KPK di Titik Nadir

"Semakin maraknya kasus korupsi dan terjadinya upaya-upaya pelemahan terhadap badan antirasuah ini membuktikan sistem demokrasi tidak mampu menangani korupsi. Malah, demokrasilah pemicu lahirnya para gembong koruptor."


Oleh. Rita Handayani
(Opinion Maker dan Pemerhati Publik)

NarasiPost.Com-KPK, lembaga independen antirasuah yang menjadi harapan negara dan rakyat agar korupsi bisa enyah dari negeri pertiwi nampaknya semakin jauh panggang dari api. Meskipun dengan adanya KPK belum kuat mencabut korupsi dari akarnya, namun sepak terjang KPK mampu membuat para pelaku korupsi panas dingin, khawatir kena OTT (Operasi Tangkap Tangan). Sehingga, terlihat nyata adanya upaya-upaya untuk melemahkan KPK.

Upaya pelemahan KPK real terlihat sejak tahun 2009. Berarti telah lebih dari satu dekade atau satu dasawarsa, dengan cara pengajuan revisi undang-undang KPK oleh DPR. Hingga saat ini upaya pelemahan badan antirasuah ini lewat jalur revisi UU KPK masih kerap dilakukan, upaya lain untuk melemahkan KPK adalah kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri serta perubahan status kepegawaian independen menjadi ASN. Dan yang terbaru polemik tidak lulusnya 75 pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan untuk beralih status menjadi ASN, salah satunya penyidik senior yang berintegritas, seperti Novel Baswedan.(tribunnews.com, 8/5/2021)

Hal tersebut membuat banyak kalangan menilai KPK berada di posisi titik nadir, salah satunya Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohamad Sohibul Iman, menyatakan, "sekarang KPK berada di titik nadir yang kewenangannya tidak lagi extraordinary, pegawai yang berintegritas disebut tidak nasionalis dan dibenturkan dengan permasalahan kebangsaan, dianggap taliban." (kompascom.com, 29/5/2021)

Hingga masyarakat pun turun ke jalan untuk melakukan aksi tolak pelemahan KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Salah satunya Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gertak) Kalimantan Barat. Dalam aksinya Korlap Gertak, Jimmy Abraham, di Pontianak, Kamis 3 Juni 2021 mengatakan, "Saat ini kami melaksanakan aksi untuk menjunjung tinggi keadilan sosial bagi masyarakat yang ingin sekali korupsi bisa dilenyapkan dari Indonesia, serta kami juga menyampaikan tuntutan menolak upaya pelemahan KPK dan menuntut komitmen Presiden dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia," (suarakaltim.id, 4/6/2021)

Korupsi memang masalah laten yang terjadi di negeri ini. Korupsi menjadi musuh bersama seluruh masyarakat, negara, dan ideologi. Korupsi dicap sebagai salah satu musuh besar kemanusiaan dan kejahatan yang sangat luar biasa. Karena korupsi menjadi salah satu faktor negara menjadi miskin, rakyat tidak tersejahterakan malah menjadi nelangsa dan sengsara. Sehingga di seluruh negara, korupsi menjadi bagian dari agenda besar negara.

Untuk itu, pemberantasan korupsi membutuhkan upaya luar biasa dari seluruh komponen bangsa, di antaranya harus ada perubahan sistem, kepemimpinan, dan individu, menjadi individu yang bertakwa. Sistem negara yang sahih, ketakwaan para pemimpin, dan keterikatan individu kepada hukum Allah Swt. Tanpa ketiga hal tersebut mustahil wabah korupsi bisa dimusnahkan. Hadirnya lembaga independen seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah hal yang baik. Namun, selain terlalu berat tugas KPK, jika hanya mengandalkan suatu lembaga untuk melenyapkan penyakit korupsi tanpa pembenahan sistem dan para abdi negaranya, maka tentu hal tersebut adalah suatu kemustahilan.

Semakin maraknya kasus korupsi dan terjadinya upaya-upaya pelemahan terhadap badan antirasuah ini membuktikan sistem demokrasi tidak mampu menangani korupsi. Malah, demokrasilah pemicu lahirnya para gembong koruptor. Berbiaya mahal, lemahnya keimanan efek dari sekularisme, carut-marutnya tata kelola negara, dan tumpulnya hukum menjadi indikasi kuat suburnya praktik korupsi di negeri demokrasi. Alhasil, para pemangku jabatan di negara kapitalis akan senantiasa mencari cara untuk mengamankan jabatan dan segala kepentingannya, salah satunya dengan melindungi koruptor. Inilah secuil bagian dari bentuk kegagalan sistem demokrasi dalam melahirkan watak pemimpin negeri.

Maka, usaha keras sebagian kaum muslim yang bertakwa kepada Allah Swt untuk mengganti sistem rusak demokrasi ini agar digantikan dengan sistem warisan Nabi Saw, yakni sistem Islam, sangat dibutuhkan. Karena hal itu adalah sebuah upaya yang memiliki landasan kuat yang harus didukung oleh seluruh kalangan, terutama seluruh kaum muslimin. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang telah terbukti belasan abad,
benar-benar antikorupsi. Karena biaya politik tidak akan tinggi, sehingga tidak akan tercipta persekongkolan jahat antara pejabat dan korporat, oligarki atau nepotisme, dan korupsi juga tidak bisa berkembang dalam sistem Islam.

Juga karenasistem Islam adalah sistem ciptaan Allah Swt. Melalui Al-Qur'an dan As-sunah, Allah Swt menetapkan hukum untuk kehidupan manusia yang tidak bisa diutak-atik dan diubah sesuka hati penguasa, seperti dalam kekuasaan demokrasi. Pengambilan dan penetapan hukum dalam Islam harus melalui istinbath syar'i yang sahih, dikawal oleh para ulama yang hanif. Sehingga upaya perubahan UU atau hukum demi pelemahan terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi, seperti KPK misalnya, tidak akan terjadi.

Islam yang merupakan sistem antikorupsi, secara praktis memiliki upaya preventif dan kuratif agar virus korupsi tidak menjangkiti negeri, di antarnya, sebagai berikut.

Pertama: Aspek ketakwaan menjadi standar utama dan baku dalam pemilihan pejabat dan pegawai negara. Keimanan dan ketakwaan yang kuat dan tinggi akan mencegah pejabat maupun pegawai dari perbuatan jahat dan maksiat, seperti korupsi.

Kedua: Sistem penggajian yang layak dan mencukupi. Hal itu akan menjadikan para pejabat maupun pegawai tidak memiliki alasan untuk melakukan praktik korupsi.

Ketiga: pengecekan harta kekayaan para pejabat dan pegawai saat pengangkatan dan pemberhentian dengan penerapan pembuktian terbalik. Dengan adanya petugas pencatat dan pengaudit, jika ditemukan penambahan harta tak wajar maka pejabat tersebut harus membuktikan, hartanya didapat dari jalan yang halal dan sah. Jika tidak bisa, maka akan disita harta yang tak wajar tersebut untuk dimasukan dalam kas negara.

Keempat: Kejelasan dalam penetapan harta ghulul (penggelapan harta). Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda: "Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul." (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hakim)

Berdasarkan hadis tersebut maka pendapatan harta bagi pejabat dan pegawai di luar gaji, apapun bentuknya (suap, pungutan, fee, hadiah dan lain sebagainya) adalah harta ghulul yang hukumnya haram. Itu semua adalah solusi preventif dalam Islam yang akan mencegah para pejabat melakukan tindakan korupsi.

Kelima: Pemberlakuan hukum yang tegas dan menjerakan baik bagi pelaku maupun bagi khalayak umum. Sanksi ta'zir bagi koruptor yang ketentuan hukumnya di tangan hakim yang adil dan ahli agama. Hukumannya bisa berupa pengumuman di media, denda, cambuk, potong tangan, hingga hukuman mati sesuai dengan tingkat kemaksiatannyanya. Ini akan mampu menjadi solusi kuratif yang membuat jera.

Tentu sistem yang baik tidak akan bisa berdiri sendiri melawan ancaman kemaksiatan besar, seperti korupsi. Butuh pemimpin negeri yang baik pula, yang berada di garda depan, menjadi teladan dan panutan dalam komitmennya memberangus tindakan korup dan memastikan musnah hingga akarnya. Berlaku tegas kepada siapa pun yang terjerat korupsi, meski kepada orang terdekatnya sekalipun, baik keluarga, kolega, sahabat atau kelompoknya. Dan tidak akan meloloskan aturan atau UU, misalnya aturan administratif yang menghambat atau melemahkan pemberantasan korupsi seperti saat ini. Dan pemberantasan korupsi akan lebih sempurna jika disertai dengan kontrol masyarakat, khususnya para ulama beserta orang-orang yang kompeten di bidang tersebut.

Semua itu perlu upaya keras untuk mewujudkannya, yakni dengan upaya memperjuangkan tegaknya hukum Allah Swt di muka bumi yang akan terealisasi jika kekuasaan Islam telah tegak dalam bingkai khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Andai Saja
Next
Komisaris BUMN, Kompetensi atau Balas Budi?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram