Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyarankan peninjauan ulang status teroris terhadap KKB.
Oleh : Henyk Widaryanti
NarasiPost.Com-Langit kelabu masih menyelimuti. Belum habis duka Nanggala 402, negeri ini kembali kehilangan putra terbaiknya. Kepala BIN Daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, telah gugur dalam tugasnya menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Sebelumnya, banyak korban berjatuhan akibat ulah KKB. Sekolah-sekolah dibakar. Penduduk tak bersalah dianiaya. Bahkan seorang guru dibunuh, tanpa mengetahui kesalahannya.
Menyibak Kisah KKB, Siapa sebenarnya KKB itu?
Dilansir dari tribun-papua.com, KKB merupakan Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). OPM adalah gerakan pro-kemerdekaan Papua. Gerakan ini pertama kali beraksi di Manokwari, 26 Juli 1965. Keinginan merdeka dari republik ini adalah alasan utama melakukan tindak kekerasan. Bahkan mereka juga tak segan menganiaya penduduk pribumi dengan dalih bekerja sama dengan TNI. Mereka beranggapan bahwa Indonesia sama saja dengan Belanda di masa silam.
Apapun alasannya, yang jelas aksi mereka telah menebar ketakutan. Rasa was-was itu menghantui warga asli Papua maupun pendatang. Bahkan aktivitas mereka telah memakan korban. Semua dilakukan demi meraih kekuasaan. Kalau sudah begini, bagaimana menyikapinya?
Upaya Penyelesaian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik disebut teroris. Definisi ini senada dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Jadi tidak berlebihan jika KKB disebut sebagai teroris.
Hanya saja hal ini menjadi perhatian beberapa elemen.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyarankan peninjauan ulang status teroris terhadap KKB. Keduanya menilai status baru ini akan menjadi legitimasi bagi negara untuk melakukan tindakan militer yang cenderung represif. Jika hal itu terjadi, maka tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) akan mudah dilayangkan. Nah, menjadi buah simalakama bukan? Di satu sisi keamanan Papua dipertaruhkan, di sisi lain ancaman pelanggaran HAM di hadapan. (kompas.com, 1/5/21)
Mungkinkah ini yang dimaksud dengan aturan yang memiliki standar ganda? Jika kekerasan yang dilakukan KKB tidak ditumpas, rakyat Papua dan pendatang akan menjadi korban. Namun, jika diselesaikan dengan mengirim angkatan bersenjata, dituduh melanggar HAM. Kalau demikian, kita memerlukan aturan yang tidak memakai standar ganda dalam menyelesaikan masalah ini.
Meracik Solusi Papua
Penulis teringat dengan beberapa upaya pemberontakan yang terjadi setelah Rasulullah Saw meninggal. Mereka memberontak karena tak ingin taat syariat, bukan karena kurangnya peri'ayahan negara. Tapi, pemberontakan itu bisa ditumpas di bawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Negeri muslim pun kembali tenang. Tidak ada salahnya cara yang dilakukan Khalifah Abu Bakar ini dicoba. Bukankah Islam juga telah menjamin selama berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah, kita tidak akan tersesat? Jika Allah Swt telah memberikan jaminan itu, bagaimana Islam memberikan penyelesaiannya?
Sebelum kita membahas metode yang ditawarkan Islam. Alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pandangan Islam tentang pemberontakan. Belajar dari sejarah kaum muslimin, Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa pemberontakan hanya akan mendatangkan pada kemudorotan. Jumhur ulama pun telah berpendapat bahwa pemberontakan hukumnya adalah haram.
Jika kita introspeksi kembali, ada dua alasan mengapa KKB melakukan pemberontakan. Pertama, masalah ekonomi. Tidak seimbangnya pembangunan di tanah Papua dengan pulau lainnya membuat Papua merasa dianaktirikan. Keluhan ini dapat diselesaikan oleh Islam, yaitu dengan penerapan syari'at kafah. Islam memiliki konsep pembangunan merata di seluruh wilayah. Termasuk wilayah futuhat akan bisa merasakan kesejahteraan sebagaimana daerah pusat pemerintahan.
Pembangunan dilakukan memakai metode desentralisasi, dengan pengawasan penuh dari umat dan majelis wilayah setempat. Mahkamah madzalim akan bekerja jika ada tindak pidana, seperti penguasa daerah yang menyimpang dan korup. Selama ini Papua memang mendapatkan hak otonomi luas. Namun, hal ini justru menciptakan raja-raja kecil yang korup.
Kedua, masalah politik. KKB muncul sebagai alat untuk menguasai tanah Papua. Mereka yang kalut atas kekayaan Bumi Cenderawasih, berusaha merebut kekuasaan dan memimpin Papua. Tidak menutup kemungkinan mereka adalah orang asing yang berkepentingan. Ingin memecah belah wilayah dan merebut tanah mutiara hitam. Jika ada kelompok seperti ini, pemimpin dalam daulah Islam akan berusaha melindungi wilayah tersebut dari perpecahan. Daulah Islam akan mencari siapa dalang di balik berdirinya OPM. Jika ditemukan, maka daulah Islam akan memberi nasihat dahulu. Jika tidak bisa, baru penyelesaian secara fisik dilakukan. Kondisi ini pun akan memerhatikan aturan, seperti tidak membunuh perempuan, anak dan orang lanjut usia, serta melindungi kerusakan lingkungan atau alam. Kalaupun benar pihak berkepentingan itu adalah orang asing, maka negara tak akan tunduk padanya. Negara memiliki kedaulatan, yang tak akan goyah karena gertakan sambal.
Di samping itu, konsep kesatuan wilayah, perasaan mencintai dan memiliki negara serta pendidikan politik secara intens ditanamkan. Cara ini akan membuat rakyat, baik muslim maupun nonmuslim bersatu-padu mengatasi berbagai makar asing untuk memecah belah. Rakyat akan memiliki kewaspadaan dan tanggung jawab penuh untuk melakukan bela negara, semata-mata karena ingin menjauhkan negara dari bahaya penjajahan asing.
Semua ini bisa dilakukan jika negara menjadikan Islam sebagai landasan. Jadi pilihan ada pada kita, mau memakai cara lama yang memperlihatkan hasil yahy gagal atau mencoba cara yang ditawarkan Islam? Sungguh sistem Islam telah terbukti berhasil mempertahankan kesatuan wilayah selama berabad-abad.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]