Gelombang Cinta Ayla

"Dan, Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
(QS Luqman [31]: 14).


Oleh: Wida Nusaibah

NarasiPost.Com-"Gimana, apa sudah terasa nyeri?" Entah itu pertanyaan suami yang ke berapa sejak tadi malam kami tiba di klinik bersalin.

Ya, kami datang ketika aku belum merasakan kontraksi, hanya ada rembesan air ketuban dan lendir berwarna coklat. Saat diperiksa, kondisiku baru pembukaan satu. Hingga pagi hari pun aku belum merasakan gelombang cinta dari janinku. Suami dan kakak perempuanku yang menemani pasti khawatir. Kalau tidak ada pembukaan lanjutan hingga waktu yang ditentukan, maka akan diambil tindakan operasi.

"Gimana mau ada kontraksi kalau aku tiduran terus?" gumamku dalam hati.

Sejak selesai diperiksa, bidan memintaku tiduran dan tidak boleh bangun kecuali ke kamar mandi. Hal itu lantaran dikhawatirkan air ketuban akan semakin banyak keluar dan habis. Jika itu terjadi, bisa saja akan berakhir di meja operasi.

Bayangan tentang operasi terus bergelayut dalam benakku. Semua tahu, di era kapitalisme, biaya kesehatan sangat mahal. Pun dengan operasi sesar yang biayanya hingga puluhan juta. Selain itu, pemulihan pasca operasi lebih lama dan lebih sakit daripada melahirkan secara normal. Jadi, kalau bisa normal tentu aku pilih normal, karena biaya lebih murah dan pemulihan lebih cepat.

Ada yang menyarankan agar aku dan suami mengurus BPJS mandiri. Kami menolak karena memahami di dalamnya ada unsur 'gharar' (ketidakpastian), riba (bunga), dan 'maisir' (judi/spekulasi). Sedangkan untuk mendapatkan BPJS gratis dari pemerintah, kami dianggap tidak layak menerima karena bukan keluarga miskin. Padahal, jaminan kesehatan seharusnya menjadi hak seluruh rakyat, bukan cuma yang miskin. Lagi-lagi, inilah buah kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Sebelumnya aku juga disarankan mengurus Jaminan Persalinan (Jampersal) agar bebas biaya saat melahirkan. Sayangnya, saat itu suami masih di luar kota sehingga tak ada yang bisa mengantar untuk mengurusnya. Kalaupun ada itu kakak ipar laki-laki, tetapi tak halal bagi kami berboncengan/berduaan karena bukan mahram.

Dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk tidak mengurus Jampersal maupun BPJS. Suami mengatakan, insyaallah sudah ada rezeki yang Allah berikan untuk biaya persalinan sehingga aku tak perlu cemas.

Saat menanti kontraksi yang tak kunjung tiba, pikiranku semakin panik karena pasien lain yang datang belakangan sudah melahirkan semua. Namun aku mencoba tenang dan tawakal, pasrah terhadap apa pun yang nanti menjadi ketetapan-Nya. Meski aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempersiapkan diri agar bisa menjalani persalinan normal, tetapi semua ketetapan ada di tangan Allah. Oleh karena itu, tak henti-hentinya aku berdoa agar Allah mudahkan proses persalinan secara normal.

Pagi itu, sarapan diantar oleh pihak klinik. Aku bangun dan turun dari ranjang. Alhamdulilah, aku merasa tidak ada cairan yang keluar. Aku pun berinisiatif untuk jalan-jalan di dalam kamar, berharap penantian akan datangnya gelombang cinta akan segera berakhir. Selang beberapa menit, gelombang cinta dari si janin mulai terasa. Meski cuma sebentar dan rasa nyeri tak seberapa, aku bersyukur karena itu pertanda ada tambahan pembukaan. Suami juga merasa sedikit lega mendengarnya.

Begitulah kurasakan hingga siang, hanya nyeri kecil sebentar-sebentar saja. Aku menikmatinya dengan mengelus perut, mengatur pernafasan, dan memberikan sugesti positif pada janin di perutku agar dia berjuang keluar dengan cara normal. Namun, rasa nyeri itu tak kunjung bertambah. Hingga pukul 12.00 WIB, aku merasa capek jalan-jalan. Aku pun berbaring miring ke kiri untuk istirahat.

Saat berbaring, mulai kurasakan nyeri di perut dan pinggang yang semakin sering dan lebih lama durasinya. Aku mengambil nafas panjang dari hidung dan mengeluarkan dari mulut dengan hitungan lebih lama dari saat ambil nafas. Dengan begitu, rasa nyeri sedikit berkurang sehingga aku tak perlu mengeluh, apalagi mengerang dan berteriak kesakitan seperti pasien di kamar sebelah.

Pyor! Tiba-tiba ketuban pecah sehingga terasa ada banyak air yang keluar bersamaan. Aku meminta kakak perempuanku memanggil bidan dan suami yang sedang menunggu di luar.

Setelah diperiksa, ternyata sudah pembukaan tujuh. Menunggu pembukaan lengkap, terasa janin sudah ingin keluar, tetapi belum boleh mengejan. Karena itu, harus dilakukan pernafasan yang benar.

Kuikuti arahan bidan agar mengambil nafas panjang dari hidung dan keluarkan dari mulut dengan dua kali tiupan. Alhamdulilah, rasa sakit sedikit berkurang sambil kubayangkan kebahagiaan karena tak lama lagi akan bertemu dengan bidadari kecil kami.

Suami yang setia menemani tak henti membasahi lisannya dengan zikrullah. Dia selalu berdoa agar persalinan lancar, aku dan bayinya sehat dan selamat. Meski berusaha tampak tenang, tetapi dia tak mampu menyembunyikan kecemasan dalam wajah lusuhnya. Kekhawatiran itu juga tampak dari getaran tangan saat dia menyuapiku makan.

Pembukaan sudah lengkap sepuluh. Bidan dan para asistennya juga sudah selesai melakukan persiapan, kemudian memanduku menjalani proses akhir persalinan. Instruksi mengejan ketika kontraksi terjadi selalu kupatuhi. Entah apa yang dirasakan suami ketika menyaksikan dan menjadikan tangannya sebagai tempatku berpegangan. Kurasakan berkali-kali diusapnya keringat yang mengalir di keningku.

Pada proses mengejan ketiga, tepat pukul 13.00 WIB, kurasakan kepala bayi sudah keluar diiringi dengan suara tangis yang membahana. Betapa lega hati ini. Begitu juga pasti yang dirasakan suami. Entah proses persalinan apalagi yang kulalui. Aku sudah tak begitu merasakannya. Rasa sakit pun hilang ketika melihat bayi mungil yang keluar dari rahimku dibersihkan dan dipakaikan baju. Masyaallah!

"Alhamdulillah!" seru suami dalam isak tangisnya sambil mencium tanganku.

Baginya pantang mencium keningku di depan banyak orang. Dia khawatir jika itu dilakukan akan termasuk menampakkan kemesraan di depan umum yang itu dilarang dalam Islam.

Dia kemudian melakukan sujud syukur dan menggendong bayi kami untuk azan dan ikamah. Lalu didekatkan bayi itu padaku. Kami memuji kesempurnaan ciptaan-Nya. Betapa Allah menciptakan makhluk mungil itu dengan sempurna.

Setelah itu, kami memberinya nama Ayla Hilya Tsabita. Kami berharap, anak ini menjadi karunia terpuji yang kelak memiliki keteguhan hati dalam memegang prinsip untuk menjalankan syariat-Nya.

Tak henti-hentinya kami bersyukur akan semua ini. Betapa semua dapat kami lalui dengan lancar meski seolah diluar logika kami sebagai manusia lemah. Semua yang kami jalani bukan karena maksimalnya usaha dan kehebatan kami. Namun, semua ini karena Allah yang memberi kemudahan. Allah yang telah mengabulkan doa-doa kami. Oleh sebab itu, kita tak cukup berusaha, tetapi usaha itu harus diiringi dengan doa dan tawakal pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Agama Ibrahim al Hanifiyah, Islam, dan Laailaahaillallah
Next
Pandangan Wanita Haid Boleh Puasa, Sinyal Negara Wajib Jaga Syariah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram