Hukum Tak Bertaji di Bawah Kaki Pinangki

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (TQS.An-Nisa:29)


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi Narasipost.com)

NarasiPost.Com-Lagi-lagi keadilan hukum di negeri ini tercederai. Betapa tidak, mantan jaksa Pinangki, mendapat pengurangan hukuman oleh pengadilan. Vonis yang awalnya dituntutkan oleh jaksa, yakni 10 tahun kurungan penjara kepadanya, menjadi 4 tahun saja. Alasannya, hakim menilai Pinangki telah ikhlas dicopot dari jabatannya sebagai jaksa dan menyesali perbuatannya, serta dirinya masih memiliki anak balita berusia 4 tahun.

Sebagaimana diketahui bahwa Pinangki telah terbukti menguasai suap sebanyak USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung. Tak hanya itu, Pinangki juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi.

Karena kejahatan yang telah dilakukannya tersebut, Pinangki pun didakwa melanggar pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat dan melanggar pasal 15 jo pasal 13 UU Tipikor. Selain itu, Pinangki melanggar pasal pencucian uang, yaitu pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.

Namun, sayang vonis yang dijatuhkan majelis hakim akhirnya menuai kecewa. Hukuman atasnya disunat dari tuntutan jaksa. Dari sana tampak nyata ada ketidakadilan yang dipertontonkan oleh penegak hukum di bawah naungan sistem kapitalisme hari ini. Patut diduga, ada mafia peradilan yang bermain, sehingga hukum atas Pinangki bisa dikurangi.

Penyunatan hukum atas Pinangki tersebut disepakati secara kompak oleh lima hakim tinggi, di antaranya Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.

Sementara itu, rekam jejak hakim tinggi tersebut memang terkenal sering menyunat vonis atas terdakwa. Sebut saja, hakim tinggi, Haryono pernah menganulir hukuman penjara seumur hidup pembobol Jiwasraya, Joko Hartono Tirto menjadi 18 tahun penjara. Selain itu, menganulir hukuman mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara. Tak hanya itu, Hakim Hartono bersama Reni Helida Ilham Malik dan Lafat Akbar, pernah menyunat vonis atas Dirut Jiwasraya, Hendrisman, dari yang semula seumur hidup menjadi 20 tahun saja. (detik.com/20-06-2021)

Begitulah karakteristik sistem peradilan di alam demokrasi hari ini. Tunduk di bawah kibaran materi. Semakin tampak bukti bahwa hukum di negeri ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bayangkan saja, begitu banyak kita saksikan rakyat jelata di negeri ini yang sulit mendapat pengampunan hukuman meski kesalahannya tak seberapa.

Sebagaimana yang pernah terjadi pada kakek Samirin (68 tahun) di Sumatera Utara beberapa tahun lalu. Dia harus menerima hukuman penjara 2 bulan 4 hari setelah dinyatakan bersalah akibat memungut sisa getah pohon karet sebanyak 1,9 kilogram di perkebunan milik PT. Bridgestone. Padahal jika dijual, harganya hanya sekitar Rp17.000,- saja.

Di lain sisi, para koruptor yang merugikan uang rakyat serta negara triliunan rupiah begitu mudah mendapat diskon hukuman. Alangkah memprihatinkan peradilan dalam sistem kapitalisme hari ini.

Demokrasi Rahim para Koruptor

Bukan hal aneh jika di alam demokrasi, korupsi tumbuh subur. Sebab sistem ini memang rahim bagi para koruptor. Betapa tidak, lembaga independen antirasuah pun beberapa kali berusaha digembosi, terakhir lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Tak hanya itu, sering kita dipertontonkan dengan sel penjara mewah para koruptor. Lantas di manakah fungsi hukumannya jika sel penjara justru tidak merenggut sama sekali kenyamanan hidup mereka? Sekali lagi, ini adalah bukti bahwa demokrasi adalah rahim bagi para tikus berdasi dan mafia hukum.

Masih segar dalam ingatan, pada tahun 2018 silam, Kepala Lapas Sukamiskin, Bandung divonis 8 tahun penjara karena kedapatan menerima suap dari para napi koruptor berupa uang dan barang, sehingga para koruptor tersebut dapat tetap mencicipi kemewahan hidup di balik jeruji bahkan masih bisa menjalankan bisnis. Adapun napi yang melakukan suap tersebut adalah Fahmi Darmawansyah, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, dan Fuad Amin Imron, yang ketiganya merupakan narapidana kasus korupsi di Lapas Sukamiskin.

Khilafah Cegah dan Berantas Korupsi

Jika sistem kapitalisme sekuler hari ini menumbuhsuburkan korupsi, lain halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam dalam naungan Khilafah justru akan mencegah dan memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Hal tersebut sejalan dengan aturan syariat Islam yang mengharamkan tindakan korupsi dan suap.

Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang dan mengambil harta yang bukan haknya, maka dalam khilafah pelakunya akan dikenai sanksi berupa ta'zir, yakni jenis hukumannya diserahkan kepada keputusan hakim . Adapun sanksi ta'zir bagi koruptor dapat berupa denda, penyitaan barang, publikasi di depan umum, cambuk, hingga hukuman mati, bergantung pada beratnya kejahatan yang dilakukan.

Sanksi tersebut jelas akan mampu memberikan efek jera bagi pelakunya, tak hanya itu, sanksi yang dijatuhkan dalam kerangka hukum syariat Islam tersebut juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya.

Selain itu, sistem Islam memiliki langkah preventif dalam rangka mencegah perilaku korup di tengah masyarakat, terlebih di kalangan pejabat penegak hukum. Pertama, menanamkan ketakwaan individu. Sebab sejatinya ketakwaan merupakan pondasi bagi setiap muslim, dialah yang akan menjadi rem bagi perilaku setiap muslim. Adanya takwa dalam diri akan membuat seseorang menjauh dari segala hal yang melanggar hukum syara, termasuk korupsi.

Karena korupsi merupakan sebuah kemaksiatan yang dosanya sangat besar di sisi Allah.

Allah Swt berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (TQS.An-Nisa:29)

Maka, seorang muslim yang bertakwa kepada Allah tentu tak akan melakukan tindak korupsi dan suap, karena takut pada Allah.

Rasulullah Saw bersabda:
"Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum." (HR Tirmidzi)

"Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka. " (HR Ath-Thabrani)

Adapun ketakwaan individu ini akan diciptakan secara sistemik, yakni lewat sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam akan menjadikan asas kurikulumnya adalah akidah Islam, dan tujuan dari pembelajarannya adalah mencetak generasi yang tak hanya berprestasi secara akademik, namun memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Jadi jelaslah, sistem pendidikan Islam akan melahirkan output generasi berkualitas dan bertakwa kepada Allah, bukan generasi pemburu materi dan bermental korup seperti dalam sistem kapitalisme hari ini.

Kedua, menciptakan iklim amar ma'ruf nahi mungkar. Sehingga tak ada perlindungan terhadap pelaku kejahatan apa pun bentuknya, apalagi jika turut menyukseskan kejahatan tersebut, misalnya dengan korupsi berjamaah. Dalam Islam, setiap muslim akan mencegah saudaranya untuk melakukan kejahatan, tak mudah dibungkam oleh materi.

Begitulah Islam menciptakan keteraturan dalam kehidupan manusia. Sistem Islam dalam naungan khilafah mampu mewujudkan masyarakat yang beradab, mulia, dan bertakwa, sehingga wajar jika sepanjang kurun penerapan syariat Islam dalam naungan Khilafah mampu menghadirkan kesejahteraan dan kegemilangan peradaban. Sistem Islam mempertontonkan bahwa hukum tak akan tunduk di bawah kaki pelaku korupsi, melainkan tunduk di bawah titah Ilahi Rabbi. Wallahu'alam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Nikmat Tuhanmu yang Mana yang Kamu Dustakan?
Next
Milenial Limited Edition
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram