Peran strategis dan politisnya wanita, meniscayakan untuk aktif berkontribusi menegakkan peradaban mulia.
Tak dipungkiri sistem kapitalis-sekuler telah mengikis fitrah wanita. Memandang wanita dengan kacamata bisnis untuk dieksploitasi.
Oleh: Atik Hermawati
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Kutipan lirik lagu karya WR.Supratman itu tentu sudah tak asing lagi. Ya, RA.Kartini merupakan sosok wanita inspirasi, pahlawan nasional, juga priyayi. Beliau memperjuangkan hak wanita untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Sistem feodalisme yang membuat kalangan rakyat jelata sengsara membuatnya empati.
Korespondensi dengan Nyonya Abendanon yang masyhur, membuat seorang RA.Kartini takjub dengan budaya wanita luar (Eropa) masa itu yang dianggap 'lebih maju' dari pribumi. Bahasa Belanda yang beliau kuasai, membuatnya mampu berdiskusi walau terkungkung tradisi pingitan. Akhirnya beliau pun berjuang menuntut hak wanita lebih maju, tak terkecuali untuk wanita kalangan rakyat jelata.
Inilah yang selama ini kaum feminis cap sebagai perjuangan emansipasi yang harus digelorakan, yakni menuntut kesetaraan gender dan berkiblat pada Barat sebagai ikon 'kemajuan'. Kebebasan dianggap sebagai kemerdekaan.
Cita-cita Kartini yang Sejati
Pertemuan RA.Kartini dengan Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat, Semarang, atau yang dikenal sebagai Kyai Sholeh Darat, tidak banyak diketahui.
Oleh Amirul Ulum ditegaskan bahwa pertemuan Kartini dan KH. Sholeh Darat sudah pernah dilakukan sebelum 1892, tepat sebelum Kartini dipingit. Seorang suami dari buyut KH. Sholeh Darat bernama Agus Tiyanto (sering menyebut namanya Abu Malikus Salih Dzahir) menjelaskan, bahwa sumber data Kartini pernah nyantri dengan Mbah Sholeh Darat ini awalnya ditemukan oleh Moesa Machfudz (dosen sejarah UGM) berdasarkan catatan pribadi murid Kyai Sholeh Darat yaitu KH.Ma'shum Demak. Itu dimuat dalam Majalah Gema Yogyakarta Nomor 3 tahun 1978 (Nu.or.id, 24/04/2016).
Sang Kyai mengajarkan agama pada beliau, menerjemahkan surah Al-Fatihah, dan menjelaskan isi kandungannya. RA.Kartini akhirnya begitu kagum terhadap ajaran agamanya sendiri, yaitu Islam. Sebelumnya, beliau merasa sulit memahami Islam. Terjemahan bahasa Arab Al-Qur'an ke dalam bahasa Jawa ataupun bahasa Melayu belum ada saat itu. Hingga sempat beliau menceritakan sikap kritisnya dalam suratnya kepada Stella EH Zeehandelaar (6 November 1899) bahwa Islam hanya diajarkan membaca kitab sucinya tanpa ada yang menjelaskan arti dan maknanya.
Semakin lama belajar ilmu agama dari Sang Kyai, akhirnya beliau pun menulis surat yang berisi pandangannya terhadap budaya Barat yang menyalahi. Beliau sadari bahwa agamanya telah memuliakan wanita dari jauh-jauh hari.
“…tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat itu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902].
Saat pernikahan RA.
Kartini pada November 1903,Kyai Sholeh Darat menghadiahkan terjemahan Al-Qur’an (Faizhur Rohman Fit Tafsir Qur’an), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari Surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. RA.Kartini pun semakin giat memahami apa yang terkandung dalam kitab suci. Namun tak beberapa lama Sang Kyai meninggal dunia, sehingga beliau belum menerima terjemahan selanjutnya. RA Kartini pun wafat setelah beberapa hari kelahiran anak pertamanya pada September 1904.
Sehingga tidak berlebihan, jika dikatakan cita-cita Kartini yang sejati ialah untuk mewujudkan para wanita mempunyai ketinggian berpikir dan adab sesuai Al-Qur'an. Kesetaraan gender maupun kebebasan yang digaungkan feminisme, beliau sudah sadari itu bukan suatu yang harus diperjuangkan. Sebab menyalahi fitrah diri di balik kemajuan yang semu.
Kartini Masa Kini
Islam telah memuliakan wanita, sejak diturunkannya pada Rasul Saw. Islam menentang dan menghapuskan tradisi jahiliyah sebelumnya. Wanita dibina dan dilindungi untuk peran hakikinya, yaitu pendidik generasi peradaban.
Peran strategis dan politisnya wanita, meniscayakan untuk aktif berkontribusi menegakkan peradaban mulia. Termasuk melakukan amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban bagi laki-laki maupun wanita. Adapun menjadi bagian dari jamaah yang sahih untuk berdakwah menegakkan syariat secara total oleh negara, merupakan langkah tepat untuk memperjuangkan kemuliaan wanita.
Tak dipungkiri sistem kapitalis-sekuler telah mengikis fitrah wanita. Memandang wanita dengan kacamata bisnis untuk dieksploitasi. Kekerasan dan masalah lainnya telah banyak diderita. Selanjutnya kebebasan dan kesetaraan gender ditawarkan seolah menjadi solusi nyata.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]