Menginginkan Dunia Tanpa Prank!

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl [16]: 105).


Oleh: Aisyah Badmas

NarasiPost.Com-Membuat konten video di platform media sosial saat ini menjadi kegiatan yang marak dilakukan. Persaingan dalam membuat konten pun tidak dapat dihindari. Para content creator dan influencer berupaya membuat konten yang menarik dan kreatif agar disukai banyak orang. Namun tidak sedikit dari mereka yang membuat konten tidak bermanfaat yang berseliweran di berbagai platform seperti konten prank.

Prank dimaknai sebagai suatu guyonan yang bisa dikatakan membohongi seseorang dan bersifat 'mengerjai', diatur seolah-olah serius namun ternyata hanya bohongan dengan tujuan agar target prank merasa kaget, terkejut, atau bahkan merasa malu.

Prank yang tercatat sebagai prank tertua di dunia pada era Kekaisaran Romawi Elagabalus. Arkeolog Australia, Warwick ball dalam karya tulisnya Rome in the East: The Transformation of an Empire, ia mencatat kisah Elagabalus yang memerintah pada tahun 218 hingga 222 saat itu Elagabalus meletakkan bantal-bantal kulit berisi udara di sebuah meja lesehan. Selama jamuan makan, ia dan anak buahnya membocorkan udara dari bantal, hal itu membuat tamu-tamu terduduk ke lantai yang keras (nationalpost.com).

Di beberapa negara, muncul berbagai chanel prank, seperti Pranks Network, Joey Salads, Top Notch Idiots, Crazy Prank TV, That Was Epic, Jalals, Laugh 4 Life dan lain-lain. Begitu juga di Indonesia. Viralitas prank di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa warganet di Indonesia memiliki kesenangan tersendiri untuk menyaksikan orang lain merasa takut, sedih atau kaget, karena sebagian besar dari kita memang cenderung senang melihat orang susah ketika dikerjai.
Dalam buku berjudul Humiliation (2011), Koestenbaum menerangkan bahwa orang suka menonton ekspresi malu, kikuk, dan bersalah dari korban prank. Karena, penonton prank tak bisa memprediksi reaksi apa yang akan muncul dari orang yang diprank. Reaksi tak terduga inilah memiliki efek kejutan yang menghibur. Kesenangan dari menyaksikan reaksi orang lain dalam kondisi seperti itu pada akhirnya menjadi candu tersendiri bagi penonton. Motivasi penonton menyaksikan reaksi orang yang diprank ini disebut motivasi voyeuristik, hal ini lantas dikapitalisasi oleh berbagai media sebagai konten hiburan untuk disiarkan.

Laris manisnya konten prank ini, bukan berarti bebas dari akibat yang ditimbulkan. Sejumlah harapan kosong, penyiksaan hingga kehilangan nyawa dialami korban prank. Pada tahun 2020, youtuber Bandung, Ferdian Paleka melakukan prank dengan berpura-pura memberikan bantuan berupa bingkisan yang berisi sampah kepada beberapa orang di pinggir jalan. Dan selain itu, pada tahun yang sama, di Jawa Tengah, sejumlah remaja menyamar sebagai pocong untuk mengagetkan sopir truk. Sopir itu panik dan lari meninggalkan truknya. Truk yang masih menyala itu tiba-tiba berjalan karena jalanan sedikit curam dan tergelincir masuk ke selokan di pinggir jalan tersebut. Supir truk dibantu warga melapor kejadian tersebut ke kantor polisi. Polisi yang bertugas membenarkan kejadian tersebut dan menyebutkan, anak-anak itu mengaku lelucon tersebut dibuat untuk konten video (tribunnews.com). Dan masih banyak lagi kasus prank yang membawa pada kematian.

Dari semua konten prank yang disajikan di berbagai platform, tujuannya hanya satu yaitu demi viral. Ujung dari semua itu adalah uang, karena viral adalah sumber pemasukkan bagi content creator dari berbagai platform, terutama youtube. Eksistensi prank saat ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme meniscayakan hadirnya konten-konten prank di media sosial demi meraup keuntungan semata, tanpa diliputi rasa bersalah telah membohongi orang dan tanpa peduli apakah konten tersebut berbahaya bagi orang atau tidak.

Namun sayang, masalah yang merupakan dampak dari sistem kapitalis ini oleh pemerintah dicegah dengan hanya mengeluarkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal 31 ayat (1) bagi pelaku yang iseng melakukan prank, maka terancam hukuman denda Rp10 juta. Hukuman ini berlaku apabila prank yang dilakukan masuk dalam kategori pidana, sebab menimbulkan bahaya, kerugian, kesusahan bagi orang lain (kompas.tv 8/6). RKUHP ini sebenarnya menunjukkan bahwa jumlah 10 juta adalah jumlah kecil bagi para content creator youtuber atau influencer. Selain itu, meskipun prank tersebut ditindak lanjuti sebagai laporan pidana, itu jika korban melapor karena merasa dirugikan. Namun, jika korban prank merasa itu tidak berbahaya dan merugikan maka, tidak mengapa. Akibatnya, prank akan terus eksis, begitupun kebohongan atau kepura-puraan akan senantiasa eksis dan laris. Tentu, sanksi ini berpotensi tidak menimbulkan efek jera bagi para content creator dan influencer yang nakal.

Lalu bagaimana mengatasinya? di dalam Islam, hal-hal merugikan orang lain dengan menimbulkan kepanikan, ketakutan, kesulitan bagi orang lain hingga menghilangkan nyawa dalam praktik prank ini adalah bentuk kemaksiatan. Kebohongan dan kepura-puraan sebagai inti konten prank dilarang, firman Allah Swt:

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl [16]: 105).

Bahkan dalam bercanda, aktivitas lelucon tidak bisa disertai dengan kebohongan, dari Bahz bin Hakim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

“Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 3315).

Sifat jujur memang wajib dimiliki oleh setiap orang yang tidak mau dibohongi meski itu dalam bercanda. Rasulullah Saw bersabda:

“Aku juga bercanda namun aku tetap berkata yang benar.” (HR. Thobrani dalam Al Kabir 12: 391).

Karena dalam diri muslim tidak boleh ada sifat pembohong, Imam Malik dalam Al Muwaththa meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw menyampaikan hal ini pada seorang sahabat ketika sahabat bertanya:

'' Wahai Rasulullah, mungkinkah seorang mukmin itu pengecut?'' ''Mungkin,'' jawab Rasulullah. "Mungkinkah seorang mukmin itu bakhil (kikir)?'' ''Mungkin,'' lanjut Rasulullah. ''Mungkinkah seorang mukmin itu pembohong?'' Rasulullah Saw menjawab, ''Tidak!''

Hadis ini dijelaskan oleh Sayid Sabiq, seorang ulama Kairo bahwa iman dan kebiasaan bohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang mukmin. Rasulullah Saw menyampaikan agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong. Karena, Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi yang tidak jujur.

Umat wajib menjaga keimananannya agar tetap terhindar dari kemaksiatan apalagi merugikan orang lain karena sanksinya datang langsung dari Allah Swt berupa neraka yang menyala-nyala, hanya saja kondisi keimanan yang seperti ini akan terwujud dengan mudah jika berada dalam sistem Islam bukan dalam kapitalisme, karena negara turut menciptakan nuansa keimanan dalam Islam melalui aturan yang berasal dari Islam saja, bukan yang lain. Sehingga para content creator dan influencer akan menyajikan konten-konten yang bernas, bermanfaat dan meskipun bercanda tapi tetap dalam koridor Islam. Dengan demikian, menginginkan dunia tanpa prank adalah mudah jika mewujudkan sistem Islam, sebuah dunia tanpa Kapitalisme!
Wallahua'lam bi ashshowab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Haji Batal Lagi, Benarkah Karena Pandemi?
Next
Utang Negara Menggunung, Siapa yang Menanggung?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram