"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa"
(QS. At-Taubah: 123)
Oleh. Atik Hermawati
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Isu terorisme bukan hal asing didendangkan. Selalu saja syariat Islam yang disudutkan. Jihad di-monsterisasi seolah menyeramkan. Lalu maknanya direduksi sesuai kepentingan.
Setelah kasus bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (28/03), pemerintah lebih gencar lagi untuk program deradikalisasi agama (Islam). Kepala BNPT Kombes Boy Rafli mengatakan bahwa pihaknya akan selalu melakukan pengawasan untuk mengatasi berbagai konten radikal di media. Menurut pihaknya, biasanya kalangan milenial menjadi target para teroris, diiming-iming masuk surga dengan melakukan pengeboman yang dipahami jihad. (Bbc.com, 30/03/2021)
Baru-baru ini juga, sejumlah eks napiter (narapidana kasus terorisme) diundang Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi ke kantornya di Balaikota Semarang (22/4). Eks napiter tersebut digandeng untuk menggiatkan program deradikalisasi pada berbagai sekolah di Semarang, dengan ditugaskan untuk menceritakan berbagai cuci otak yang dilakukan orang-orang radikal. Mereka pun menuturkan bahwa radikalisme biasanya mengajak seseorang untuk membenci NKRI, menolak membayar pajak dan pembuatan KTP, dan lain-lain hingga beraksi ekstrem. (Tempo.co, 23/04/2021)
Syariat Jihad Dibidik
Alur pengangkatan isu terorisme selalu membidik syariat Islam, tak terkecuali syariat jihad. Pelaku teror atau bom bunuh diri yang selalu beratribut muslim, menjadi stigma negatif yang sengaja digaungkan akan syariat jihad yang seolah menyeramkan. Masyarakat umum digiring ke arah opini jihad sebagai 'perang' melawan kaum kafir yang akan menimbulkan sikap intoleran dan menghancurkan.
Dilansir dari Republika.co.id (09/12/2019), Kemenag memperbaiki materi khilafah dan jihad agar maknanya semakin luas. Sebelumnya beredar Kemenag akan menghapus dua bab ajaran Islam itu. Pihaknya hanya mengubah dan menempatkan materi jihad dan khilafah dalam sejarah kebudayaan Islam. Pemaknaan keduanya lebih dihaluskan agar sesuai dengan keberagaman negeri ini. Ia menuturkan bahwa jihad itu diwujudkan dalam konteks keseriusan dalam berjuang, dalam konteks umumnya jihad yang dimaksud itu perjuangan, bukan perang.
Sudah diketahui, War on Terorism pada 2001 silam menjadi asal gerakan penyebaran islamfobia saat ini. Sekularisasi digencarkan di berbagai negeri muslim. Syariat Islam dituding biang terorisme, tapi jika bukan Islam yang melakukan teror maka hanya dicap kriminalitas biasa.
Hal tersebut kemudian berkembang menjadi Global War on Radicalism. Dimana kata radikalisme ini juga bermakna ambigu dan merugikan umat yang ingin taat syariat, yaitu muslim yang memahami dan ingin menerapkan Islam secara total dalam kehidupannya, serta menolak paham-paham sekularisme (agama dipisahkan dari kehidupan), pluralisme (memandang semua agama sama), juga yang getol meluruskan kebijakan pemerintah yang menyimpang untuk dikembalikan pada syariat Islam. Dengan adanya war on radicalism, nereka pun digelari sebagai pemecahbelah bangsa dan ekstremis.
Semua itu dengan tujuan yang satu, yaitu sekularisasi. Syariat Islam dijauhkan dari pemahaman umat dan aturan negara. Islam hanya dianggap sebagai ibadah ritual.
Konsep Jihad dalam Islam
"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa"
(QS. At-Taubah: 123)
Surat At Taubah juga dinamakan Bara'ah yang berarti pernyataan pemutusan hubungan, yakni pemutusan perjanjian dengan kaum musyrik. Diriwayatkan Al Bukhari, surat ini termasuk yang diturunkan terakhir kepada Rasulullah Saw, yaitu setelah hijrah ke Madinah (Showfat At Tafasir, Vol. 1).
Kata "qatilu" merupakan kata perintah dari Al-Qital atau Al Muqatalah yang artinya muharabah (peperangan) (Mu'jam Mufradat Alfazh Al Qur'an hal. 407).
Sedangkan "yaluna" dimaknai yaqrubuna minkum (yang dekat darimu). Ar- Razi dan Az Zuhaili menuturkan ketika Allah memerintahkan kaum mukmin memerangi kaum kuffar secara keseluruhan, Dia pun mengajarkan metode yang tepat untuk ditempuh. Yakni, harus memulai dari yang dekat dulu, lalu beralih ke yang jauh. Dengan demikian, kewajiban memerangi kaum kuffar keseluruhan dapat dilaksanakan. Inilah yang ditempuh Rasul Saw dan para sahabat ra. saat penaklukan mulai dari sekitar Daulah Islam yaitu Madinah, bangsa Arab di Hijaz, kemudian Syam. Setelah Syam, ke Irak, dan lain-lain.
Selanjutnya "..dan hendaklah mereka menemui kekerasan padamu," Menurut Al Andalusi makna "ghildhah" menunjukkan syiddah lilharb (kekerasan peperangan). Dan menghimpun makna keberanian dan kesabaran dalam peperangan dengan kerasnya permusuhan.
Sebagaimana dalam QS. Al Anfal: 60, Allah memerintahkan kaum muslim menyiapkan segala kekuatan yang dimiliki untuk menggetarkan musuh Allah. Usaha ini sangat efektif mencegah para para pembenci untuk memerangi. Islam, bahkan banyak sekali penaklukan Islam tanpa pertumpahan darah seperti penaklukan Mekah. Juga Perang Tabuk, dimana pasukan Romawi yang merupakan negara adidaya saat itu pergi seketika saat menyaksikan pasukan Islam yang berjumlah 30 ribu personel.
Setidaknya ada tiga konsep jihad yang disebutkan dalam Tafsir Al Wa'ie karya Ustaz Rokhmat S. Kabin, M.E.I., yaitu jihad dalam Islam bersifat defensif dan ofensif, keharusan bersungguh-sungguh, dan ketakwaan sebagai resep pertolongan Allah Swt. Hal ini sesuai HR. Muslim nomor 3261.
Jihad dalam Islam bukan hanya defensif (membela diri) melainkan juga ofensif (memulai dahulu untuk penaklukan). Jihad ofensif ini hanya bisa dilakukan di bawah komando negara yang berkuasa, yaitu Daulah Islam. Laiknya pasukan tentara di bawah komando negara, bukan oleh kelompok apalagi individu dengan seenaknya.
Jihad ofensif ini pun dilakukan dengan dakwah. Kaum musyrik diseru dengan bijak dan diberi tiga pilihan oleh negara Islam yang berkuasa, yakni masuk Islam, atau tetap kafir namun tunduk pada sistem Islam. Jika tidak kedua-duanya maka diperangi.
Dakwah dan jihad tidak terpisah, dan jihad itu sendiri pun untuk dakwah. Setelah suatu negeri ditaklukkan, maka sistem Islam yang penuh keagungan dan keadilan diterapkan. Maka tidak aneh, saat sejarah kejayaan Islam mencatat banyak orang-orang kafir yang memeluk Islam sebab keagungan cahaya Islam.
Jihad dalam Islam ada aturan dan adabnya, di antaranya tidak menipu, tidak menyalahi janji, dan tidak membunuh selain "pasukan perang" musuh.
Meskipun janji kemenangan dari Allah itu pasti, tapi kaidah kausalitas perlu dilakukan dengan landasan keimanan dan ketakwaan. Itulah senjata kaum mukmin untuk memeroleh pertolongan Allah. Sebagaimana di akhir ayat "..bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa."
Penaklukan dalam Islam berbeda dengan penjajahan kaum kafir. Penjajahan untuk menyiksa dan mengeksploitasi daerah yang dijajah. Sedangkan penaklukan dengan jihad fisabilillah untuk menerapkan keadilan dan membebaskan masyarakat dari kekejaman aturan kufur. Dengan itulah cahaya Islam dapat dirasakan baik oleh muslim maupun nonmuslim.
Dengan demikian, pemaknaan jihad yang benar harus disampaikan pada masyarakat. Memberikan pandangan yang benar sesuai syariat terhadap fakta yang terjadi agar umat paham mana kawan dan mana lawan.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]