Covid Sejahtera dalam Naungan Kapitalisme

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)


Oleh. Dwi Nesa Maulani
(Komunitas Pena Cendekia)

NarasiPost.Com-Semua pasti sudah lelah dengan wabah Covid-19. Namun apa daya corona semakin menggila. Di berbagai provinsi di Indonesia terutama daerah di Jawa Tengah mengalami peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan hingga mencapai titik cukup mengkhawatirkan. Peningkatan kasus tertinggi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mencapai 2.803%. Disusul Bangkalan Madura 715% dan Demak 485%.

Menurut epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, angka kenaikan kasus positif Covid-19 yang dilaporkan pemerintah saat ini tidak menunjukkan angka asli yang terjadi di lapangan. Riset yang tengah digarap oleh Pandu bersama dengan Kementerian Kesehatan, bekerja sama dengan Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin dengan dukungan WHO Jakarta, menunjukkan sekitar 15 persen penduduk Indonesia sudah terpapar virus ini.(bbc.com, 16/6/2921)

Demi mencegah lonjakan kasus yang begitu massif presiden mengimbau untuk menggalakkan 3T (testing, tracing, treatment). Menurut para ahli selain 3T, 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas), dan peningkatan surveillance genomic juga diperlukan.

Imbauan presiden ini sudah sepatutnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan dibarengi penambahan fasilitas dan tenaga medis. Karena jika sekadar imbauan tanpa didukung sarana, maka akan percuma. Apalagi saat ini corona varian baru dari Inggris dan India sudah masuk ke Indonesia, yang memiliki kemampuan penularan yang sangat cepat.

Di sisi lain, benar kata para ahli bahwa 5M harus dilaksanakan oleh semua masyarakat tanpa kecuali. Sedangkan negara harus mengupayakan terlaksananya 5M secara maksimal. Namun, ada ironi dalam praktiknya. Kerumunan yang bersifat masif terkesan dibiarkan atau memang sengaja diciptakan.

Contoh kasus, beberapa waktu lalu ada kerumunan kolosal di gerai McDonald's. Menu baru mereka BTS meal diserbu pengendara ojek online hingga menciptakan lautan manusia berseragam hijau. Sebelumnya di McD Sarinah juga pernah terjadi kerumunan karena melakukan seremoni penutupan saat PSBB.

Kasus lain, Waterboom Lippo Cikarang sempat didesaki pengunjung pada awal Januari 2021. Sebabnya, manajemen Waterboom mengadakan promo harga tiket masuk. Kerumunan lain juga terjadi ketika libur lebaran beberapa waktu lalu akibat pemerintah yang mengizinkan pembukaan tempat wisata. Ada lagi kerumunan di Pasar Tanah Abang setelah salah satu menteri merestui warga untuk membeli barang-barang keperluan lebaran.

Berbagai kerumunan yang ada, sebagian telah diberi sanksi. Namun, apalah daya nasi sudah menjadi bubur. Kerumunan telanjur terjadi. Padahal seharusnya bisa dicegah kalau mau. Maka perlu dipertanyakan fokus pemerintah, melindungi nyawa rakyat atau bisnis kapitalis?

Selama ini penyelesaian pandemi terbilang setengah hati. Dari awal munculnya Covid-19 di Cina, Indonesia masih santai saja. Sampai sekarang pun tetap adem ayem. Pintu keluar masuk Indonesia tetap dibuka, bahkan hingga kini. Anjuran lockdown dari para pakar tak digubris karena lebih mementingkan kesehatan ekonomi daripada kesehatan manusia.

Itulah sifat asli negara yang menganut kapitalisme. Menganggap keuntungan materi adalah segalanya. Apa saja yang menguntungkan secara materi akan dilakukan. Kapitalisme enggan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya saat lockdown karena itu tidak menguntungkan. Kapitalisme membiarkan kerumunan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah dan membubarkan kerumunan lainnya. Kapitalisme lebih memihak kepada kepentingan ekonomi dan para kapital dibandingkan nyawa rakyatnya. Kalau begini, kapan pandemi berakhir di negeri ini? Covid benar-benar sejahtera dalam naungan kapitalisme.

Padahal Rasulullah Muhammad Saw sang suri tauladan kita pernah barsabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

Sangat disayangkan, ribuan muslim harus meregang nyawa akibat kesalahan mengatasi wabah. Maka negeri ini perlu mengganti strategi penyelesaian wabah ala kapitalisme dengan strategi baru yang lebih jitu. Tidak lain adalah strategi ala Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para Khulafaur Rasyidin.

Islam mengajarkan penanganan wabah secara preventif dan kuratif. Upaya preventif seperti mewujudkan pola pikir yang sehat, pola makan yang sehat, kebersihan, dan aktivitas fisik yang produktif. Jika diperlukan, vaksinasi akan dilakukan untuk membentengi tubuh setelah dipastikan vaksin tersebut aman.

Rasulullah Muhammad Saw juga mencontohkan upaya menghalau wabah agar tidak cepat menyebar, yaitu dengan karantina wilayah. Hadis Nabi Saw, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Maka lockdown sebetulnya wajib dilakukan. Bila perlu menutup akses keluar masuk Indonesia. Selain itu Rasulullah Saw melarang mencampurkan orang yang sehat dengan yang sakit. Sabda Beliau, “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Memisahkan orang sakit dengan orang sehat terlebih dulu dilakukan dengan testing dan tracing..Dan yang juga penting dilakukan negara yaitu memastikan semua masyarakat paham terkait wabah, bahayanya, dan tindakan apa yang bisa diusahakan mereka agar mereka patuh protokol kesehatan, bukannya abai seperti sekarang ini.

Sedangkan upaya kuratif yaitu dengan mengobati orang yang terkena wabah secara maksimal. Menyediakan obat-obatan, fasilitas, dan tenaga medis, serta memberikan jaminan kebutuhan si pasien dan keluarga yang menjadi tanggungan pasien selama perawatan.

Begitulah Islam mengajari penanganan wabah. Jelas berbeda dengan kapitalisme, bukan?[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Nesa Maulani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Islamofobia Berulang, Satu Keluarga Muslim Menjadi Korban
Next
Kebijakan Pajak di Tengah Pandemi, Mencekik Rakyat?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram