi tumpuan utama, apalagi dipungut secara permanen terhadap masyarakat luas, jelas dilarang dalam sistem Islam. Lagipula, sistem ekonomi syariah tidak membutuhkan pajak dalam penerimaan negara, karena Baitul Mal memiliki sumber penerimaan yang lain yang telah ditetapkan menurut syariat Islam yang sudah terbukti keberhasilannya.

Seperti pada saat pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid, APBN negara selalu surplus, hingga suatu riwayat mengatakan surplusnya di atas 900 juta dinar. Jika dikonversikan dengan harga emas saat ini 1 juta/gram, maka 900 juta dinar setara dengan Rp3.825 triliun. Jumlah ini lebih besar dari APBN 2020 sebesar Rp2.613, 8 triliun. Bahkan pada masa kepemimpinan Umar bin Khaththab, wabah penyakit bisa diselesaikan tanpa membebani rakyatnya dengan pungutan pajak tambahan. Bahkan proses pengobatan rakyat dilayani gratis oleh negara.

Dalam khilafah, pajak diambil saat dana Baitul Mal kosong dan negara menghadapi kesulitan. Khilafah boleh menggunakan instrumen pajak, tetapi ini bersifat insidental tidak menjadi kebijakan yang permanen. Kebaikan aturan ini bisa dirasakan oleh umat manusia jika Islam diambil secara kafah dan diterapkan secara praktis oleh negara. Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Ambruknya Sistem Kesehatan Kapitalisme
Next
‘Gurilaps' Pariwisata Jawa Barat, Desain Asing Rasa Lokal
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram