Pajak: Tren Global yang Mencekik Rakyat

"Pajak menjadi strategi licik ala pemerintahan kapitalis-sekuleris untuk melimpahkan kewajiban negara kepada rakyat. Negara hanya berpikir secara pragmatis sampai tega memalak rakyat."


Oleh. Qisti Pristiwani
(Mahasiswi UMN AW)

NarasiPost.Com-Belakangan ini, publik ramai memprotes rencana pemerintah yang akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kebutuhan pokok masyarakat, mulai dari barang sembako hingga menyasar pada jasa pelayanan publik. Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (CNNIndonesia, 08/06/2021)
Di sisi lain, Presiden Jokowi menyetujui penghapusan pajak mobil.

Rencana kenaikan PPN yang dilakukan pemerintah bukan tanpa alasan. Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dilakukan pemerintah disinyalir sejalan dengan tren global, karena sejatinya PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan. (Bisnis.com, 10/6/21)

Sangat disayangkan, di tengah terpuruknya ekonomi masyarakat, terlebih lagi masih bergelut dengan pandemi hari ini, pemerintah malah melirik tren kebijakan internasional sebagai solusi mempertahankan perekonomian negeri. Padahal kebijakan tersebut semakin mencekik rakyat dikarenakan sulitnya ekonomi hari ini.

Dalam ekonomi kapitalis, pajak dijadikan sebagai instrumen bagi negara agar terwujud keadilan dan kemakmuran dan menjadi sarana mobilisasi sumber daya yang berasal dari aktivitas ekonomi masyarakat untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karena itu, pajak dijadikan tumpuan untuk menyokong kehidupan negara. Dari hal tersebut tampak jelas bahwa pajak dijadikan sebagai sumber utama pemasukkan negara.

Di tengah keberlimpahan kekayaan sumber daya alam Indonesia, negara tetap menjadikan pajak sebagai modal utama untuk menyejahterakan masyarakat serta membiayai pembangunan nasional. Akibatnya, rakyat harus membayar mahal untuk dapat menikmati fasilitas di negerinya sendiri. Padahal, negara menyimpan begitu banyak hasil perkebunan, pertanian, perikanan, hutan tambang minyak, gas, emas, batu bara dan seterusnya yang tersebar luas di bumi pertiwi. Ke manakah hasilnya?

Beginilah kondisi negri bila terus-menerus mengadopsi ide-ide Barat dalam membangun peradaban. Mendambakan kehidupan yang adil dan sejahtera di sistem kapitalis-sekuler hari ini bagaikan mimpi di siang bolong. Segala pemikiran Barat dengan asas ideologi sekulernya bagaikan racun yang mematikan. Bukannya memberi solusi malah menambah pelik persoalan yang ada.

Pengelolaan perekonomian negeri pun diserahakan pengaturannya kepada para pemimpin kapitalis rakus. Walhasil, kekayaan negeri sah-sah saja diprivatisasi dan dinikmati hasilnya untuk segelintir orang/golongan. Mereka tak tulus ingin menyejahterakan rakyat, bahkan mencari cara agar rakyat dijadikan sumber rupiah bagi negara. Posisi negara tak ubahnya hanya sebagai produsen yang menjual segala kebutuhan pokok bagi konsumennya. Maka, negara berjual-beli dengan rakyatnya sendiri. Tampak dari perencanaan kebijakan pajak baru-baru ini.

Pajak menjadi strategi licik ala pemerintahan kapitalis-sekuleris untuk melimpahkan kewajiban negara kepada rakyat. Negara enggan banting tulang untuk memperbaiki perekonomian negeri, sehingga berpikir secara pragmatis sampai tega memalak rakyat. Sementara kekayaan alam lainnya yang notabenenya dapat dijadikan sebagai sumber pemasukkan negara, dikelola secara personal/kelompok untuk dinikmati secara pribadi/golongan saja. Rakyat terus diperas bak sapi perah dengan mengiming-imingkan saling bergotong royong untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran merata. Secara tidak langsung, rakyat dipaksa untuk menyejahterakan hidupnya sendiri. Tentu ini mustahil! Karena rakyat hidup bermasyarakat dan terwujudnya masyarakat yang sejahtera adalah aktivitas ekonomi makro yang membutuhkan peran serta negara dalam mewujudkannya.

Paham sekularisme telah menggeser peran Sang Pencipta sebagai pembuat hukum. Akibatnya, hancurlah tatanan kehidupan seperti hari ini. Padahal hanya Allah sajalah yang berhak mengatur kehidupan. Karena Dia pemilik alam semesta, bumi beserta isinya. Maka, Allah mengetahui apa saja yang dibutuhkan manusia. Karenanya, Allah menurunkan Al- Qur’an dan mengutus Rasulullah Saw agar menyampaikan aturan-Nya yang paripurna kepada manusia. Agar manusia hidup dalam aturan yang benar, termasuk bagaimana mengelola perekonomian, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Di dalam sistem pemerintahan Islam, negara Islam (daulah Islamiyyah) benar-benar hadir dan bertanggung jawab atas kesejahteraan penduduknya. Negara benar-benar mengaktifkan fungsi peri'ayahan (pengurusan) terhadap penduduknya. Sehingga terpenuhinya kebutuhan pokok penduduk adalah kewajiban utama negara. Dalam kitab al Amwal Fii Daulah al Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) Syekh Abdul Qadim Zallum menjadikan 12 jenis sumber pemasukkan negara dalam menyokong perekonomian, yaitu : (1) Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus; (2) al Kharaj; (3) al Jizyah; (4) macam-macam harta milik umum; (5) Pemilikkan negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pemasukannya; (6) al Usyur; (7) harta tidak sah para penguasa dan pegawai, harta yang didapat secara tidak sah dan harta benda; (8) Khumus Rikaz (barang temuan) dan tambang; (9) harta yang tidak ada pewarisnya; (10) harta orang yang murtad; (11) zakat; dan (12) pajak (bersifat temporal atau sewaktu-waktu) sebagai alternatif terakhir saat Baitul Maal tidak mampu lagi memenuhi seluruh kebutuhan. Sementara pos-pos pendistribusian juga harus jelas kemana harta akan beredar.

Begitulah rincinya daulah mengelola perekonomian. Metode inilah yang diikuti para pemimpin di dalam sistem pemerintahan Islam sehingga penduduknya sejahtera dan makmur. Seharusnya, pemangku kekuasaan hari ini bercermin pada generasi Islam di masa lalu yang sukses membangun peradaban gemilang. Mereka harusnya tinggal mengikuti dan menjalankan apa saja syariat-Nya. Bukan malah melirik praktik kebijakan ala Barat dengan ide sekulernya yang cacat. Sudah saatnya kita menyadari bahwa sekularisme adalah ide yang rusak lagi merusak. Sudah saatnya negri kita hari ini berhenti membebek pada negara-negara Barat dan mulai menerapkan solusi Islam. Wallahua’lam.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Menyoal Urgensitas Program Sertifikasi Da'i
Next
BTS Meal dan Pengaruh Budaya Korea bagi Remaja
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram