Buah dari mengikuti budaya penganut sistem sekuler, peran agama dijauhkan dalam urusan berbangsa dan bernegara, baik itu urusan ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Agama hanyalah sebatas dijadikan status dan lurusan tiap individu dengan penciptanya, sehingga tidak heran jika kasus penistaan agama begitu sering terjadi di negeri ini.
Oleh. Nur Hajrah
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Jagat dunia maya kembali heboh setelah viralnya sebuah akun di salah satu media sosial. Akun tersebut memposting aksi pembakaran Al-Qur'an dan terdapat kata-kata yang tidak pantas ditulis dalam kitab suci umat Islam tersebut. Kepolisian telah menangkap pelaku dalam aksi pembakaran Al-Qur'an tersebut yang ternyata adalah seorang laki-laki, penangkapan dilakukan di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat. Aziz Andriansyah selaku Kapolres Metro Jakarta Selatan membenarkan hal tersebut, bahwa pelaku asli pembakaran Al-Qur'an telah diringkus, hanya saja Aziz tidak menjelaskan lebih jauh tentang kasus tersebut kerena menurutnya jajaran Polda Metro Jaya lebih berhak membeberkannya. Sebelumnya polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap perempuan pemilik akun yang diduga sebagai pelaku aksi pembakaran Al-Qur'an. Tetapi sang pemilik akun menyatakan bahwa bukan dia pelaku dalam aksi pembakaran Al-Qur'an tersebut dan bukan dia yang mempostingnya, karena menurutnya akun tersebut adalah palsu yang mengatasnamakan namanya. (detik.com, 25/05/2021)
Atas perbuatannya, pelaku asli pembakaran Al-Qur'an dijerat undang-undang informasi dan transaksi elektronik dan dijatuhi hukuman selama 6 tahun di penjara (kompas.com 25/05/2021)
Penistaan agama khususnya terhadap agama Islam bukanlah kejadian yang baru terjadi di Indonesia. Sudah sering penistaan agama terjadi di negeri ini, baik dilakukan perorangan maupun kelompok, ada yang tersorot media ada juga yang tidak. Dalam kasus di atas, dilansir dari merdeka.com(25-05-2021), pelaku adalah mantan kekasih pemilik akun, motif pelaku melakukan aksinya kerena ada unsur sakit hati dan ingin membalas dendam.
Sungguh miris, akibat sakit hati sampai melakukan penistaan agama dengan cara membakar Al-Qur'an dan menulisinya dengan kata-kata yang sangat tidak pantas. Ironisnya pelaku melakukannya dengan sadar dan sengaja alias sudah terencana. Alih-alih akan mendapatkan hukuman yang berat, pelaku hanya dihukum selama 6 tahun penjara. Dan yang menjadi pertanyaannya sekarang, apakah dengan hukuman di penjara selama 6 tahun akan memberikan efek jera terhadap pelaku? apakah akan membuat orang-orang takut untuk melakukan penistaan agama? Tentu Tidak!! faktanya hukuman penjara itu tidak membuat efek jera, tidak membuat orang-orang takut, buktinya penistaan agama di negeri ini masih sering terjadi, bahkan ada yang melakukannya terang-terangan lewat akun media sosial, baik yang diposting lewat tulisan, gambar, rekaman suara, juga video. Bukannya menangkap pelaku tetapi dibiarkan begitu saja, seolah-olah menggambarkan Islam adalah ajaran yang salah.
Sungguh ironis negeri ini, sudah terlalu sering kasus penistaan agama terjadi di negeri penganut umat muslim terbanyak di dunia. Begitu mudahnya kasus penistaan terjadi di negeri ini, baik dilakukan oleh mereka rakyat biasa muslim atau nonmuslim, bahkan ada penguasa negeri yang terlibat dalam kasus penistaan agama. Sungguh sangat disayangkan jika penistaan agama Islam dilakukan oleh pemimpin yang beragama Islam.
Inilah buah dari mengikuti budaya penganut sistem sekuler, peran agama dijauhkan dalam urusan berbangsa dan bernegara, baik itu urusan ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Agama hanyalah sebatas dijadikan status dan lurusan tiap individu dengan penciptanya, sehingga tidak heran jika kasus penistaan agama begitu sering terjadi di negeri ini.
UU tentang penistaan agama sebagaimana yang tercantum dalam KUHP pasal 156(a) hanyalah sebatas hukum yang tertulis, tetapi tidak dilaksanakan seutuhnya. Jika melanggar UU ini akan dipenjarakan selama 5 tahun penjara, lantas apakah bentuk hukuman ini akan memberikan efek jera dan orang lain akan takut melakukannya? Tentu tidak, bahkan untuk di kalangan tertentu, terutama bagi mereka yang memiliki jabatan, tahta, dan harta UU ini tidak berlaku baginya, mereka seolah-olah kebal akan hukum UU di negeri ini, sehingga penistaan terhadap agama bisa mereka lakukan berulang-ulang tanpa mendapat hukuman.
Maka dapat disimpulkan negara yang menganut sistem demokrasi ini gagal melindungi agama. Sistem kapitalis sekuler telah jauh meracuni pemikiran para penguasa negara sehingga agama dianggap bukanlah hal yang utama dalam mengatur ranah kehidupan bernegara apalagi mengatur hukumannya, sebab sumber utama hukum di negeri ini adalah Pancasila dan UUD 1945 padahal isinya dan proses penyusunannya tidak lepas dari yang namanya agama. Sehingga jangan heran jika ada orang atau kelompok masyarakat yang melakukan aksi atau mengkritik penguasa negeri atas aturan yang dibuatnya, akan dianggap antipancasila atau radikal, dan akan cepat ditindaklanjuti serta diproses sebagai pelanggaran hukum, tetapi jika ada yang melakukan penistaan agama begitu lama diproses bahkan negara abai akan hal itu alias diam. Maka berharap pada rezim ini untuk melindungi agama bukanlah solusinya, karena rezim ini menganggap agama bukanlah yang utama.
Jika rezim saat ini terlihat abai terhadap penistaan agama, lain halnya dalam pemerintahan Islam (Khilafah). Dalam pemerintahan Islam, Khilafah akan menyelesaikan dan menghilangkan masalah sampai ke akar-akarnya, yaitu sekularisme. Karena sekularisme inilah biang keladi pencipta para penista. Khilafah akan memberikan pemahaman kepada umat bahwa hanya Islam agama yang sempurna, yang bukan saja mengatur urusan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam mengatur urusan umat atau berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini aturan tersebut bukan untuk mengekang umat tetapi melindungi umat. Khilafah tidak akan membiarkan mereka yang berpenyakit dengki mengolok-olok agama Allah, termasuk menghinakan Al-Qur'an dan Nabi Allah.
Penistaan agama apapun itu bentuknya jika pelakunya seorang muslim akan dianggap sebagai bentuk murtad dari agama Islam. Khalifah tidak segan-segan memberikan hukuman, siapa pun pelakunya akan dibunuh jika tidak bertobat. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah salah satu khalifah yang memerintahkan untuk membunuh mereka yang menghina Rasulullah (Abu Daud r.a dalam sunannya hadis 4363). Umar bin Khattab, beliau pernah mengatakan hal yang sama "Barang siapa menghina Allah dan salah satu nabi Allah, maka bunuhlah dia" (diriwayatkan Al-Karmani r.a yang bersumber dari Mujahid rahimahullah)
Di era kesultanan Abdul Hamid ll, beliau pernah marah atas tindakan pemerintah Perancis yang akan mengadakan taeter dimana parah tokohnya melibatkan nama Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Saw, Sultan Abdul Hamid sangat marah dan menganggap itu adalah bentuk penghinaan terhadap Islam. Sultan Abdul Hamid memperingatkan agar pemerintahan Perancis tidak meneruskan kegiatan tersebut. Jika Perancis tetap melanjutkannya maka Sultan Abdul Hamid ll siap menarik pedangnya untuk berjihad dan menghancurkan wilayah Perancis.
Itulah sikap tegas dari para pemimpin Islam yang sangat menonjol dalam memberikan hukuman bagi para penista agama. Maka sudah menjadu kewajiban umat Islam saat ini untuk bersatu dalam memegang tali agama Allah untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah Islamiyyah, agar tidak ada lagi umat Islam yang terhina, tidak lagi terjadi penistaan terhadap agama Islam dan tentunya ayat-ayat suci Al-Qur'an serta syariat-Nya akan selalu terjaga.
Wallahu a'lam bishawab[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]