Hampir Ambruk, Negeri ini Berada di Ujung Tanduk

"Hutang Indonesia terus melonjak tinggi. Beban bunga utang sudah mencapai 25% dari target penerimaan pajak sehingga akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara."


Oleh. Cahaya Timur
(Kontributor Narasipost.com)

NarasiPost.Com-Seperti kalimat pepatah “besar pasak daripada tiang”, begitulah kondisi yang kini mendera ibu pertiwi. Terlilit utang hingga batas maksimal, entah kapan dapat dilunasi. Hal itu diungkapkan oleh detikfinance dalam lamannya, bahwa hingga April 2021 utang pemerintah terus membumbung ke angka Rp6.527,29 triliun. (detikfinance, 07/06/21)

Utang ini akan terus melangit hingga akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo yang diperkirakan mencapai angka Rp10.000 triliun. (gelora.co, 05/06/21)

Padahal menurut para pengamat ekonomi, porsi beban bunga utang sudah mencapai 25% dari target penerimaan pajak. Artinya, bahwa bunga utang sudah melebihi kemampuan, sehingga akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara. Sementara itu, kesanggupan membayar utang luar negeri kian merosot selama delapan tahun terakhir, disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kemampuan penerbitan ULN (utang luar negeri) baru dengan penerimaan ekspor dan devisa lainnya. Ditambah lagi dengan kekhawatiran adanya taper tantrum yang akan berakibat para investor melepaskan kepemilikan SUN (surat utang negara berkembang) untuk kemudian memilih aset yang lebih aman.

Budaya Utang dalam Sistem Kapitalis

Bukan hal baru jika mengaitkan perkembangan negara Indonesia dengan riwayat utang yang hingga kini belum terselesaikan. Pada kenyataannya, negeri ini pun dibangun berdasarkan utang warisan dari para penjajah terdahulu, yakni Hindia Belanda. Ditambah lagi deretan daftar pinjaman LN (luar negeri) yang kian hari kian meningkat. Yang sudah barang tentu disertai pula dengan tingginya suku bunga.

Oleh sebab itu, wajar jika dalam beberapa tahun belakangan pertumbuhan utang negara kian berada di ambang batas. Kemudian semua itu diperparah lagi dengan kondisi pandemi Covid-19 sejak tahun lalu hingga sekarang.

Dalam konsep kapitalisme, utang memegang peranan penting dalam penempatan modal awal dalam sebuah kegiatan usaha, baik itu oleh individu maupun perusahaan dan berkembang hingga pembangunan sebuah negara. Karenanya sudah barang tentu apabila sebuah negara menambah daftar utang, maka secara otomatis suku bunga pun akan ikut naik, sebab adanya konsep ribawi yang disebut dengan time value of money.

Inilah sumber yang dapat berakibat fatal jika dibiarkan terus menerus. Karena hal tersebut akan membebani generasi kita di masa mendatang. Dan sebagai upaya penanggulangannya pemerintah akan semakin menekan angka pengeluaran dengan mengurangi subsidi rakyat serta terus berupaya meningkatkan pemasukan lewat pungutan pajak.

Dengan diberlakukan ULN pun sebenarnya sangat membahayakan serta melemahkan keuangan bagi negara pengutang, baik itu utang jangka panjang maupun jangka pendek.
Untuk utang jangka pendek saja hal ini sangat berbahaya, sebab dapat mengacaukan mata uang domestik, dan memicu terjadinya kerusuhan di dalam negeri. Sebab apabila jatuh tempo, maka pelunasan utang tersebut dilakukan dengan mata uang dolar bukan dengan mata uang domestik sehingga akan memicu turunnya mata uang lokal.

Sedangkan untuk utang jangka panjang pun sama halnya. Jika dilakukan secara terus-menerus diperkirakan akan mengakibatkan melemahnya anggaran belanja negara pengutang. Yang pada akhirnya tidak akan dapat lagi melunasi utang-utangnya. Sehingga dalam kondisi inilah negara kreditor akan mengambil keuntungan dari negara pengutang.

Di sisi lain, sistem kapitalis meniscayakan pengelolaan SDA (sumber daya alam) berada di tangan swasta, bukan pemerintah. Sehingga kekayaan tidak tersebar merata di kalangan masyarakat tapi hanya berkutat pada kalangan tertentu saja. Jelas hal tersebut akan mengakibatkan kesenjangan sosial, sebab kekayaan hanya dinikmati para korporat.

Karenanya selama sistem kapitalis tetap dipertahankan, maka selama itu pula negara akan berada pada lilitan utang yang tak berkesudahan dan rakyat pun akan terus terbebani.

Cara Islam Mengatasi Utang

Islam merupakan sebuah ideologi sempurna warisan Rasulullah Saw. Dalam sistem pemerintahannya, Khilafah Islamiyah menetapkan pembangunan negara berdasarkan petunjuk sahih, yaitu berdasarkan Al-Qur'an maupun sunnah. Dalam kitab suci-Nya, Allah Swt berfirman;

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا  ۚ

“Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)

Kemudian dalam sistem pemerintahan Islam, perekonomian negara bersumber pada Baitul Mal. Pemasukannya didapatkan dari tiga pintu, di antaranya adalah; kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan sumber zakat maupun sadaqah. Yang kesemua itu memiliki aliran dana masing-masing dan juga pengeluaran khusus.

Untuk pembangunan, negara dapat mengambil sumber dana pada pintu kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Adapun sumber dana kepemilikan negara didapatkan dari milkiyah ad-daulah di antaranya adalah ‘usyur, fa’i, ghanimah, kharaj, jizyah. Kemudian untuk pintu kepemilikan umum didapatkan dari SDA (sumber daya alam), yaitu pertambangan, migas, batu bara, serta hasil alam lainnya yakni hutan, perikanan, dls.
Tidak ditemukan adanya praktik privatisasi maupun kegiatan pengambilan utang yang membabibuta.

Dengan demikian jelas sekali perbedaan antara sistem pemerintahan hari ini dengan khilafah Islamiyah, karena tampak kemakmuran dan kesejahteraan merata di tengah masyarakat. Seperti pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Arrasyid, APBN mengalami surplus hingga di atas 900 juta dinar atau setara dengan Rp3.825 triliun. Jumlah yang lebih besar daripada APBN Indonesia pada tahun 2020, yaitu hanya sebesar Rp2.613,8 triliun.

Terbukti hanya sistem Islam yang dapat menyelamatkan negeri ini dari jeratan utang sehingga mengakibatkannya berada di ujung tanduk kehancuran. Wallahu a'lam bis showab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Tabula Rasa
Next
Kuatlah, Anakku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram