Mengenal Hakikat Cinta

Cinta yang sejati itu akan menguatkan. Tidak pernah membuat kita merasa lemah, apapun alasannya. Tidak akan pernah membuat kita merasa kalah dan terbebani dengan segalanya. Tidak akan membuat kita merasa hina dan harus mengorbankan segalanya.


Oleh: Dila Retta

NarasiPost.com - Setiap manusia memiliki rasa cinta dan ketertarikan terhadap sesuatu. Allah telah menitipkan rasa cinta dan kasih sayang dalam qalbu manusia, agar kita dapat saling bersimpati dan berempati satu sama lain. Konteks cinta sendiri sebenarnya tidak sesempit pemikiran kita selama ini, yang menganggap cinta adalah rasa ketertarikan pada lawan jenis saja. Padahal, lebih dari itu, Allah menciptakan dan menempatkan rasa tersebut dalam diri kita, agar kita tidak pernah bosan beribadah kepada-Nya, senantiasa merindukan perjumpaan dengan-Nya.

Perasaan cinta sendiri sebenarnya tidak bisa tiba-tiba muncul begitu saja. Ada beberapa tahapan yang mengakibatkan perasaan tersebut muncul. Jika kita tidak berhati-hati dalam memaknainya, maka sudah dapat dipastikan, kelak yang kita temui hanya rasa kecewa dan sakit hati saja.


Munculnya perasaan cinta, itu bermula ketika kita sudah mengenali sesuatu. Dari kenal, akan berkembang menjadi suka. Rasa keingintahuan kita terhadap hal tersebut semakin besar. Berlanjut lagi pada fase kekaguman, di mana kita akan semakin berusaha untuk memahami. Hingga pada akhirnya, sampailah kita pada fase jatuh cinta, yang menimbulkan suatu keinginan untuk memiliki.

Namun terkadang, saat berada di fase munculnya rasa suka, kita mulai kalap. Mulai nekad melakukan apapun demi memuaskan hasrat keingintahuan, mulai melakukan segala cara untuk mendekati, bahkan sudah mulai berani menaruh harap pada sesuatu yang tidak pasti. Padahal masih banyak proses yang harus dilalui.

Sebenarnya dalam hal ini wajar. Tapi jika tidak bisa kita kendalikan, maka saat itu justru hawa nafsulah yang mengendalikan untuk mengambil langkah-langkah tipuan setan. Karena akal tidak akan mampu berpikir dengan benar, saat hasrat sudah mulai mendominan.
Sebagai seseorang yang beriman, kita tentu dapat memahami jika puncak tertinggi dalam hal mencintai dan tidak tertandingi adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat hadis, Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan kepada kami dari Abdul Wahhab al-Tsaqafi, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga hal yang apabila ada pada diri seseorang, dia akan mendapatkan manisnya iman: (1) lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada semua hal selain keduanya; (2) ketika mencintai seseorang, dia hanya mencintainya karena Allah; (3) dia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci bila dilempar ke neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).

Konsep cinta yang Islam ajarkan sebenarnya sangat sederhana, yakni dengan menjadikan rida Allah sebagai alasan untuk mencintai. Iya, sederhana. Tapi sulit untuk menerapkannya.

Kita sama-sama mengetahui, bahwa ada 2 hal yang berperan dalam diri manusia. Akal dan qalbu. Akal akan berperan untuk memikirkan baik/buruk, benar/salahnya perbuatan dengan menjadikan sesuatu sebagai pedoman sebelum memutuskan sebuah tindakan.

Dan di dalam qalbu, adalah letak hawa dan nafsu. Hawa sendiri diartikan sebagai keinginan, sedangkan nafsu diartikan sebagai kehendak diri yang harus dipenuhi (ego). Hawa dan nafsu adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari qalbu manusia, bahkan mustahil untuk dihilangkan. Dalam buku “Falsafah Hidup” karya Buya Hamka, beliau menjelaskan, tujuan akal yang paling mulia adalah untuk ma’rifatullah. Mengenali Allah.

Sama halnya untuk memahami konsep cinta yang sedang kita bicarakan, kita membutuhkan peran akal untuk memikirkan, mengapa Allah menciptakaan perasaan cinta. Apapun yang sedang kita lakukan, sedang kita pikirkan, sedang kita rasakan, berusahalah untuk mengaitkannya dengan sebuah pertanyaan “mengapa Allah ciptakan?”. Karena hanya dengan cara inilah kita akan mampu berpikir jernih.

Sedangkan hawa dan nafsu diciptakan, agar kita memiliki gairah dalam menjalani kehidupan. Akal berperan sebagai nahkoda, sedang hawa nafsu berperan sebagai ombak yang harus ditaklukannya.

Sederhananya, jika tidak ingin salah dalam mengartikan cinta, libatkan akal sebelum rasa. Karena jika seseorang sudah mulai jatuh cinta, maka tidak akan ada satu orang pun yang mampu menasihatinya. Dan cinta yang seperti ini adalah salah. Karena dalam hal ini, hawa nafsu mulai menguasai diri. So, please, always remember this: “Love is not Lust”.

Memang tidak ada salahnya jika kita jatuh cinta. Tapi akan menjadi masalah, jika kita tergesah-gesah dalam menyikapinya. Kita harus bisa mengendalikan perasaan tersebut, agar jangan sampai menjerumuskan kita ke dalam jurang kemaksiatan. Dan yang dapat melakukannya bukan orang lain, melainkan diri kita sendiri, dengan bekal ilmu yang sudah dipelajari.

Cintai terlebih dahulu Penciptanya, sebelum ciptaan-Nya. Jangan tertipu, cinta itu tentang pembuktian dalam ketaatan. Bukan rayuan dalam kemaksiatan, yang mengharuskan kita menghambakan.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Siapapun yang mencintai sesuatu dan lebih dia dahulukan dibandingkan ketaatan kepada Allah Ta’aala, maka niscaya dia akan disiksa dengan sebab cintanya kepada sesuatu tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/141)

Allah juga telah menegaskan dalam firman-Nya: “Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24)

Padahal sebenarnya, kita juga telah mengetahui mengenai firman-Nya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Manusia itu diciptakan untuk menghamba dan beribadah kepada-Nya, bukan menghamba pada rasa cinta makhluk ciptaan-Nya. Maka wajar jika Allah memberikan teguran dengan mendatangkan rasa sakit hati mendalam.

Come on, kita hidup di dunia ini bukan hanya untuk mengurus perkara cinta. Perjalanan kita masih panjang, masih banyak mimpi yang harus diwujudkan, masih banyak amalan yang harus kita kumpulkan untuk bekal berpulang.

Sudahi pemikiran jika cinta adalah segalanya. Sudahi pemikiran jika mencintai dan dicintai adalah hal yang paling utama.

Tegaskan ini pada dirimu sendiri, “Jika belum bisa mengelola rasa, maka jangan jatuh cinta. Dan jika masih keras kepala untuk melanggarnya, bersiaplah untuk terluka!”. Mungkin terkesan sedikit keras memang, tapi itulah kenyataannya.

Tak ada salahnya jika kita jatuh cinta, itu wajar. Tapi saat kita telah pertaruhkan segalanya, di sanalah letak permasalahannya. Kita seolah sedang berjudi, bertaruh untuk kehancuran.
Maka belajarlah untuk mengendalikan rasa. Hati kita ini sangat mahal. Sungguh sangat disayangkan jika tidak dijaga, tapi malah dihancurkan dengan sengaja.

You know what, ada hal lain yang sering kita semua lupakan ketika sudah mengenal cinta. Kita lupa, mengenai makna sejati dari cinta. KEKUATAN.

Dalam kutipannya, Buya Hamka pernah mengatakan: “Cinta bukan mengajarkan kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajarkan kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan.”

Cinta yang sejati itu akan menguatkan. Tidak pernah membuat kita merasa lemah, apapun alasannya. Tidak akan pernah membuat kita merasa kalah dan terbebani dengan segalanya. Tidak akan membuat kita merasa hina dan harus mengorbankan segalanya.

So please, stop this! Jangan sengaja menyakiti diri sendiri dengan menghamba pada cinta yang salah. Jagalah diri kita, untuk cinta sejati yang sudah Allah siapkan, jauh sebelum kita terlahir ke dunia.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Migrasi Kompor Gas ke Kompor Induksi, Solusi atau Anomali?
Next
Puzzle Kehidupan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram