Sindrom Joget TikTok: Potret Generasi Ambyar

 “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : umurnya di mana dia habiskan, tentang masa mudanya di mana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan ke mana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya“. (HR. At-Tirmizi)


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi NarasiPost.Com &Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)

NarasiPost.Com-Siapa yang tidak mengenal platform Tiktok? Tentu semua orang dari berbagai kalangan usia sudah familiar dengan aplikasi asal Tiongkok ini. Aplikasi untuk membuat video pendek ini memang populer di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Aplikasi ini meledak awalnya karena viralnya seorang remaja laki-laki bernama Bowo lewat aplikasi Tiktok pada tahun 2018 lalu. Saking populernya, Bowo memiliki banyak penggemar para remaja putri yang menggilainya.

Kini Tiktok tak hanya menjadi candu bagi generasi milenial, namun juga para orang dewasa. Mereka ramai-ramai membuat video Tiktok dengan berbagai kreasinya. Tujuannya beragam, ada yang sekadar iseng dan ada juga yang mengejar viral. Parahnya ada juga yang sampai terpapar sindrom joget Tiktok.

Istilah sindrom Tiktok sempat ramai di media sosial. Maknanya adalah mereka yang kecanduan bermain Tiktok, bahkan tak bisa menahan diri mereka untuk tak berjoget kalau mendengar lagu Tiktok.

Akhirnya eksperimen sosial pun banyak dilakukan oleh beberapa Youtuber demi mengetes apakah sindrom joget Tiktok ini sungguh ada. Skenarionya, sang youtuber berjalan di tengah keramaian sambil memutar lagu Tiktok menggunakan speaker. Sementara ada kamera tersembunyi yang diletakkan untuk merekam respon orang-orang di sana. Tak disangka, secara otomatis, beberapa orang yang ada di sana berjoget begitu mendengar lagu-lagu Tiktok diputar. Hampir semuanya adalah kalangan remaja alias generasi milenial.

Menyaksikan hal demikian, sungguh semestinya kita prihatin, sebab sejatinya adanya sindrom Tiktok tersebut mengisyaratkan sebuah kondisi generasi yang tidak baik-baik saja. Mereka dilalaikan oleh sebuah aplikasi yang unfaedah. Apalagi jika kontennya joget-joget dan itu dilakukan oleh para muslimah berhijab, sungguh tidak pantas. Bahkan demi viral dan mendapat banyak viewer dan follower, mereka rela berjoget aneh dan mempermalukan diri sendiri. Bahkan mereka rela memperlihatkan aneka ekspresi wajah yang memalukan.

Padahal sejatinya muslimah adalah kehormatan yang harus dijaga. Mu'ruahnya terletak pada rasa malunya. Maka, Islam pun menekankan kita untuk memiliki rasa malu agar kita bisa mengerem segala aktivitas kita. Sungguh, malu merupakan bagian dari akhlak kaum muslimin.

Rasulullah Saw bersabda:
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi]

Bahkan Allah Swt telah mengingatkan bahwa setiap apa yang kita kerjakan akan dimintai pertanggung-jawaban di harapan-Nya kelak di Yaumil Akhir.

"…perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. " [Fushilat/41:40]

Tak ada beda dengan kaum laki-laki, mereka yang terpapar sindrom Tiktok layak dinasihati. Bahwa hidup bukan sebatas senda gurau dan permainan. Setiap detik dalam hidup sungguh bermakna, akan ada pertanggungjawaban di setiap jengkal waktu yang kita habiskan. Maka, alangkah merugi jika waktu terbuang untuk melakukan hal yang sia-sia.

Potret Generasi Ambyar

Tak dipungkiri bahwa berbagai tawaran kesenangan dunia disodorkan kepada kaum muslimin hari ini. Jika saja kita tak bijak memfilternya, niscaya kita akan terseret jauh ke dalam aktivitas sia-sia bahkan maksiat. Terlebih, generasi muda menjadi sasaran empuk perusakan kepribadian oleh sistem sekuler liberal hari ini. Generasi muda dihadang untuk bangkit, salah satunya dengan cara menyeret mereka ke dalam pusaran aktivitas hedonis nan permisif.

Secara sistemik, generasi muda dijauhkan dari intelektualitas sehingga hilang daya kritis dan jati diri sebagai seorang muslim. Mereka dijauhkan sejauh-jauhnya dari profil kepribadian seorang muslim sejati, yakni bermental pejuang, bervisi akhirat, dan tampil terdepan menjadi umat terbaik yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Begitulah konsep sistem liberal hari ini, menjadikan generasi kaum muslimin lebih suka bermain-main dan berfoya-foya. Bahkan mereka diarahkan menjadi agen-agen pengemban sekularisme liberal ke tengah-tengah umat. Sehingga nantinya, apa yang menjadi cita-cita sekularisme akan terwujud, yakni padamnya bara dakwah di dada-dada kaum muslimin dan hilangnya geliat kebangkitan di tubuh umat. Ya, sebab sejatinya generasi muda adalah penentu baik buruknya sebuah peradaban. Mereka pun dibidik untuk menjadi generasi ambyar. Generasi pragmatis, apatis, bahkan liberalis.

Sebagai sebuah ideologi, kapitalisme liberal dengan sekularisme sebagai akidahnya akan berupaya melanggengkan eksistensinya. Adapun salah satu rival terberatnya adalah ideologi Islam. Oleh karena itu, kapitalisme takkan pernah membiarkan generasi muda kaum muslimin menjadi orang-orang yang taat kepada agamanya secara kafah, mereka dicukupkan berislam sebatas ranah ritual.

Generasi Islam bukan Generasi Ambyar

Allah Swt telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Dan lebih khusus, Allah melabeli umat Islam sebagai umat terbaik di tengah-tengah manusia. Maka, generasi muda sebagai seseorang yang berjiwa energik dan penuh kreativitas semestinya mempergunakan masa mudanya tersebut untuk kebaikan.

Sebagaimana Rasulullah Saw telah mengingatkan,  “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : umurnya di mana dia habiskan, tentang masa mudanya di mana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan ke mana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya“. (HR. At-Tirmizi)

Lihatlah potret generasi muda di sistem kehidupan Islam di masa lalu, mereka sibuk mengejar akhirat ketimbang bergelut dengan kesenangan dunia yang fana. Hari-hari mereka diisi dengan mengkaji Islam bersama Rasulullah Saw dan bahkan mereka turut serta dalam dakwah dan jihad membela agama Allah. Sebut saja Ali Bin Abi Thalib, sejak masuk Islam di usianya yang baru 8 tahun, ia kerap membersamai Rasulullah Saw. Ada juga Mush'ab Bingung Umair, pemuda belasan tahun yang rela meninggalkan kemewahan hidupnya demi berdakwah di jalan Allah, dan ada sosok pemuda terkenal Muhammad Al-Fatih, di usianya yang baru 21 tahun menjadi panglima perang dalam penakhlukkan Konstantinopel.

Demikianlah potret pemuda dalam sistem Islam, sungguh layak diteladani. Maka, sungguh sistem kapitalisme liberal hari ini tak layak dipertahankan karena hanya menyumbang kerusakan generasi yang kian parah. Sudah saatnya kita kembali ke pangkuan sistem Islam yang agung, karena sistem Islam bersumber dari wahyu Allah Swt. Darinya akan terlahir sosok-sosok generasi dambaan surga. Wallahu'alam[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Kekecewaan Rakyat Meningkat Akibat Balas Budi Politik
Next
Kudekap Engkau dalam Ukhuwah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram