"Penyelesaian persoalan pendidikan di negara ini seharusnya dimulai dengan pengidentifikasian masalah. Dari berbagai kajian penelitian menunjukkan selama hampir 20 tahun, kondisi pendidikan Indonesia stagnan di posisi salah satu terbawah di dunia."
Oleh. Novianti
NarasiPost.Com-Dalam Rapat Kerja tahun 2020 bersama Komisi X DPR RI, Jakarta, Menteri Pendidikan Kebudayaan saat itu, Nadiem Makarim mengatakan akan ada perubahan kurikulum di tahun 2021. Kurikulum tersebut akan diujicobakan di beberapa sekolah.
Jika benar, tentu ini semakin mengukuhkan persepsi bahwa setiap ganti presiden, ganti menteri pasti diikuti ganti kebijakan. Dan ini akan menjadi pergantian kurikulum ke-12 sejak Indonesia merdeka. Berarti rata-rata setiap enam tahun terjadi pergantian kurikulum.
Perubahan kurikulum harus dipertimbangkan dengan cermat, mengingat pasca adanya kebijakan baru tentu akan berdampak pada banyak hal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Nadiem, rencana perubahan kurikulum diikuti oleh pelatihan pendampingan untuk guru dan tenaga kependidikan dengan anggaran Rp518,8 miliar, selain itu Rp137,8 miliar untuk pengembangan kurikulum, Rp346,9 miliar untuk implementasi kurikulum di sekolah dan daerah, Rp358,2 miliar untuk akreditasi, serta Rp 120,2 miliar untuk pendampingan pemerintah daerah. (CNN Indonesia, 03/09/2020)
Perubahan kurikulum hanya menjadi pemborosan jika tidak berhasil menyelesaikan problematika pendidikan yang ada. Karena itu, kritik saran dari berbagai kalangan terkait rencana perubahan kurikulum sudah banyak dilontarkan. Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat menilai wacana penerapan kurikulum baru tidak tepat. Masih banyak masalah substansial lain yang lebih penting untuk diselesaikan.
Penerapan kurikulum baru perlu waktu yang panjang. Apalagi di Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pemerataan akses, kesiapan SDM para guru, dukungan sarana prasarana menjadi isu yang penting diperhatikan sebelum memberlakukan kurikulum baru. Berkaca pada kurikulum 2013 yang membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai diterapkan di seluruh daerah. Banyak sekolah yang baru mulai menerapkan di tahun 2019 dan 2020. Wajar, jika sejumlah guru khawatir. Baru saja belajar menerapkan kurikulum sebelumnya, sudah dihadapkan pada rencana kurikulum baru.
Karena itu, sejumlah pihak menilai rencana ini terlalu terburu-buru. Mau mengubah kurikulum, padahal evaluasi terhadap penerapan kurikulum sebelumnya secara optimal dan menyeluruh tidak dilakukan.
Catatan Dunia Pendidikan
Penyelesaian persoalan pendidikan di negara ini seharusnya dimulai dengan pengidentifikasian masalah. Dari berbagai kajian penelitian menunjukkan selama hampir 20 tahun, kondisi pendidikan Indonesia stagnan di posisi salah satu terbawah di dunia. (Kompas.com, 01/01/2020)
Masalah moral para pelajar pun harus menjadi perhatian. Data UNICEF tahun 2016 menunjukkan bahwa kekerasan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50%. Sebut saja kekerasan oleh genk motor, tawuran dan saling bully yang masih mendominasi perilaku remaja dan pelajar.
Pertumbuhan budaya seks bebas di kalangan pelajar juga merupakan ancaman. Kementerian Kesehatan pada 2009 pernah merilis perilaku seks bebas di empat kota: Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasilnya, sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa seks bebas menjadi salah satu masalah utama remaja di Indonesia. Menurut Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Sri Purwaningsih, tingkat remaja hamil dan melakukan upaya aborsi mencapai 58%.
Sementara itu, negara sebagai pengemban amanah penyelenggara pendidikan belum mampu menyediakan sarana prasarana dan sumber daya guru yang memadai. Sumber kemendikbud menyebutkan bahwa lebih dari 50% sekolah mengalami rusak ringan. Tahun 2019 setidaknya ada 3 sekolah ambruk. (kompas.com, 12/11/2019)
Bahkan di 2020, 3 peserta didik SD di Polman kehilangkan nyawa karena tertimpa sekolahnya yang runtuh. Sebuah SD di Rembang ambrol atapnya. Tahun 2019, data Kemendikbud menunjukkan skor Uji Kompetensi Guru (UKG) rata-rata pada angka 57 dari 100. Artinya kompetensi guru saat mengajar tidak menggembirakan. Sulit berharap melahirkan peserta didik berkualitas dari guru yang belum memiliki kompetensi memadai.
Pendidikan dalam Islam
Menelisik fakta yang ada, setidaknya ada empat hal yang menjadi inti persoalan pendidikan saat ini. Pertama, negara tidak memiliki visi pembangunan sumber daya manusia. Kedua, kualitas output pendidikan yang rendah. Ketiga, minimnya layanan sarana prasarana oleh negara. Keempat, kualitas SDM tenaga pendidik yang rendah.
Islam memandang tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia yang menjalankan peran sebagai khalifah di muka bumi, membangun dan memajukan peradaban Islam. Akidah menjadi dasar dari setiap materi di semua jenjang pendidikan. Agama adalah ruh pendidikan.
Proyek masa depan ini didukung secara penuh oleh penguasa yang dalam Islam berkedudukan sebagai pelayan rakyat.
Rasulullah Saw. bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat yang dipenuhi negara dengan cara di antaranya:
- Menetapkan kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan bertujuan untuk memperkuat akidah, membina ibadah dan ketaatan kepada Allah Subhana wata’ala. Manusia didudukkan sebagai hamba yang harus menjalani kehidupan dengan aturan Allah. Dalam implementasinya, tsaqofah Islam diberikan di semua jenjang dan membatasi pembelajaran tsaqofah asing.
- Negara menyediakan pendidikan secara gratis, sehingga setiap orang mendapatkan kesempatan mengembangkan kecerdasan dan potensi diri agar mampu berperan di tengah-tengah masyarakat. Dana penyelenggaraan diambil dari Baitul Maal yang memiliki beberapa sumber pemasukan.
Dalam suasana ketakwaan yang terpelihara, bukan hal sulit bagi negara untuk mendorong warganya berperan, serta melalui wakaf, untuk ikut menyelenggarakan pendidikan.
3.Meningkatkan kualitas SDM guru dengan cara memberikan pelatihan, menyediakan sumber-sumber pengetahuan, misalnya perpustakaan, pusat penelitian agar guru bisa meng "up grade" kemampuannya.
4.Membuat kebijakan yang mendukung tujuan pendidikan, seperti melarang akses-akses yang membuka keran kemaksiatan dan menyiakan-nyiakan potensi umat.
Jika menginginkan perubahan, seharusnya kita merujuk pada model pendidikan terbaik yang pernah ada di masa sebelumnya. Dialah sistem pendidikan Islam yang bersumber dari Allah Swt yang telah melahirkan para ulama dan cendekiawan dengan beragam karya. Para putra-putrinya menjadi pionir dan pemimpin dalam berbagai bidang, semisal matematika, kesehatan, fikih, dan ilmu astronomi.
Jika para pemangku kebijakan masih enggan melakukannya, persoalan yang mendera tidak akan pernah terselesaikan. Sebaliknya, setiap kebijakan hanya akan memboroskan tenaga, waktu, dan biaya.
Kita menunggu keputusan berani untuk melakukan perubahan mendasar dan totalitas dalam sistem pendidikan demi mewujudkan negara aman dan penuh keberkahan. Dengan begitu, kecemasan para guru digantikan oleh optimisme meraih masa depan, bahkan menjangkau harapan di akhirat.[]
Photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]