Setusuk Sosis Bakar

"Gadis itu ingin berubah, menuju jalan yang seharusnya, jalan yang benar. Jalan yang ia lalui selama ini adalah jalan buntu. Siska memutuskan berbalik badan, belajar menjadi muslimah dengan pribadi yang lebih baik."


Oleh: Hafida Nurfa

NarasiPost.Com-"Terimakasih telah membeli, Mbak."

Suara wanita paruh baya itu terdengar ramah di telinga Siska. Tiada bosan-bosannya sang pedagang menawarkan makanan yang dia jual. Siska hanya mengangguk sekali, lalu berjalan menjauh dari pedagang yang menjual bakso dan sosis bakar itu. 

"Rasanya aku ingin mati saja," ucap Siska lirih.

Pandangan Siska terlihat kosong. Pikirannya melayang ke peristiwa beberapa jam yang lalu. Dimulai dari pertengkaran orang tua Siska yang berujung perpisahan, lalu nilai ujiannya yang di bawah rata-rata, si pacar yang berkhianat, dan seseorang yang Siska anggap sahabat, diam-diam selama ini menceritakan keburukan di belakangnya.

Cukup sudah. Siska tak tahu pasti, telah berapa lama ia melamun di jembatan ini. Gadis berambut cokelat dengan sedikit warna oranye itu menutup mata ketika perlahan kaki kanannya tak lagi menginjak kerasnya jembatan.

"Inilah akhirnya …" gumam Siska.

Lima menit Siska menunggu. Namun, telinganya tak kunjung mendengar gemericik air saat tubuhnya terjatuh, atau merasakan hantaman derasnya air sungai. Malahan gadis itu merasa ada yang menarik tangannya secara tergesa-gesa. Siska membuka matanya yang sayu, menemukan wanita tadi, sang pedagang sosis bakar yang tadi ia beli. 

"Kenapa ibu menyelamatkan saya?" tanya Siska dengan suara gemetar, masih terkejut dengan apa yang tadi ia ingin lakukan. Wanita itu menggeleng.

"Saya tidak menyelamatkanmu. Sang Mahakuasalah yang telah menyelamatkanmu," jawab wanita itu dengan lembut. 

Siska terdiam. Ahh… dirinya lupa, kapan ia bersujud untuk terakhir kalinya, atau kapan membaca surah-surah indah yang penuh makna, atau hal yang paling sederhana, misalnya kapan terakhir kali mengucap salam.

"Ini …"

Siska menatap kantong dari kain yang lusuh itu dengan tatapan tak mengerti. Wanita itu tersenyum, menarik tangan kanan Siska dan meletakkan kantong tadi. Ia berucap dengan nada lembut, "Ambilah."

Tangan Siska membuka kantong tadi, mengernyit heran.

"Gaun?" tanya Siska yang membuat wanita itu menganggukkan kepala.

"Iya, itu gaun. Gaun seorang muslimah.

Siska memandang wanita itu, masih tak mengerti.

"Kamu Islam?" tanya wanita itu.

"Saya Islam," jawab Siska mantap.

Siapa pun yang mengajukan pertanyaan itu, maka Siska nenjawab dengan mantap sekaligus bangga. 

"Sebagai seorang manusia yang beragama Islam, apalagi kamu adalah muslimah, wajib hukumnya menutup aurat."

Siska melirik apa yang ia kenakan, baju tanpa lengan dilapisi jaket jeans yang juga tanpa lengan dan celana pendek di atas lutut.

Wanita itu menatap Siska, kemudian beralih ke gaun yang masih berada di tangan Siska.

"Coba kamu lihat gaun ini. Ini adalah pakaian yang seharusnya dipakai oleh kamu. Bukan hanya kamu, tetapi juga semua remaja putri yang beragama Islam. Bagus, kan?"

Siska mengangguk menyetujui. Gaun itu memang bagus, dengan warna abu-abu dihiasi tulisan 'We Are Muslimah' yang  berwarna biru, lalu pita yang ada di kedua ujung lengan panjang gaun itu. 

"Saya tidak tau apa masalahmu di usia yang masih terbilang muda inj. Namun, kamu harus ingat, ada yang akan selalu mendengarkan segala keluh kesahmu, ratapanmu, dan doamu. Itu Dia, sang Pencipta alam semesta. Bukan orang tua yang sibuk dengan pekerjaan, sahabat palsu, apalagi pacar."

Siska mendengarkan. Ia merasa tertampar dengan kalimat yang terlontar dari mulut wanita di hadapannya.

"Saya hanya mengingatkan. Jadi pakailah itu. Berjuanglah. Bersyukur. Masih banyak orang di luar sana yang kondisinya jauh lebih buruk dari kam, yang diuji dengan cobaan yang lebih berat dari kamu. Jangan menyerah."

Wanita itu menyerahkan sebuah kerudung abu-abu. Ia tersenyum menatap Siska, kemudian berjalan menjauh, meninggalkan Siska yang mulai terisak.

Siska menatap tiga benda yang diberikan oleh wanita itu, gaun muslimah, kerudung, dan juga setusuk sosis bakar. Siska tersadar, andai ia tak membeli sosis bakar, ia takkan bertemu dengan wanita itu, wanita yang berhasil menyadarkannya. 

Siska tersenyum. Langkahnya berjalan menuju sebuah toilet umum. Gadis itu ingin berubah, menuju jalan yang seharusnya, jalan yang benar. Jalan yang ia lalui selama ini adalah jalan buntu. Siska memutuskan berbalik badan, belajar menjadi muslimah dengan pribadi yang lebih baik.

Selesai[]


photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Rindu Baitullah
Next
Microgreen, Sayuran Mini Kaya Nutrisi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram