Ambruknya Sistem Kesehatan Kapitalisme

“Pemerintah harus radikal. Opsinya ada dua, mau PSBB seperti semula atau lockdown regional, terbatas pada pulau besar. Opsi paling radikal tentunya lockdown regional. Radikal tapi paling logis."


Oleh. Riannisa Riu

NarasiPost.Com-Tingginya lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia telah menyebabkan kolapsnya pelayanan di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes). Beberapa rumah sakit dan puskesmas melaporkan peningkatan pasien yang tinggi dalam beberapa hari terakhir, bahkan BOR (Bed Occupancy Rate) di sejumlah rumah sakit telah melampaui batas aman. (m.mediaindonesia.com, 20/06/2021)

Angka BOR yang tinggi bahkan melampaui batas aman yang ditetapkan WHO, yakni sekitar 60 persen, berarti memperjelas ancaman infeksi yang begitu parah di suatu daerah. Solusi dengan menambah tempat tidur saja tidak akan cukup, harus diimbangi dengan menambah tenaga kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam menghadapi ancaman pandemi ini, sehingga kondisi kurangnya tenaga kesehatan seperti saat ini membuktikan lemahnya pemerintah beserta sistem kapitalis yang ada di belakangnya dalam mengatasi kesehatan masyarakat.

Sekjen Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Lia G. Partakusuma mengungkapkan bahwa saat ini banyak rumah sakit yang terpaksa tidak menerima pasien non-Covid-19. Hal itu pun berpengaruh buruk terhadap pasien non-Covid-19 yang seharusnya mendapatkan perawatan rutin dari rumah sakit.

“Yang paling kasihan adalah pasien non-Covid yang merupakan pasien esensial. Artinya, ada pasien misalnya yang harus kontrol kehamilan, hipertensi atau jantung yang harus kontrol rutin. Mereka menjadi sulit untuk berkunjung ke RS. Apalagi, jika rumah sakit sudah di-switch tidak menerima pasien non-Covid.” tutur Lia dalam Jumpa Pers Virtual, dilansir dari news.detik.com, 20/06/2021.

Berdasarkan Kompas.com (19 Juni 2021), Ketua Umum Perhimpunan Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), DR. Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, KKV, FINASIM, FACP mengungkapkan, pandemi telah berlangsung setahun lebih, dan sejak awal pandemi, para dokter telah mengimbau kepada orang-orang dengan komorbid untuk tidak berobat ke rumah sakit jika tidak terpaksa. Namun hal itu tidak bisa berlangsung seterusnya. Menurut Dr. Sally, Indonesia mengalami dobel ancaman ketika orang-orang dengan komorbid datang ke rumah sakit berbarengan dengan pasien Covid-19. Orang-orang berpenyakit non-Covid-19 juga perlu mendapatkan pelayanan yang layak.

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang radikal agar keluar dari lonjakan pandemi virus Corona (Covid-19) saat ini.

“Pemerintah harus radikal. Opsinya ada dua, mau PSBB seperti semula atau lockdown regional, terbatas pada pulau besar. Opsi paling radikal tentunya lockdown regional. Radikal tapi paling logis.” kata Hermawan dalam konferensi pers ‘Desakan Emergency Responses : Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi’ dalam YouTube, Ahad (20/06/2021).

Kondisi parah lonjakan Covid-19 yang terjadi saat ini bukanlah tanpa sebab. Memang benar bahwa masyarakat sering kali mengabaikan peraturan protokol kesehatan dari pemerintah. Namun, hal ini diakibatkan tindakan pemerintah yang salah di awal pandemi. Kebijakan yang tidak tegas, plin-plan antara New Normal dan PSBB membuat publik kebingungan dan akhirnya memilih untuk mengabaikan perintah penguasa.

Pemerintah tidak mampu untuk memberikan perintah lockdown dengan tegas. Alasannya karena sektor ekonomi harus terus berjalan, sehingga berulang kali memberikan izin di banyak lokasi pariwisata juga pusat-pusat perbelanjaan yang justru mengundang munculnya banyak kerumunan. Kebijakan yang tumpang tindih seperti inilah yang menyebabkan hadirnya gelombang kedua pandemi.

Banyak masyarakat yang belum teredukasi secara jelas mengenai wabah Covid-19 ini, terutama di wilayah kampung dan daerah terpencil. Tidak jarang pula yang meragukan keberadaan pandemi ini selama setahun terakhir. Edukasi mengenai Covid-19 yang tidak menyeluruh juga menyebabkan tingginya lonjakan saat ini. Justru setelah lonjakan tinggi terjadi, kebijakan 3 T (testing, tracing dan treatment) baru digalakkan. Tentu masyarakat pun sudah semakin abai dengan pelaksanaannya.

Dengan demikian, ambruknya layanan kesehatan dalam sistem kapitalisme saat ini adalah sebuah keniscayaan. Sebab pengelolaan kesehatan pun begitu buruk. Negara seolah menganggap rakyat hanya sebagai pekerja, yang bahkan jaminan kesehatannya pun harus dipotong dari upah hasil kerja. Seolah-olah jika ingin sehat maka wajib membayar. Padahal sudah semestinya sebuah negara memperlakukan rakyatnya bagaikan anak, menggratiskan kesehatan bagi setiap orang yang membutuhkannya.

Peradaban Islam telah membuktikan pelayanan sektor kesehatan yang terbaik pada masanya. Kesehatan adalah suatu layanan yang disediakan oleh Khilafah Islam kepada seluruh masyarakat, tanpa membedakan ras, warna kulit, strata sosial maupun tingkat ekonomi seseorang. Selama tiga belas abad, Khilafah telah mampu membangun ekosistem kesehatan yang mumpuni. Bahkan Amru bin Ash mampu menyelesaikan wabah tha’un dengan menerapkan praktik karantina total atau lockdown. Layanan kesehatan Islam di masa Kekhilafahan Islam adalah layanan yang mulia karena berbasis iman dan takwa kepada Allah. Maka seorang dokter akan memiliki niatan tulus sepenuhnya untuk menyembuhkan orang sakit yang lebih besar daripada niatan untuk memeroleh bayaran semata. Begitu pula dengan para Khalifah dan para penguasa yang juga ingin mendapat pahala dari ketakwaan kepada Allah, memberikan sebagian besar harta mereka untuk membiayai rumah sakit dan perawatan pasien.

Hanya Islam sajalah yang mampu menjamin layanan sistem kesehatan yang terbaik. Sementara layanan kesehatan yang dilakukan kapitalisme sudah terbukti ambruk, seperti yang terjadi saat ini. Wallahu alam bisshawwab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Ritel Gulung Tikar, Perekonomian Kian Sukar
Next
Balada Negeri Pajak, Rakyat (pun) Kena Palak
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram